Kasus Mafia Peradilan Eks Panitera Rohadi Terungkap, Ada Suap hingga Miliaran

2 Februari 2021 18:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rohadi usai diperiksa KPK Foto: Antara/M Agung Rajasa
zoom-in-whitePerbesar
Rohadi usai diperiksa KPK Foto: Antara/M Agung Rajasa
ADVERTISEMENT
KPK kembali mengungkap kasus mafia peradilan. Kali ini, menjerat mantan Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara Rohadi.
ADVERTISEMENT
Rohadi diduga menerima suap miliaran rupiah dari sejumlah pihak. Suap diduga terkait pengurusan sejumlah perkara di Mahkamah Agung.
Hal itu terungkap dalam dakwaan Rohadi yang dibacakan Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (1/2). Ada dua dakwaan suap yang menjerat Rohadi.
Berikut rinciannya:

Dakwaan Pertama

Rohadi didakwa menerima Rp 1,21 miliar dari Robert Melianus Nauw dan Jimmy Demianus Ijie. Suap diduga melalui Sudiwardono dan Julius C Manupapami.
Robert Melianus Nauw dan Jimmy Demianus Ijie merupakan anggota DPRD Papua Barat periode 2009-2014 yang terjerat kasus korupsi. Sementara, Sudiwardono dan Julius merupakan pejabat pengadilan yang pernah bertugas di Pengadilan Tinggi Jayapura.
"Menerima uang total sebesar Rp 1.210.000.000," kata jaksa.
Kasus bermula pada 2014. Saat itu, Robert dan Jimmy didakwa melakukan korupsi oleh Kejaksaan Tinggi Papua dalam perkara yang disidangkan di PN Tipikor Jayapura. Keduanya divonis bersalah serta dijatuhi hukuman penjara masing-masing selama 1 tahun 3 bulan.
ADVERTISEMENT
Hukuman mereka diperberat oleh Pengadilan Tinggi Jayapura. Robert menjadi 4 tahun penjara, sedangkan Jimmy menjadi 2 tahun penjara. Keduanya lantas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Pada saat proses kasasi, keduanya bertemu Julius selaku hakim ad hoc di PT Jayapura. Julius menawarkan orang dalam di MA yang bisa memutus keduanya bebas dari hukuman pidana di tingkat kasasi. Keduanya lalu dikenalkan dengan Sudiwardono selaku Ketua PT Jayapura.
Sudiwardono, Ketua Pengadilan Tinggi Manado. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
"Sudiwardono mengatakan bahwa benar ada teman yang bisa membantu 'mengurus' perkara tersebut di Mahkamah Agung dan untuk segala 'sesuatunya' agar berhubungan langsung melalui Julius C Manupapam," ungkap jaksa.
Teman yang dimaksud ialah Rohadi selaku Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sudiwardono mengetahui Rohadi memiliki kedekatan dengan beberapa pejabat dan hakim di Mahkamah Agung.
ADVERTISEMENT
Sudiwardono kemudian menemui Rohadi di PN Jakarta Utara untuk meneruskan permintaan bantuan Robert dan Jimmy. Keduanya bersedia membayar biaya pengurusan tersebut.
"Terdakwa menyanggupi membantu dengan mengatakan bahwa perkara itu masuk ke ranah perdata sehingga akan dikoordinasikan kepada hakim yang menyidangkan di Mahkamah Agung agar nanti dapat dibebaskan," kata jaksa.
Robert dan Jimmy masing-masing menyiapkan Rp 1 miliar sebagai biaya pengurusan tersebut. Uang itu diserahkan secara bertahap kepada Rohadi melalui Julius. Selain itu Robert juga mentransfer uang untuk operasional Sudiwardono dan Julius sebesar Rp 40 juta ke rekening Julius dan Rp 110 juta ke rekening anak Sudiwardono.
Jimmy pun melakukan hal serupa. Ia memberikan sejumlah uang secara bertahap kepada Julius sebagai uang pengurusan perkara yakni Rp 120 juta, Rp 100 juta, Rp 75 juta, Rp 150 juta, Rp 300 juta, Rp 500 juta, Rp 800 juta, dan Rp 250 juta.
ADVERTISEMENT
Sementara uang untuk operasional Julius dan Sudiwardono, Jimmy memberikan Rp 125 juta ke rekening Julius dan Rp 50 juta ke rekening anak Sudiwardono.
Dari total uang yang diterima oleh Julius dan Sudiwardono dari Robert dan Jimmy, Rp 1,21 miliar di antaranya diberikan kepada Rohadi secara bertahap. Atas dasar itulah Rohadi diduga mengurus perkara Robert dan Jimmy.
Mulai dari berupaya mendapatkan informasi nomor register perkara, mencari tahu penunjukan majelis hakim yang menyidangkan untuk nantinya dilakukan pendekatan, dan mencoba melobi staf di Mahkamah Agung yang bertugas membuat resume perkara. Perkembangan perkara kemudian diinformasikan kepada Sudiwardono dan Julius C Manupapami yang kemudian diteruskan kepada Robert dan Jimmy.
Kendati demikian, jaksa KPK tak menjelaskan bagaimana nasib kelanjutan kasasi yang diajukan Robert dan Jimmy.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, Rohadi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Dakwaan Kedua

