Kasus Irjen Sambo, Sanksi Penegak Hukum Harus Lebih Berat

13 Agustus 2022 14:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo usai memenuhi panggilan pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo usai memenuhi panggilan pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo telah ditetapkan sebagai tersangka terkait tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Sambo pun dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 juncto 56 KUHP.
ADVERTISEMENT
Pasal yang disangkakan Ferdy Sambo ini disebut sebagai ancaman maksimal dalam KUHP.
Pasal 340 itu mengatur pidana terkait pembunuhan berencana. Ancaman hukumnya adalah hukuman mati, pidana penjara seumur hidup, atau penjara 20 tahun.
Meski sudah dikenakan ancaman hukuman maksimal, masih adakah faktor lain yang bisa memperberat ancaman hukuman mati Ferdy Sambo?
Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman, Prof Hibnu Nugroho, mengatakan hal yang memberatkan hukuman dalam suatu tindak pidana itu dipengaruhi oleh di hal: yuridis dan non-yuridis.
Yuridisnya, kata dia, adalah Pasal 340. Pembunuhan berencana. “Ya, 340 [Pasal 340 KUHP]. Perencanaan. Perencanaan itu sebagai pemberat, ya, pembunuhan biasa yang dilakukan berencana, itu,” kata Hibnu saat dihubungi, Sabtu (13/8).
Sementara faktor non-yuridisnya salah satunya karena dia penegak hukum dan sebagai pimpinan institusi.
Perjalanan Panjang Irjen Sambo Jadi Tersangka. Foto: kumparan
“Faktor non-yuridis aja dia sebagai penegak hukum. Dia, sebagai pimpinan institusi yang harus memberikan contoh keteladanan. Itu yang memberatkan,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Pada keterangan lain, pakar hukum pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, menyebut bahwa posisi sebagai penegak hukum malah tak jarang dipandang sebagai hal yang meringankan dalam sebuah putusan pengadilan.
Argumentasi yang kerap digunakan, lanjut dia, yaitu peran jasa yang telah diberikan.
Namun dalam perkara Ferdy sambo ini, Pohan berpandangan bahwa statusnya sebagai penegak hukum saat melakukan tindak pidana itu mesti dijadikan sebagai pertimbangan yang memberatkan.
“Dalam kaitan ini [Peran Ferdy Sambo], pada hemat saya harus dipertimbangkan sebagai hal yang memberatkan. Terlebih lagi, yang bersangkutan telah menggunakan kedudukannya untuk berusaha mengindari dari tanggung jawab secara hukum,” kata dia.
Pohan menyebut, tidak ada ketentuan atau pasal yang spesifik menyebut penegak hukum bisa diancam vonis lebih berat. Kata dia, dalam kaitan dengan pembunuhan, ketentuan hukum sama seperti yang digunakan terhadap masyarakat.
ADVERTISEMENT
Terlebih, lanjut dia, pasa disangkakan kepada Ferdy sambo sudah pasal paling maksimal. Adapun argumen status sebagai penegak hukum sebagai pertimbangan memperberat ancaman hukum itu masuk dalam pertimbangan hakim di persidangan.
“Kalau didakwa Pasal 340, saya kira tidak ada pasal yang lebih berat lagi. Ancamannya sudah pidana mati,” imbuhnya.
Dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua ini, Polri juga telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka lain selain Ferdy Sambo. Mereka ialah Bharada E alias Richard Eliezer, Bripka RR alias Ricky Rizal, dan KM alias Kuat Ma'ruf.
Dalam kasus ini, Ferdy Sambo disebut sebagai dalang. Ia disebut memerintah Bharada E untuk melakukan penembakan terhadap Yosua. Dia juga menskenario peristiwa tersebut seolah-olah terjadi baku tembak.
ADVERTISEMENT
Sementara, Bripka Ricky dan Kuwat turut serta menyaksikan dan membantu peristiwa penembakan tersebut.
Para tersangka termasuk Irjen Ferdy Sambo dikenakan Pasal 340 Sub 338 Jo Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati, pidana penjara seumur hidup atau penjara paling lama 20 tahun.