Kasus COVID-19 Menggila, Layanan Kremasi di Beijing Kewalahan

16 Desember 2022 16:49 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas dengan APD memindahkan jenazah kedalam ruang krematorium di Manila, Filipina. Foto: AFP/MARIA TAN
zoom-in-whitePerbesar
Petugas dengan APD memindahkan jenazah kedalam ruang krematorium di Manila, Filipina. Foto: AFP/MARIA TAN
ADVERTISEMENT
Petugas krematorium di rumah duka ibu kota Beijing, China, mengaku kewalahan akibat melonjaknya jumlah pasien positif COVID-19 yang meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Keadaan itu memaksa mereka beroperasi selama 24 jam sehari dan menawarkan layanan kremasi di hari yang sama.
Hal itu dikonfirmasi oleh dua rumah duka yang berada di Kota Beijing, pada Jumat (16/12). Pihaknya mengatakan, meski data resmi mencatat tidak ada kasus kematian pasien positif virus corona baru sejak 4 Desember, namun mereka menerima lonjakan permintaan kremasi setiap harinya.
“Kami sedang bekerja keras! Lebih dari 10 dari 60 staf kami positif [COVID-19], tetapi kami tidak punya pilihan, akhir-akhir ini sangat sibuk,” kata salah satu staf krematorium, seperti dikutip dari AFP.
Karyawan krematorium bekerja di depan oven kremasi di krematorium San Isidro, Meksiko. Foto: REUTERS/Carlos Jasso
Sejak pertengahan November, otoritas China melaporkan hanya terdapat sembilan kasus kematian akibat COVID-19.
Tetapi, dengan diberlakukannya pelonggaran pembatasan COVID-19 sejak pekan lalu, angka itu sudah tidak lagi sesuai dengan fakta sesungguhnya yang terjadi.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, salah satu krematorium di Beijing lainnya melaporkan bahwa mereka memiliki daftar tunggu selama seminggu demi bisa mendapatkan jadwal kremasi.
Jutaan lansia yang belum menjalani vaksinasi menjadi kelompok yang paling rentan terpapar virus corona di China. Kepada media lokal, manajer dari lima panti jompo mengatakan bahwa mereka tidak dapat membeli tes antigen atau obat-obatan lantaran sudah habis terjual.
Orang-orang yang memakai masker mengantre di luar apotek untuk membeli obat di sebuah apotek di Beijing, China, Selasa (6/12/2022). Foto: Alessandro Diviggiano/REUTERS
Hal tersebut selaras dengan situasi di Beijing pada pekan ini — di mana antrean mengular dapat ditemukan di sekitar apotek dan rumah sakit. Penduduk yang mengira diri mereka positif COVID-19 berbondong-bondong membeli obat untuk menjalani karantina mandiri dengan mengkonsumsi parasetamol dan ibuprofen.
Di bawah kebijakan ketat nol-Covid sebelumnya, para pasien positif COVID-19 diwajibkan untuk menjalani karantina di fasilitas khusus yang sudah disediakan pemerintah. Namun, kewajiban itu sudah tidak lagi ada dan kewajiban untuk melakukan tes antigen harian pun sudah dicabut.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya krematorium, kewalahan serupa juga dialami oleh tenaga medis yang berada di salah satu rumah sakit tertua di Beijing.
Bangsal rumah sakit itu dipenuhi oleh pasien terinfeksi yang sebagian besar memiliki gejala ringan, namun mereka terlalu khawatir tertular virus corona sehingga mendatangi fasilitas kesehatan untuk memeriksakan diri.
Antrean warga saat akan melakukan swab tes massal di Beijing, China, Senin (25/4/2022). Foto: Tiangshu Wang/Reuters
Situasi ini sangat genting — hingga mendesak manajemen rumah sakit itu untuk meminta dokter dan perawat yang diduga terinfeksi namun belum mendapatkan hasil tesnya agar kembali bekerja lantaran kekurangan tenaga medis.
“Terlalu banyak pasien yang memang membutuhkan perawatan telah membanjiri,” kata salah seorang perawat yang tak disebutkan namanya, seperti dikutip dari surat kabar The Sydney Morning Herald.
“Kami bahkan tidak bisa melindungi diri kami sendiri,” ungkap para tenaga medis itu.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, situasi ini diperkirakan akan semakin parah menjelang perayaan Tahun Baru dan Tahun Baru Imlek yang sebentar lagi tiba.
Jutaan penduduk di penjuru China diprediksi mengunjungi kampung halamannya di pedesaan untuk mengunjungi keluarga dan dampaknya secara signifikan dapat dirasakan langsung oleh penduduk pedesaan itu sendiri.
Otoritas kesehatan mengaku, tracing penularan virus corona sudah tidak lagi dapat terdeteksi secara keseluruhan dan hal ini membuktikan bahwa China belum sepenuhnya siap untuk mulai hidup berdampingan dengan virus corona.