Kasus Timah, Eks Dirjen Minerba Didakwa Terima Rp 60 Juta & Perkaya Orang Lain

30 Desember 2024 22:20 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang pembacaan dakwaan eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono, Plt Kadis ESDM Kepulauan Bangka Belitung Supianto, dan eks Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk Alwin Albar, terkait kasus dugaan korupsi timah, Senin (30/12). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sidang pembacaan dakwaan eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono, Plt Kadis ESDM Kepulauan Bangka Belitung Supianto, dan eks Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk Alwin Albar, terkait kasus dugaan korupsi timah, Senin (30/12). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Eks Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Ariyono, didakwa menerima uang sebesar Rp 60 juta terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah.
ADVERTISEMENT
Hal itu terungkap saat Bambang menjalani sidang perdana atau pembacaan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/12).
Dalam persidangan itu, JPU juga membacakan surat dakwaan terhadap Plt. Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Supianto dan eks Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk Alwin Albar.
Dalam kasus itu, JPU menyebut bahwa uang itu diterima Bambang sebagai imbalan menyetujui Revisi Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) tahun 2019 PT Timah Tbk. Padahal, lanjut jaksa, Bambang mengetahui masih terdapat kekurangan yang belum dilengkapi di revisi itu.
"Yaitu aspek studi Amdal dan studi kelayakan untuk memfasilitasi PT Timah Tbk dalam mengakomodir pembelian bijih timah ilegal dari hasil penambangan ilegal di wilayah Cadangan marginal Wilayah IUP PT Timah Tbk," kata jaksa membacakan dakwaannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/12).
ADVERTISEMENT
"Serta memfasilitasi PT Timah Tbk dalam kegiatan kerja sama pengolahan, pemurnian, dan penglogaman dengan smelter swasta yang melakukan pengambilan dan pengolahan bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk," papar jaksa.
Jaksa menyebut bahwa Bambang juga tetap menerbitkan Persetujuan Project Area PT Timah Tbk walaupun kegiatan kerja sama sewa alat processing PT Timah Tbk dengan smelter swasta.
Smelter swasta yang dimaksud yakni PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Jaksa menjelaskan bahwa kegiatan kerja sama itu sudah dilaksanakan terlebih dahulu sebelum persetujuan penetapan Project Area. Bahkan, kerja sama tersebut tidak termuat di dalam Studi Kelayakan dan RKAB tahun 2019 PT Timah Tbk.
ADVERTISEMENT
"Sehingga PT Timah Tbk dan smelter swasta tersebut dapat dengan leluasa melakukan pengambilan dan pengolahan bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk," papar jaksa.
Karena menyetujui RKAB itu, jaksa mengungkapkan bahwa Bambang juga menerima fasilitas sponsorship kegiatan golf tahunan yang dilaksanakan oleh IKA Minerba Golf, Mineral Golf Club, dan Batu bara Golf Club yang difasilitasi oleh PT Timah Tbk.
Fasilitas itu yakni berupa doorprize tiga unit Handphone Iphone 6 seharga Rp 12.000.000 dan tiga unit jam Garmin seharga Rp 21.000.000.
Kejagung tahan eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono terkait kasus korupsi timah. Foto: Jonathan Devin/kumparan
Kemudian, untuk Supianto, jaksa menyebut bahwa ia didakwa melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyetujui RKAB tahun 2020 yang isinya tidak benar terhadap 2 smelter swasta yaitu PT Refined Bangka Tin (RBT) beserta afiliasinya dan PT. Menara Cipta Mulia yang merupakan afiliasi CV Venus Inti Perkasa.
ADVERTISEMENT
Jaksa menyebut, RKAB tersebut seharusnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan penambangan di wilayah IUP masing-masing perusahaan smelter dan afiliasinya.
"Akan tetapi, RKAB tersebut juga digunakan sebagai legalisasi untuk pengambilan dan mengelola bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk," kata jaksa.
Supianto juga disebut tidak melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan smelter beserta perusahan afiliasinya yang melakukan kegiatan pertambangan tidak sesuai dengan RKAB yang telah disetujui periode tahun 2020.
