Kasus Sengketa Tanah Mbah Tupon, Polda DIY Periksa 3 Saksi

28 April 2025 13:48 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mbah Tupon (68) warga RT 04 Dusun Ngentak, Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, terancam kehilangan 1.655 meter persegi beserta dua rumahnya karen mafia tanah, Sabtu (26/4). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mbah Tupon (68) warga RT 04 Dusun Ngentak, Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, terancam kehilangan 1.655 meter persegi beserta dua rumahnya karen mafia tanah, Sabtu (26/4). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Kasus Mbah Tupon korban mafia tanah yang terancam kehilangan tanah seluas 1.655 meter persegi berserta rumahnya dan rumah sang anak, ditangani Polda DIY.
ADVERTISEMENT
Dirreskrimum Polda DIY Kombes Pol Idham Mahdi mengatakan sudah ada tiga saksi yang dimintai keterangan.
"Sudah ada tiga orang (yang dimintai keterangan)," kata Idham melalui pesan singkat, Senin (28/4).
Idham tidak mendetailkan siapa saja tiga orang ini. Namun mereka berasal dari pihak pelapor.
"(Yang polisi) interogasi saksi dari pihak pelapor," terangnya.
Spanduk bertuliskan "Tanah dan bangunan ini dalam sengketa" di RT 04 Dusun Ngentak, Kaluragan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, kepada Mbah Tupon korban mafia tanah. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Idham mengatakan proses penyelidikan kasus ini masih terus berlangsung.
Laporan kasus ini diterima Ditreskrimum Polda DIY pada 14 April lalu.

Kasus Mbah Tupon

Heri Setiawan (31), anak pertama Tupon, bercerita kasus ini bermula pada 2020 Tupon menjual sebagian tanahnya. Saat itu total tanah Tupon 2.100 meter persegi.
Tupon menjual sebagian tanahnya, seluas 298 meter persegi, ke seseorang berinisial BR. Tanah tersebut dijual Rp 1 juta per meternya.
ADVERTISEMENT
Uang hasil penjualan tanah itu digunakan untuk membangun rumah Heri yang berada di barat rumah Tupon.
Selain menjual sebagian tanahnya, Tupon saat itu berinisiatif menghibahkan sebagian tanahnya untuk jalan dan gudang RT.
"Terus bapak inisiatif mengasih jalan akses 90 meter persegi. Kemudian, bapak ngasih gudang RT sebesar 54 meter persegi," kata Heri ditemui di rumahnya, Sabtu (26/4).
Singkat cerita, proses jual beli dan pecah sertifikat sudah rampung, tak ada kendala. Sertifikat tanah sisa seluas 1.655 meter persegi kembali ke Tupon.
Namun BR masih memiliki utang pembayaran tanah senilai Rp 35 ke juta ke Tupon.
Saat itu sekitar 2021-an, BR menawarkan utangnya ke Tupon untuk dilunasi dalam bentuk membiayai pecah sertifikat Tupon yang seluas 1.655 meter persegi. Sertifikat dipecah menjadi jadi empat bagian yaitu untuk Tupon dan ketiga anaknya.
ADVERTISEMENT
"Ternyata yang terjadi malah balik nama atas nama IF. Dan diagunkan di bank senilai Rp 1,5 miliar," katanya.
Heri baru tahu sertifikat bapaknya berpindah nama setelah bank datang ke rumahnya. Bank datang pada 2024 dan terakhir 2025 untuk melakukan pengukuran.
Kasus ini telah Heri laporkan ke Polda DIY. Menurutnya ada lima terlapor dalam kasus ini yakni BR (pembeli tanah 298 meter persegi), TR (perantara BR), TRY (notaris), AR (notaris), dan IF (nama di sertifikat 1.655 meter persegi milik Tupon).