Kasus Jampidsus Dikuntit, Mahfud Nilai Polri vs Kejaksaan Belum Hilang

5 Juni 2024 12:36 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cawapres nomor urut 03 Mahfud MD mengikuti sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Cawapres nomor urut 03 Mahfud MD mengikuti sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Eks Menko Polhukam Mahfud MD prihatin dengan kasus penguntitan Jampidsus Febrie Adriansyah oleh anggota Densus 88 Polri. Ini menunjukkan konflik kedua institusi penegak hukum ini belum juga surut sejak lama.
ADVERTISEMENT
"Polisi dengan Kejaksaan, polisi dengan KPK waktu itu betul-betul berhadap-hadapan dan ternyata belum hilang kalau kita lihat kasus Jampidsus dikuntit," kata Mahfud dalam podcast 'Terus Terang' di akun YouTube pribadinya, Rabu (5/6).
Mahfud mengingatkan kembali soal penangkapan buronan Djoko Tjandra pada tahun 2020. Saat itu, Polri cuma punya waktu 24 jam untuk menyerahkan Djoko ke Kejaksaan.
Namun, 4 jam sebelum waktu yang ditetapkan, Djoko Tjandra belum juga diserahkan. Akhirnya Mahfud turun tangan berkomunikasi langsung dengan Kapolri dan Jaksa Agung.
Djoko Tjandra lalu bisa diserahkan ke Kejagung sebelum waktu yang ditentukan. Bila dibiarkan lebih dari 24 jam, Djoko Tjandra harus dilepas.
Mahfud MD bicara di acara podcastnya "Terus Terang". Foto: YouTube/@MahfudMD

Rekayasa Kasus

Mahfud juga mengingatkan kembali kasus Cicak vs Buaya jilid I antara KPK vs Polri pada Juli 2009 di era Presiden SBY. Kasus ini mencuat saat KPK menyelidiki kasus korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kemenhut yang melibatkan dua bersaudara Anggodo dan Anggoro Widjojo yang dekat dengan sejumlah petinggi Polri.
ADVERTISEMENT
Adapun istilah cicak-buaya diperkenalkan oleh Kabareskrim Polri kala itu, Komjen Susno Duadji.
KPK kemudian coba dilemahkan. Dua pimpinan KPK saat itu, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah jadi tersangka. Polri menjerat keduanya dengan pasal dugaan suap dan berkasnya diserahkan ke Kejaksaan. Dengan status tersangka 3 pimpinan (Antasari Azhar sebelumnya ditahan dalam kasus pembunuhan), artinya KPK lumpuh karena tak bisa mengambil keputusan.
"Di situlah saya turun tangan, waktu itu Pak SBY hebat, saya datang, 'Pak ini enggak benar. Pak SBY keluarkan perppu, tapi perppu itu sendiri kemudian di DPR ditolak kemudian ada yang mengatakan perppu tak bisa di-judicial review," ungkap Mahfud yang kala itu menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi.
Mantan Wakil Ketua KPK Bibit Samad Foto: ANTARA FOTO
Mantan Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah di Kementerian BUMN Foto: Ema Fitriyani/kumparan
"Saya yang turun tangan apa buktinya bahwa di situ terjadi rekayasa untuk mentersangkakan 2 orang, yaitu Bibit Samad dan Chandra Hamzah untuk melumpuhkan KPK. Apa buktinya rekayasa? Rekaman, wah KPK-nya enggak berani itu ketika saya minta rekamannya. Ayo saya minta, rekamannya ada bahwa itu rekayasa," tambah dia.
ADVERTISEMENT
Mahfud sempat diancam saat itu. Polri akan menggeledah MK dan mengambil paksa rekaman itu karena dianggap ilegal. Tapi Mahfud tak gentar.
"Saya setel di situ, terbukti semua di situ ada rekayasa. Terperanjat semua, jaksa agungnya, polisinya, sudah bersiasat agar si Chandra Hamzah dihabisi pas ditahan itu," ungkap dia.
Anggoro Widjojo Foto: Antara/Wahyu Putro A
Dalam rekaman itu, terdapat pembicaraan telepon antara Anggodo dengan sejumlah pejabat Polri dan Kejaksaan untuk merekayasa kasus Bibit-Chandra dan imbalan yang diterima oleh perekayasa.
Di MK, Mahfud lalu memutuskan ketentuan UU yang menyatakan pimpinan KPK yang telah dinyatakan sebagai tersangka harus berhenti dari jabatannya itu inkonstitusional. Selama belum ada keputusan pengadilan mereka tetap pada jabatannya.
Bibit dan Chandra pun dilepaskan dari tahanan dan kasus Anggodo-Anggoro Widjojo pun bisa berproses.
ADVERTISEMENT

Penguntitan Terkait Mafia Timah

Terkait kasus terbaru soal penguntitan Jampidsus Kejagung oleh oknum Densus 88 Polri, Mahfud sempat bertanya pada sejumlah pihak. Ini dicurigai terkait persoalan pergantian mafia timah.
"Kalau saya kutip Pak Ansyaad Mbai, ini sebenarnya perebutan untuk pergantian owner mafia timah. Jadi timah itu selama ini kan ada owner-nya, penguasa timah. Karena rezim politik akan berubah, sekarang ini akan mulai disingkirkan orang-orang yang sekarang jadi mafia dan di-backup itu," tutur Mahfud.
"Sehingga lalu dengan cara itu agar orang-orang tertentu bisa ditangkap lalu owner mafia ini bisa diganti pada saat nanti terjadi pergantian pemerintahan. Ini penjelasannya Ansyaad Mbai, ya," lanjutnya.
Menko Polhukam Hadi Tjahjanto, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin sebelum meninggalkan Istana Negara, Senin (27/5/2024). Foto: Nadia Riso/kumparan

Kapolri dan Jaksa Agung Sering Tak Mau Ketemu

Dalam kasus penguntitan ini, menurut Mahfud, tanggung jawab utama ada pada presiden untuk membuka dan menjelaskan. Namun, sebelum presiden, ada Menko Polhukam yang bisa memanggil kedua pihak yang berseteru.
ADVERTISEMENT