Tidak satu, Rohadi juga dijerat dakwaan lainnya terkait suap. Dalam dakwaan kedua ini, Rohadi diduga menerima uang hingga miliaran rupiah dari sejumlah pihak.
Modusnya sama, dugaan suap diberikan kepada Rohadi untuk pengurusan perkara di tingkat kasasi di PN Jakarta Utara.
"Terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa uang yang diterima tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatan Terdakwa, atau menurut pemikiran Rudi Indawan, Ali Darmadi, dan Sareh Wiyono ada hubungan dengan jabatan Terdakwa yang dianggap mampu “mengurus” perkara karena dikenal mempunyai kedekatan dengan beberapa pejabat dan hakim di Mahkamah Agung," papar jaksa.
ADVERTISEMENT
Berikut rincian pemberiannya:
Jeffri Indawan
Rohadi diduga menerima Rp 110 juta dari Jeffri Darmawan. Uang diduga suap ini untuk mengurus perkara kasasi perkara perdata PT Central Manunggal Prakarsa. Jeffri merupakan kuasa dari PT Central Manunggal Prakarsa (yang namanya berubah menjadi PT Batam Nirwana Garden).
Uang diberikan melalui perantaraan Muhammad Teguh (Wakil Panitera Pengadilan Negeri Batam), Iwan Sarjana Puspa (panitera muda Pengadilan Negeri Palembang), dan Rudi Indawan (Wakil Sekretaris Pengadilan Negeri Palembang).
Rudi merupakan orang yang menghubungi Rohadi dan meminta bantuan agar putusan kasasi nantinya memenangkan pihak PT Central Manunggal Prakarsa. Rohadi menyanggupi dengan mengatakan akan berupaya mempengaruhi hakim yang menangani perkara tersebut serta meminta imbalan sebesar Rp 110 juta.
Tidak dijelaskan lebih lanjut nasib perkara yang diduga diurus oleh Rohadi ini.
ADVERTISEMENT