Akibatnya, tidak terlaksananya tata kelola pengusahaan pertambangan yang baik sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Dalam kenyataannya, jaksa mengatakan bahwa RKAB yang telah disetujui itu hanya formalitas untuk mengakomodir pengambilan dan pengelolaan bijih timah secara ilegal dari wilayah IUP PT Timah Tbk.
ADVERTISEMENT
Jaksa menjelaskan, Supianto juga tidak melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan pemegang Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) yang bermitra dengan PT Timah Tbk periode Januari 2020 sampai dengan Juni 2020.
"Sehingga, perusahaan pemilik IUJP yang bermitra dengan PT Timah Tbk tersebut dengan leluasa melakukan penambangan secara ilegal dan melakukan transaksi jual beli bijih timah kepada PT Timah Tbk selaku pemegang IUP, sehingga PT Timah Tbk seharusnya tidak membeli bijih timah yang berasal dari wilayah IUP-nya sendiri," tandas jaksa.
Kejagung limpahkan tersangka kasus korupsi timah, Alwin Albar, ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (5/12/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Selanjutnya, eks Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk Alwin Albar, didakwa melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai Direksi PT Timah Tbk.
Jaksa menyebut, Alwin Albar melaksanakan kerja sama antara PT Timah Tbk dengan sejumlah mitra jasa penambangan yang diketahui melakukan penambangan ilegal dan/atau menampung hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Alwin Albar juga merealisasikan pembayaran dari PT Timah Tbk kepada Mitra Jasa Penambangan seolah-olah sebagai Imbal Biaya Usaha Jasa Penambangan, yang didasarkan pada jumlah bijih timah yang dihasilkan penambang ilegal sesuai harga pasar pada saat transaksi.
Alwin Albar juga disebut membuat dan melaksanakan program pengamanan aset cadangan bijih timah di wilayah IUP PT Timah Tbk, yang dalam pelaksanaannya PT Timah Tbk membeli bijih timah dari penambang-penambang ilegal yang melakukan penambangan di Wilayah IUP PT Timah Tbk.
Jaksa menyebut, Alwin Albar juga melakukan pembayaran bijih timah sebanyak 5% dari kuota ekspor bijih timah kepada perusahaan smelter swasta yang diketahui telah melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Dalam pencatatannya, Alwin melakukan rekayasa seolah-olah pembayaran itu merupakan hasil produksi dari program Sisa Hasil Pengolahan (SHP) PT Timah Tbk.
ADVERTISEMENT
Alwin juga disebut melakukan sejumlah pertemuan dengan pemilik smelter swasta untuk mengadakan kerja sama sewa peralatan processing penglogaman.
Kerja sama itu, jelas jaksa, bertujuan mengakomodir kepentingan beberapa pemilik smelter swasta yang tidak memiliki Competent Person (CP) sehingga tidak dapat diterbitkan RKAB-nya, tetapi memiliki banyak stok bijih timah yang bersumber dari penambangan ilegal dari wilayah IUP PT Timah Tbk.
Jaksa menjelaskan bahwa perbuatan itu dilakukan Alwin Albar secara bersama-sama dengan dua terdakwa lainnya dalam kasus ini, yakni eks Dirut PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra.
Tak hanya itu, Alwin juga memerintahkan eks General Manager Operasi Produksi PT Timah Tbk Ahmad Haspani untuk menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) Borongan Pengangkutan SHP. Penerbitan itu untuk melegalkan kegiatan pembelian bijih timah yang didapat dari para penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah melalui CV. Salsabila Utama, CV. Indo Metal Asia, dan CV. Koperasi Karyawan Mitra Mandiri (KKMM).
ADVERTISEMENT
"Akan tetapi, perusahaan tersebut tidak melakukan kegiatan pengangkutan melainkan melakukan pembelian bijih timah illegal dari para penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk," ucap jaksa.
Jaksa menyebut bahwa Alwin bersama Mochtar Riza, Emil Ermindra, dan Harvey Moeis juga menyepakati harga sewa peralatan processing penglogaman timah sebesar USD 4.000/ton untuk PT Refined Bangka Tin dan USD 3.700/ton untuk 4 smelter.
Smelter yang dimaksud yakni PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan CV Venus Inti Perkasa. Hal itu dilakukan tanpa kajian atau studi kelayakan dengan kajian dibuat tanggal mundur.

Menguntungkan Orang Lain

Dalam dakwaan terungkap perbuatan para terdakwa menguntungkan sejumlah pihak lain. Berikut daftarnya:
ADVERTISEMENT
Perbuatan para terdakwa itu kemudian berujung pada timbulnya kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. Jaksa menyebut, akibat perbuatannya, ketiga terdakwa itu didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.