Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Kasus Hate Speech Mendominasi Kejahatan Siber, Melebihi Laporan Konten Porno
30 Juli 2021 20:18 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Seperti dalam siaran pers Humas UI, Jumat (30/7), menurut dosen Departemen Kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP UI), Bhakti Eko Nugroho, data dari Polri pada April 2020 sampai Juli 2021, setidaknya ada 937 kasus yang dilaporkan.
Dari 937 kasus tersebut ada tiga kasus dengan angka tertinggi yaitu kasus provocative, hate content dan hate speech yang paling banyak dilaporkan, sekitar 473 kasus. Kemudian disusul oleh penipuan online dengan 259 kasus dan konten porno dengan 82 kasus.
"Lalu mengapa angka kasus provocative, hate content, dan hate speech ini menjadi yang tertinggi, hal ini dipengaruhi oleh residu politik di Indonesia yang terjadi beberapa waktu lalu baik pemilihan daerah maupun pemilu nasional yang mengakibatkan polarisasi pada masyarakat. Hal tersebut terbawa hingga saat ini di mana saat pandemi terjadi seharusnya masyarakat Indonesia bersatu untuk melawan wabah ini tetapi malah saling bertengkar dan menyalahkan satu sama lain,” kata Bhakti dalam webinar yang diselenggarakan oleh Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan tema “Modus Baru Cyber Crime di tengah Pandemi Covid-19”.
Bhakti melanjutkan, Cyber crime adalah segala aktivitas ilegal yang digunakan oleh pelaku kejahatan dengan menggunakan teknologi sistem informasi jaringan komputer yang secara langsung menyerang teknologi sistem informasi dari korban.
ADVERTISEMENT
Namun secara lebih luas kejahatan siber bisa juga di artikan sebagai segala tindak ilegal yang didukung dengan teknologi komputer.
“Cyber crime menjadi salah satu jenis kejahatan yang mengalami peningkatan cukup tinggi, modusnya juga kian beragam, seperti oknum yang meminta sumbangan dengan mengatasnamakan korban pandemi, pencurian data dan pembobolan rekening. Hal ini merupakan yang harus di waspadai secara bersama mengingat tindak kejahatan ini semakin masif dilakukan,” beber Bhakti.
Menurut dia, target pelaku adalah device atau hardware atau software atau juga data personal dari korban. Sifat dari cyber crime ini adalah baik pelaku maupun korbannya sama-sama invisible atau tidak terlihat, hal ini yang membuat jenis cyber crime ini punya kompleksitas sendiri.
ADVERTISEMENT
"Pelaku potensial dari jenis cyber crime ini, dia bisa dari kelompok yang geologis ataupun kelompok yang berbisnis secara ilegal dan individu tertentu,” ujar Bhakti.
Lebih lanjut Bhakti menjelaskan bahwa keuntungan pelaku di aktivitas cyber crime adalah anonimitas pelaku dengan lebih mudah menyembunyikan identitas mereka, kemudian ketika pelaku melaksanakan kejahatan di ruang siber ada jeda waktu yang memungkinkan pelaku lebih leluasa untuk menghilangkan barang bukti agar mengecoh dan mencegah respons dari upaya-upaya yang dilakukan oleh penegak hukum.
Pengguna internet baik di dunia maupun di Indonesia setiap tahunnya semakin meningkat. Pandemi Covid-19 pun berdampak pada perubahan pola hidup masyarakat Indonesia yang cenderung lebih banyak mengandalkan internet.
Tentunya ada sisi positif dari penggunaan internet yang tinggi, namun dari sisi negatifnya internet atau teknologi informasi ini menjadi tools baru yang digunakan oleh pelaku kejahatan untuk merugikan orang lain.
ADVERTISEMENT
Menurut Bhakti juga, selama pandemi ada oknum yang menaikkan harga barang dan alat kesehatan yang dibutuhkan masyarakat di atas normal, bahkan menimbun barang, sehingga barang tersebut langka di masyarakat.
Selain itu, pihak kepolisian juga sudah mengamankan pelaku/tokoh yang menyebarkan informasi hoaks tentang pandemi COVID-19. Menurut Bhakti, para pelaku ini memanfaatkan dan mengambil keuntungan dari kerentaan, ketidakberdayaan, dan keterbatasan masyarakat selama pandemi COVID-19.