Yanto Pranoto

Rohadi diduga menerima Rp 235 juta dari Yanto Pranoto. Uang diduga terkait pengurusan kasasi perkara perdata PT Usaha Bintan Bersama Sejahtera (PT UBBS). Yanto merupakan kuasa dari PT Usaha Bintan Bersama Sejahtera (PT UBBS).
Pemberian suap diduga masih atas perantaraan Muhammad Teguh (Wakil Panitera Pengadilan Negeri Batam), Iwan Sarjana Puspa (panitera muda Pengadilan Negeri Palembang), dan Rudi Indawan (Wakil Sekretaris Pengadilan Negeri Palembang).
Rudi kemudian meminta bantuan Rohadi soal kasasi PT Tunggul Ulung Makmur (PT TUM) yang merupakan lawan PT Usaha Bintan Bersama Sejahtera (PT UBBS) dalam perkara perdata ditolak MA.
Rohadi menyanggupi dengan mengatakan akan mempengaruhi hakim yang menangani perkara kasasi tersebut sekaligus meminta biaya sekitar Rp 240 juta. Ia kemudian mendapat transfer uang sebesar Rp 235 juta.
ADVERTISEMENT
Tidak dijelaskan lebih lanjut nasib perkara yang diduga diurus oleh Rohadi ini.
Ali Darmadi
Rohadi diduga menerima Rp 1.608.500.000 dari Ali Darmadi. Uang ini diduga terkait pengurusan sejumlah perkara terkait Ali Darmadi yang merupakan Direktur PT Maju Santosa Cemerlang.
Ali Darmadi mengenal Rohadi sejak tahun 2008 selaku Panitera Pengganti di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Pengurusan perkara pun beragam, mulai dari tingkat pengadilan negeri, banding di pengadilan tinggi, hingga kasasi di Mahkamah Agung.
Pengurusan perkara yang dilakukan Rohadi, yakni:
1. Perkara sengketa tanah.
Penggugat ialah Hj. Melly Siti Fatimah yang menggugat pembatalan sertifikat Hak Milik No 163 desa Segara Makmur kabupaten Bekasi (atas nama keluarga Ali Darmadi) di PTUN Bandung. Vonis di tingkat pertama ialah gugatan diterima.
ADVERTISEMENT
Namun, Ali Darmadi sebagai turut tergugat memenangkan tingkat banding. Perkara ini kemudian berlanjut ke kasasi. Namun tak dijelaskan soal putusan kasasi.
2. Perkara wanprestasi
Perkara ini terkait PT Nindya Karya (BUMN) yang menggugat PT Maju Santosa Cemerlang (perusahaan milik Ali Darmadi) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Putusan menyatakan gugatan ditolak (perusahaan milik Ali Darmadi menang).
PT Nindya Karya lalu mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Tidak dijelaskan lebih lanjut nasib perkara ini.
3. Perkara gugatan perdata
Perkara terkait koperasi Gatra Migas yang menggugat PT Permata Gading Autocenter (perusahaan milik istri Ali Darmadi) dan PT Asuransi Recapital di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Gugatan ditolak sehingga perusahaan milik istri Ali Darmadi menang. Putusan dikuatkan pada tingkat banding maupun tingkat kasasi.
ADVERTISEMENT
4. Perkara sengketa tanah
Perkara terkait tanah di jalan Pemadam Kebakaran, Semper Barat, yang diajukan gugatan oleh keluarga Ali Darmadi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Putusannya menyatakan gugatan keluarga Ali Darmadi selaku penggugat dikabulkan.
Atas pengurusan perkara-perkara itu, Ali Darmadi mengirimkan uang secara bertahap kepada Rohadi. Uang yang dikirim sejak bulan Juli 2010 hingga bulan Mei 2016 itu berjumlah Rp 1.608.500.000.
Sareh Wiyono
Rohadi diduga menerima Rp 1,5 miliar dari eks Anggota DPR Sareh Wiyono. Uang itu diduga untuk mengurus perkara perdata temannya Sareh terkait sengketa tanah di Cakung, Jakarta Timur.
Sareh Wiyono mengenal Rohadi sejak tahun 2003. Saat itu, Sareh Wiyono menjabat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Rohadi selaku Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
ADVERTISEMENT
Pada awal tahun 2016, Sareh Wiyono meminta Rohadi datang ke ruang kerjanya di Lantai 4 Gedung DPR-RI. Pada pertemuan itu, Sareh Wiyono meminta bantuan Rohadi untuk memenangkan perkara perdata milik temannya yang sedang diajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung.
"'Di, nanti kamu urus perkara pk perdata bapak di mahkamah agung, agar ditolak pknya, kamu bisa kan?'," kata jaksa menirukan ucapan Sareh Wiyono kepada Nurhadi sebagaimana termuat dalam dakwaan.
Terdakwa kasus dugaan suap di Pengadilan Negeri Jakarta Utara Rohadi menunggu dimulainya sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Atas hal itu, Rohadi menyanggupinya. Rohadi kemudian mendapat uang Rp 750 juta dalam dua kali pemberian di Apartemen Sareh Wiyono.
Atas perbuatannya, Rohadi didakwa melanggar pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.