Kata Bawaslu soal Polemik Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

31 Desember 2022 1:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja memberikan keterangan pers terkait laporan tentang dugaan pelanggaran pemilu oleh Anies Baswedan lewat tabloid yang disebar di masjid di Malang, Jawa Timur, di Gedung Bawaslu, Jakarta, Kamis (29/9/2022). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja memberikan keterangan pers terkait laporan tentang dugaan pelanggaran pemilu oleh Anies Baswedan lewat tabloid yang disebar di masjid di Malang, Jawa Timur, di Gedung Bawaslu, Jakarta, Kamis (29/9/2022). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy'ari tentang sistem pemilu proporsional tertutup menimbulkan polemik, terlebih di elite politik. Wacana soal penerapan sistem yang sebenarnya sudah tak dipakai ini kembali mencuat dan didukung sejumlah elite.
ADVERTISEMENT
Menurut Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, sejatinya KPU sebagai penyelenggara pemilu tak perlu terlalu jauh membahas hal tersebut. Karena soal sistem pemilu itu ranahnya ada pada pembentuk undang-undang, dalam hal ini DPR dan Pemerintah.
Rahmat Bagja menegaskan, baik KPU maupun Bawaslu hanyalah sebagai penyelenggara saja.
"Penyelenggara pemilu itu tugasnya menyelenggarakan pemilu. Tugas untuk kemudian memikirkan kemudian pola dan lain-lain ada pada DPR dan Pemerintah,” kata Bagja ditemui di Kantor KPU, Jumat (30/12).
"Tidak pas kalau kita komentari hal seperti (itu), menurut saya tidak pada tempatnya kita mengomentari seperti itu, karena kita fokusnya adalah menyelenggarakan pemilu,” lanjutnya.
Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Saat ini, soal penerapan sistem pemilu dalam sejumlah pasal di UU Pemilu memang sedang dilakukan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) yang dimohonkan oleh enam orang pemohon. Tiga pemohon berasal dari parpol dan tiga lainnya non-parpol.
ADVERTISEMENT
Mereka memohon agar sistem pemilu kembali menjadi proporsional tertutup. Alasannya, norma-norma pasal yang berkenaan dengan sistem pemilu proporsional berbasis suara terbanyak, telah bermakna dibajak oleh caleg pragmatis.
Sehingga caleg hanya bermodal popular dan menjual diri, tanpa ada ikatan ideologis struktur partai politik, dan tidak memiliki pengalaman dalam mengelola organisasi partai politik atau organisasi berbasis sosial politik.
Mereka menilai, seharusnya ada otoritas kepartaian yang menentukan siapa saja yang layak menjadi wakil partai di parlemen setelah mengikuti pendidikan politik, kaderisasi, dan pembinaan ideologi partai.
Dalam sistem pemilu proporsional terbuka, salah satu poinnya memungkinkan bagi pemilih dapat memberikan suara bagi calon anggota dewan yang berkandidasi secara langsung. Sehingga, suara pemilih langsung tersalurkan, tanpa harus didistribusikan partai ke sosok tertentu.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari (tengah) menyampaikan keterangan kepada wartawan pada konferensi pers di KPU RI, Jakarta, Rabu (21/12/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Kembali ke Bagja, menurut dia berdasarkan putusan MK nantinya, jika dikabulkan, KPU akan menerbitkan atau merevisi peraturan KPU yang akan dikonsultasikan kepada Komisi II DPR.
ADVERTISEMENT
“Di situ lah kemudian komisi II DPR, pemerintah membicarakan hal tersebut, jadi kita lebih baik penyelenggara pemilu tidak ikut dalam perdebatan seperti itu,” pungkasnya.
Hasyim sudah memberikan penjelasan soal pernyataannya terkait sistem pemilu proporsional tertutup.
Dia menyebut hanya mengingatkan kepada parpol untuk tidak terburu-buru memasang spanduk atau baliho caleg. Karena ada gugatan di MK tersebut. Sebab, jika nantinya diputuskan untuk sistem proporsional tertutup, yang dipilih hanya partai politiknya saja.
“Saya tidak mengatakan bahwa arahnya sistem proporsional tertutup. Bahwa sedang ada gugatan terhadap ketentuan pemilu proporsional terbuka di MK. Itu, kan, kemungkinannya dua: dikabulkan dan ditolak,” kata Hasyim di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (30/12).
“Kalau dikabulkan kan arahnya tertutup. Kalau ditolak masih tetap terbuka. Dalam situasi yang kayak begini, saya menyarankan lebih baik orang-orang ini menahan diri. Kalau tiba-tiba, kan sangat mungkin nih keputusannya jadi tertutup,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Kini perdebatan justru ramai di kalangan elite politik. Ada yang mendukung sistem proporsional tertutup kembali diterapkan, ada juga yang menolak. Mereka turut memberikan alasan atas argumentasinya masing-masing.