Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Kasus Hubungan Kompol D dan Nur, Bolehkah Polisi Beristri 2?
1 Februari 2023 7:15 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Nur (23) adalah wanita yang berada di kursi penumpang mobil Audi, yang disebut polisi , menabrak mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Suryakancana, Selvi Amalia Nuraeni (19).
ADVERTISEMENT
Peristiwa itu terjadi saat mobil yang ditumpangi Nur masuk ikut iring-iringan polisi yang akan menuju lokasi pembunuhan Wowon cs.
Saat menggelar konferensi pers beberapa waktu lalu, Nur mengatakan ia berada di antara iring-iringan polisi itu atas izin suaminya yang berinisial D. Nur ialah istri kedua dari salah satu polisi dalam rombongan tersebut.
"Saya itu istri keduanya," kata Nur yang juga mengaku mobil Audi itu pinjaman dari suaminya.
D diketahui berpangkat Komisaris Polisi alias kompol. Polda Metro Jaya menyebut Kompol D menjalin hubungan istimewa dengan Nur sejak April 2022.
Namun menurut Mabes Polri Nur ialah istri siri Kompol D.
Kompol D saat ini dalam pemeriksaan Bid Propam Polda Metro Jaya karena diduga melanggar kode etik terkait hubungannya dengan Nur. Kompol D juga dilakukan penahanan di penempatan khusus selama 21 hari dan akan segera dilakukan sidang etik.
ADVERTISEMENT
"Melanggar kode etik profesi Polri berupa menurunkan citra Polri, Pasal 5 ayat 1 huruf b dan etika kepribadian berupa melakukan perbuatan perzinahan atau perselingkuhan Pasal 13 huruf f Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri," tutur Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko, Senin (30/1).
Bagaimana Hukumnya?
Merujuk pada Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018, anggota Polri tidak diizinkan memiliki istri lebih dari satu. Hal itu diatur dalam Pasal 4 peraturan tersebut. Berikut bunyi pasalnya:
(1) Pegawai Negeri pada Polri hanya diizinkan mempunyai seorang istri/suami.
(2) Anggota Polri wanita dan pegawai negeri sipil Polri wanita dilarang menjadi istri kedua dan seterusnya.
Dalam kasus Nur dan Kompol D, Polda Metro Jaya telah menyebut Kompol D diduga melanggar kode etik profesi Polri berupa menurunkan citra Polri sesuai Pasal 5 ayat 1 huruf b dan etika kepribadian berupa melakukan perbuatan perzinahan atau perselingkuhan sesuai Pasal 13 huruf f Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.
ADVERTISEMENT
Bunyi dua pasal itu sebagai berikut:
Pasal 5 ayat 1 huruf b
(1) Setiap Pejabat Polri dalam Etika Kelembagaan wajib:
b. menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan Polri;
Pasal 13 huruf f
Setiap Pejabat Polri dalam Etika Kepribadian, dilarang:
f. melakukan perzinaan dan/atau perselingkuhan;
Polda Metro Jaya belum menyebutkan kapan sidang etik Kompol D kan digelar. Namun jika sidang etik sudah digelar sejumlah hukuman menanti Kompol D.
Sanksi untuk pelanggaran kode etik tertuang dalam sejumlah pasal di Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022, sebagai berikut:
Sanksi Etika
Pasal 93
Putusan Sidang KKEP dengan sanksi etika berupa perbuatan pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela, dilaksanakan dengan cara dibacakan oleh KKEP pada saat Sidang KKEP.
ADVERTISEMENT
Pasal 94
Putusan Sidang KKEP dengan sanksi etika berupa kewajiban untuk minta maaf, dilaksanakan dengan cara Pelanggar menyatakan permintaan maaf secara lisan dan tertulis pada Sidang KKEP kepada:
a. pimpinan Polri melalui KKEP; dan
b. pihak yang dirugikan.
Sanksi Administratif
Pasal 96
(1) Putusan Sidang KKEP dengan sanksi administratif dilaksanakan oleh pelanggar setelah diterbitkan keputusan sesuai jenis sanksi yang diputuskan dalam Sidang KKEP.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh fungsi sumber daya manusia sesuai dengan kewenangannya paling lama:
a. 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya salinan putusan KKEP yang bersifat final dan mengikat dari Sekretariat KKEP, untuk sanksi administratif berupa:
1. Mutasi Bersifat Demosi;
2. penundaan kenaikan pangkat; dan
ADVERTISEMENT
3. penundaan pendidikan.
b. 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya salinan putusan KKEP yang bersifat final dan mengikat dari Sekretariat KKEP, untuk sanksi administratif berupa PTDH.