Kasus Pungli di Pelabuhan Tanjung Priok Simbiosis Mutualisme, Harus Diputus

11 Juni 2021 12:30 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ahli Kriminologi, Adrianus Meliala. Foto: Darin Atiandina/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ahli Kriminologi, Adrianus Meliala. Foto: Darin Atiandina/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sopir truk kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, menyampaikan keluhan pungli ke Presiden Jokowi.
ADVERTISEMENT
Atas keluhan yang diterima, Jokowi pun langsung menelepon Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan memerintahkan untuk menuntaskan masalah tersebut.
Bicara soal pungli di Pelabuhan Tanjung Priok, Guru Besar Kriminologi Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, menyampaikan pandangannya kepada kumparan.
Menurutnya, ada tiga penyebab pungli terjadi di pelabuhan terbesar sekaligus pintu gerbang arus keluar masuk barang ekspor-impor tersebut.
Presiden Jokowi saat meninjau terminal kontainer di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Foto: Rusman/Biro Pers Sekretariat Presiden
"Pertama, akses masuk menuju pelabuhan sering macet sehingga truk berhenti dan pemalak bisa mendekati dan minta uang. Kemacetan terjadi karena arus terlalu besar dan jalan macet," tuturnya, Jumat (11/6).
Kedua, ia menyebut kegiatan pungli sendiri sudah diketahui polisi. Sayangnya, polisi dalam hal ini tidak menerjunkan anggota tetap dalam melakukan pengawasan. Hal itu yang menurut Adrianus menjadi pertanyaan besar.
ADVERTISEMENT
"Sebenarnya ini sudah menjadi pengetahuan polisi. Polisi dalam hal ini tidak menempatkan anggota yang stasioner (menetap) atau membuat pos polisi," kata mantan anggota Kompolnas dan Ombudsman RI ini.
Sejumlah kontainer terparkir di Terminal 3 Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Pekerja melakukan bongkar muat peti kemas di Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok. Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Pada poin ketiga, Adrianus membuat analisa lain terkait hubungan antara sopir truk, polisi, dan pelaku pungli. Ia melihat bahwa sopir truk memberikan uang untuk mendapat perlindungan, contohnya agar cepat masuk pelabuhan dan melakukan bongkar muat untuk bisa melanjutkan pekerjaannya yang lain.
Menurut Adrianus ini menjadi hubungan simbiosis mutualisme dari ketiga belah pihak.
"Sopir juga khawatir kalau tidak dikasih hari ini, lalu bakal diganggu terus. Karena dikasih, lama-lama jadi tuman," imbuhnya.
Adrianus juga menyoroti pungli yang kemungkinan juga dilakukan oleh polisi sendiri. Seperti halnya ketika sopir tidak melengkapi surat dan identitasnya, seperti KIR dan STNK.
ADVERTISEMENT
==