Kasus Munir Masih Gelap, Janji Jokowi Dipertanyakan

7 September 2020 16:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang aktivis menggunakan topeng wajah Munir saat sebagai peringatan 14 tahun kematian Munir, Kamis (06/09/2018). Foto: Faisal Rahman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Seorang aktivis menggunakan topeng wajah Munir saat sebagai peringatan 14 tahun kematian Munir, Kamis (06/09/2018). Foto: Faisal Rahman/kumparan
ADVERTISEMENT
Otak pembunuh Munir belum terungkap. Sudah 16 tahun berlalu, masih belum jelas aktor intelektual di balik tewasnya pejuang HAM itu.
ADVERTISEMENT
7 September 2004, Munir tewas di langit Hungaria, saat pesawat yang ia tumpangi sedang berada di ketinggian 40 ribu kaki menuju Amsterdam. Racun arsenik yang mengalir di tubuhnya membuat Munir meregang nyawa, diare, muntah-muntah di pesawat. Nyawanya tidak tertolong.
Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) dan kelompok aktivis lainnya meyakini pelaku utama di balik pembunuhan Munir berasal dari kalangan berpengaruh dan belum dibawa ke pengadilan. Ketidakjelasan kasus ini membuat publik mempertanyakan komitmen pemerintah untuk melindungi pembela HAM.
Aktivis KontraS Sumut memakai topeng bergambar aktivis HAM Munir ketika menggelar aksi refleksi 14 tahun kematian Munir. Foto: ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi
"Dengan adanya pembunuhan yang sangat tidak manusiawi dan dugaan keterlibatan orang-orang yang memiliki kekuasaan, kami menuntut agar negara segera membuat pengakuan bahwa pembunuhan Munir merupakan sebuah pelanggaran HAM berat. Negara harus menanggapi ini dengan lebih serius," tulis KASUM dkk. dalam siaran pers Amnesty, Senin (7/9).
ADVERTISEMENT
Aksi konkret bisa dimulai dengan melakukan tinjauan atas beberapa perkara pidana sehubungan dengan pembunuhan Munir, termasuk dugaan pelanggaran standar-standar HAM internasional. Menurut KASUM, pembunuhan Munir tidak bisa dilihat sebagai kasus kriminal biasa yang berdiri sendiri.
"Pembunuhan yang terus dibiarkan tanpa penyelesaian ini mengindikasikan adanya budaya impunitas yang semakin meluas terhadap serangan dan kekerasan terhadap para pembela HAM di negara ini," tutur mereka.
Selain itu, negara harus melakukan langkah-langkah efektif untuk memastikan pelanggaran HAM diproses secara cepat, efektif, dan imparsial. Dalam artinya, orang-orang yang bertanggung jawab dibawa ke pengadilan.
Munir Said Thalib Foto: Wikipedia
"Hari ini, kami menyampaikan Legal Opinion atau pendapat hukum atas kasus meninggalnya Munir kepada Komisi Nasional (Komnas) HAM, sebagai bagian dari pengaduan resmi kami, agar Komnas HAM bisa segera membuat keputusan bahwa Kasus Munir merupakan Pelanggaran HAM Berat sehingga proses penyelidikan berdasarkan UU Pengadilan HAM bisa segera dilakukan," kata mereka.
ADVERTISEMENT
"Selain itu, kami juga mendorong Komnas HAM untuk segera mengeluarkan penetapan Munir Said Thalib sebagai Prominent Human Right Defender dan menetapkan hari peringatan untuk para pembela HAM," sambungnya.
Berdasarkan data KASUM dkk, sebagai aktivis HAM, Munir sempat menerima banyak ancaman. Pada Agustus 2003, sebuah bom meledak di pekarangan rumah Munir. Pada 20022, kantor KontraS tempat Munir bekerja, diserang oleh segerombolan orang tak dikenal, yang menghancurkan perlengkapan kantor dan merampas dokumen penyelidikan pelanggaran HAM.
Dalam kasus pembunuhan Munir, tiga orang telah diadili. Mereka adalah eks pilot senior Garuda, Pollycarpus; eks Dirut Garuda, Indra Setiawan, dan Eks Sekretaris Chief Pilot Airbus Garuda, Rohainil Aini.
" Tiga orang yang diadili adalah pegawai Garuda Indonesia. Kami percaya, mereka tidak mungkin beraksi sendiri," kata mereka.
Eks pilot Garuda pembunuh Munir, Pollycarpus Budihari Priyanto. Foto: ANTARA
"Mantan agen Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Purwopranjono (Muchdi PR) diadili pada 2008, tetapi dinyatakan tidak bersalah dan para aktivis menyatakan bahwa proses peradilan berjalan tidak adil. Selain itu, Laporan Tim Independen Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir (TPF) pada 2005, yang dibentuk oleh pemerintah, diabaikan oleh pemerintah dan tidak pernah dipublikasikan," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Saat kasus Munir berjalan, Muchdi sedang menjabat sebagai Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN). Muchdi sempat ditetapkan sebagai tersangka dan disebut-sebut sebagai otak pembunuhan Munir.
Berdasarkan temuan TPF, terdapat 16 kali komunikasi antara Muchdi dengan Polly. Namun, melalui putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 31 Desember 2008, Muchdi dinyatakan bebas murni dari seluruh dakwaan jaksa. Hakim menilai seluruh dugaan, termasuk bukti percakapan, tidak bisa dijadikan bukti.
Presiden Joko Widodo memberikan orasi kebangsaan untuk menyambut 9.068 mahasiswa baru Universitas Gadjah Mada (UGM) secara virtual. Foto: UGM
Pada September 2016, Presiden Jokowi berjanji menyelesaikan kasus Munir. Namun hingga kini, pemerintah belum mempublikasikan Laporan TPF Munir.
"Hal ini melanggar Keputusan Presiden No. 111 Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir, yang mewajibkan pemerintah untuk mempublikasikan Laporan TPF," tutur mereka.
ADVERTISEMENT
"Dengan latar belakang itu, sungguh mengejutkan ketika Presiden Joko Widodo justru menunjuk AM Hendropriyono, mantan ketua BIN, sebagai tim transisi yang menyiapkan pemerintahannya ketika ia terpilih pertama kali pada 2014. Hendropriyono adalah kepala BIN pada saat pembunuhan Munir dan banyak kelompok HAM percaya bahwa ia terlibat dalam pembunuhan tersebut," tutupnya.
***
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona
***