Kata BPK soal 'Tarif WTP Kementan Rp 12 M': Oknum Akan Diproses Secara Kode Etik

10 Mei 2024 10:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
Gedung BPK RI. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gedung BPK RI. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sidang kasus dugaan korupsi Syahrul Yasin Limpo dkk menguak adanya auditor BPK yang diduga meminta uang sebagai imbal predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Kementerian Pertanian (Kementan). "Tarif" yang diminta auditor tersebut ialah Rp 12 miliar.
ADVERTISEMENT
BPK angkat bicara mengenai hal tersebut. Lembaga pemeriksa laporan keuangan negara itu menyatakan bahwa BPK tetap berkomitmen untuk menegakkan nilai-nilai dasar BPK yaitu independensi, integritas, dan profesionalisme dalam setiap pelaksanaan tugas.
Menurut BPK, setiap pemeriksaan dilakukan berdasarkan standar dan pedoman pemeriksaan serta dilakukan reviu mutu berjenjang (quality control and quality assurance). Terkait kasus adanya dugaan permintaan uang untuk WTP Kementan, BPK menyebut pelaku sebagai oknum.
"Apabila ada kasus pelanggaran integritas, maka hal tersebut dilakukan oleh oknum yang akan diproses pelanggaran tersebut melalui sistem penegakan kode etik," bunyi keterangan BPK dikutip dari situs resminya, Jumat (10/5).
BPK menyatakan dukungan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dan tidak mentolerir tindakan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, Kode Etik, standar dan pedoman pemeriksaan. "BPK menghormati proses persidangan kasus hukum tersebut, dan mengedepankan asas praduga tak bersalah," bunyi keterangan BPK.
ADVERTISEMENT
Sebagai pencegahan, BPK telah membangun sistem penanganan atas pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) dan program pengendalian gratifikasi untuk memitigasi risiko terjadinya pelanggaran kode etik BPK. Termasuk pemrosesan dan pemberian hukuman kepada oknum di BPK yang terbukti melanggar kode etik, melalui Majelis Kehormatan Kode Etik BPK.
Syahrul Yasin Limpo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (6/5/2024). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Dugaan adanya "tarif WTP" itu terungkap ketika Jaksa KPK mencecar Hermanto, Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang SYL dkk.
Kala itu, Jaksa mempertanyakan proses penilaian atau audit BPK terhadap laporan keuangan Kementan. Sebab, terungkap adanya dugaan wajib iuran bagi pegawai Kementan untuk memenuhi kebutuhan SYL. Salah satu cara pengumpulan dana itu ialah dengan SPJ fiktif.
Laporan audit yang ditanyakan Jaksa KPK ialah pada 2022-2023 ketika Hermanto menjabat. Muncul kemudian nama Victor Daniel Siahaan selaku auditor.
ADVERTISEMENT
Menurut Hermanto, ada permintaan dana agar Kementan mendapat WTP. Sebab, berdasarkan pemeriksaan ditemukan sejumlah temuan, sehingga Kementan terancam tidak mendapat WTP.
“Terkait hal tersebut bagaimana, apakah kemudian ada permintaan atau yang harus dilakukan Kementan agar menjadi WTP?” tanya jaksa.
“Ada, waktu itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan untuk nilainya kalau enggak salah diminta Rp 12 miliar untuk Kementan,” ungkap Hermanto.
"Diminta Rp 12 miliar oleh pemeriksa BPK itu?” jaksa mempertegas.
“Iya, Rp 12 miliar oleh Pak Victor, tadi,” kata Hermanto.
Hermanto menjelaskan, bahwa awalnya Victor meminta Rp 10 miliar. Tapi lalu dinaikkan jadi Rp 12 miliar karena dianggap terlalu sedikit.
Yang didengar Hermanto, permintaan uang itu dipenuhi. Namun, tidak sepenuhnya Rp 12 miliar.
ADVERTISEMENT
Karena hanya dipenuhi Rp 5 miliar, auditor BPK tersebut terus menagih. Mengejar-ngejar Kementan.
“Ditagih tidak kekurangannya, kan diminta Rp 12 M tuh?” tanya jaksa.
“Ya, ditagih terus,” kata dia.
“Saksi tahunya ditagih dari siapa?” tanya jaksa.
“Ya dari Victor,” kata Hermanto.
Uang yang digunakan memenuhi permintaan BPK tersebut diperoleh dari vendor yang kerap bekerja sama dengan Kementan.
Belum ada pernyataan dari Victor terkait dugaan permintaan uang tersebut.