Kasus Garuda, KPK Usut Rapat Komisi VI DPR Terkait Usul Pembelian Airbus

25 November 2022 13:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPK. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK mendalami adanya rapat Komisi VI DPR yang membahas usulan pembelian pesawat Airbus pada PT Garuda Indonesia. Pendalaman ini bagian dari penyidikan yang sedang dilakukan KPK terkait kasus dugaan suap pengadaan Airbus tahun 2010-2015.
ADVERTISEMENT
Pembahasan dalam rapat itu didalami KPK melalui pemeriksaan dua mantan anggota DPR. Keduanya ialah Azam Azman selalu anggota DPR RI Fraksi Demokrat tahun 2009-2014 dan 2014-2019 serta Gde Sumarjaya Linggih anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Golkar tahun 2019-2024.
Keduanya diperiksa di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu dan Kamis kemarin.
"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan adanya rapat pembahasan yang dilaksanakan di Komisi VI DPR RI untuk membahas usulan pembelian pesawat Airbus," kata Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/11).
Pelaksana Harian (Plh) Juru Bicara KPK yang baru Ali Fikri menyampaikan konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/12/2019). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Selain dua nama di atas, penyidik KPK juga memanggil dua mantan anggota DPR lain dari fraksi Demokrat, yakni: Atte Sugandi anggota DPR RI 2009-2014 dan Abdurrahman Abdullah selaku anggota DPR RI 2009-2014. Namun keduanya tidak hadir.
ADVERTISEMENT
Ali mengatakan, pemanggilan keduanya akan dijadwalkan ulang. "Kedua saksi tidak hadir dan penjadwalan sekaligus pemanggilan ulang segera disampaikan tim penyidik," pungkas Ali.
Belum ada pernyataan dari para saksi tersebut terkait kasus yang sedang diusut KPK ini.
Dalam kasus ini, KPK sudah mencegah dua orang ke luar negeri. Salah satunya adalah Anggota DPR RI periode 2009-2014, Chandra Tirta Wijaya. Kasus ini juga merupakan pengembangan dari perkara yang telah ditangani KPK sebelumnya.
Adapun dalam pengembangan kasus tersebut, KPK menduga terdapat suap nilainya hingga Rp 100 miliar. Hal tersebut yang tengah diusut oleh penyidik KPK.
"Dugaan suap tersebut senilai sekitar Rp 100 miliar yang diduga diterima anggota DPR RI 2009-2014 dan pihak lainnya termasuk pihak korporasi," kata Ali beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Namun, KPK belum mengumumkan konstruksi perkara maupun tersangka baru dalam kasus ini.

Kasus Garuda di KPK

Pesawat Airbus A330 Garuda Indonesia. Foto: Chaideer Mahyuddin/AFP
KPK pertama kali mengungkap adanya dugaan rasuah di Garuda Indonesia pada 2017. Kala itu, penyidik menjerat Dirut Garuda periode 2005-2014 Emirsyah Satar dan Direktur PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedarjo, sebagai tersangka penerima dan pemberi suap.
Dalam kasusnya, Emirsyah dinilai terbukti menerima suap mencapai Rp 46,3 miliar terkait pengadaan pesawat di Garuda Indonesia. Suap berasal dari pihak Rolls-Royce Plc, Airbus, Avions de Transport Régional (ATR) melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo, dan Bombardier Kanada.
Terdakwa Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo menjalani sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/1). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Emirsyah diduga menerima suap Rp 46,3 miliar dengan mata uang berbeda. Rinciannya yakni Rp 5.859.794.797, USD 884.200 atau setara Rp 12.321.327.000 (1 USD= Rp 13.935), EUR 1.020.975 atau setara Rp 15.910.363.912 (1 EUR= Rp 15.583), dan SGD 1.189.208 atau setara Rp 12.260.496.638 (1 SGD= Rp 10.309).
ADVERTISEMENT
Suap diberikan karena Emirsyah memilih pesawat dari 3 pabrikan dan mesin pesawat dari Rolls Royce untuk Garuda Indonesia dalam kurun 2009-2014.
Perbuatan Emirsyah dilakukan bersama-sama dengan Hadinoto Soedigno dan Agus Wahjudo. Agus dan Hadinoto merupakan anak buah Emirsyah saat menjabat sebagai direktur utama pada tahun 2009. Ketika itu, Agus Wahjudo menjabat Executive Project Manager, sedangkan Hadinoto menjabat Direktur Teknik Executive Vice President Engineering.
Selain itu, Emirsyah juga dinilai terbukti melakukan pencucian uang yang nilainya hingga Rp 87.464.189.911.
Atas perbuatannya, Emirsyah dihukum 8 tahun penjara. Ditambah denda Rp 1 miliar dan uang pengganti sejumlah SGD 2.117.315,27.
Masih dalam kasus yang sama, Soetikno Soedarjo dihukum 6 tahun penjara. Kemudian Hadinoto divonis 8 tahun dan denda Rp 1 miliar dan uang pengganti USD 2.302.974,08 dan Euro 477.540.
ADVERTISEMENT
Kini, kasus tersebut sedang dikembangkan KPK. Sudah ada penyidikan baru terkait hal tersebut.