Kata Diaspora RI di AS soal Wacana Dwikewarganegaraan: Ini Harapan Kami

18 Februari 2025 12:00 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Uly Siregar (kedua dari kanan), diaspora RI yang tinggal di AS. Foto: Dok. Uly Siregar
zoom-in-whitePerbesar
Uly Siregar (kedua dari kanan), diaspora RI yang tinggal di AS. Foto: Dok. Uly Siregar
ADVERTISEMENT
Wacana Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra untuk mengkaji dwikewarganegaraan di Indonesia mendapatkan respons positif dari diaspora RI yang tinggal di AS.
ADVERTISEMENT
Diaspora RI yang menetap di AS, Uly Siregar, menyambut positif wacana ini. Ia bahkan berharap agar dwikewarganegaraan dapat segera dilaksanakan di Indonesia.
"Segera dilaksanakan dwikewarganegaraan, daripada semakin banyak WNI berkualitas pindah jadi warga negara lain dan support diaspora supaya WNI juga bisa jadi warga dunia yang tersebar di seluruh dunia," kata Uly dalam percakapan lewat WhatsApp dengan kumparan, Selasa (18/2).
Influencer di media sosial X ini mengatakan, dwikewarganegaraan merupakan salah satu harapan diaspora yang masih teguh mempertahankan status WNI meski sudah lama menetap di luar negeri.
"Dual citizenship itu salah satu yang menjadi harapan kami yang sampai saat ini masih setia menjadi WNI meski sudah bisa mengganti kewarganegaraan. Seperti saya, misalnya, sudah hampir 20 tahun di AS tapi tetap setia enggak mau ganti warga negara AS meski sejak tahun ketiga tinggal di sini sudah bisa kalau mau pindah jadi warga negara AS," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Uly mengungkapkan ada sejumlah alasan kenapa tetap mempertahankan status WNI meski sudah puluhan tahun tinggal di AS. Selain faktor romantisme dan patriotisme, Uly juga mempertimbangkan faktor pragmatisme.
"Saya masih memiliki aset tanah di Indonesia. Kalau saya tinggalkan WNI, saya tak lagi berhak memiliki aset di Indonesia. Plus, ada juga tercetus pemikiran, mungkin saya nanti akan menghabiskan masa tua kembali ke Indonesia," tuturnya.

Kekuatan Paspor AS

Meski demikian, Uly tidak menampik godaan untuk pindah menjadi warga negara AS. Apalagi, paspor AS jauh lebih kuat dari paspor Indonesia.
Ilustrasi paspor Indonesia. Foto: askaraputra/Shutterstock
"Jauh lebih mudah traveling dengan paspor AS daripada paspor Indonesia. Untuk saya, kekuatan paspor cuma sebatas untuk liburan. Tapi untuk orang Indonesia lain yang berkarier di sini, bukan sekali dua kali kalau saya dengar, kesempatan mereka untuk business trip ke luar negeri jadi terhambat karena mereka tidak bisa pergi ke negara Eropa, misalnya, secara mendadak. Untuk kita di Arizona, harus terbang dulu ke LA mengurus visa. Hal-hal kayak gini, kan, mengganggu produktivitas," jelasnya.
ADVERTISEMENT
"Beberapa jenis pekerjaan terutama federal job juga di AS tidak bisa kita apply karena kita bukan warga negara. Ini membatasi pilihan karier kita," lanjutnya.
Menurut Uly, dwikewarganegaraan akan sangat menguntungkan diaspora Indonesia. Khususnya bagi diaspora yang menikah dengan WN asing jika terjadi perceraian dan pertikaian hak asuh anak.
"Kalau terjadi perceraian dan pertikaian hak asuh anak, kecil kemungkinan hak asuh anak yang lahir di AS -- berarti warga negara AS -- diberikan kepada orang tua yang bukan warga negara AS. Ini menyulitkan banget buat kita yang WNI. Banyak kisah sedih diaspora tentang perceraian dan hak asuh anak," tuturnya.
Sementara secara ekonomi, sering ditemui kasus WNI yang sulit mencari pekerjaan karena bukan warga negara AS.
ADVERTISEMENT
"Teman saya dengan sangat berat dan sedih terpaksa pindah warga negara AS karena pekerjaannya membutuhkan clearance yang hanya bisa diberikan kepada warga negara, bukan permanent residence atau pemegang green card," tuturnya lagi.

Masalah Pajak dan Hak Politik Dwikewarganegaraan

Hal lain yang menjadi pertanyaan jika WNI memiliki dwikewarganegaraan adalah masalah pajak dan hak pilih dalam pemilihan umum. Ada yang khawatir WNI dengan dwikewarganegaraan harus membayar double tax.
Terkait pajak, Uly berpendapat pajak seharusnya dibayar ketika yang bersangkutan tinggal atau bekerja di negara yang bersangkutan.
"Berat kalau harus membayar double tax. Mungkin ini yang harus dipikirkan matang-matang, jangan sampai justru malah memberatkan diaspora," katanya.
Sementara soal hak pilih, Uly juga berpendapat seharusnya bisa menggunakan hak pilih di AS karena akan lebih berdampak pada kehidupannya di sana.
ADVERTISEMENT
"Tapi sepertinya saya akan lebih menggunakan hak pemilu di Indonesia," ungkapnya.
Uly Siregar, diaspora RI yang tinggal di AS. Foto: Dok. Uly Siregar

Pertaruhan Nasionalisme Bagi WNI dengan Dwikewarganegaraan

Hal lain soal dwikewarganegaraan adalah isu soal nasionalisme. Ada yang menilai dengan dwikewarganegaraan, nasionalisme yang bersangkutan akan berkurang.
Menurut Uly, nasionalisme tidak bisa diukur dari di mana si WNI itu tinggal atau berkarier. Apalagi, sudah banyak WNI yang meninggalkan Indonesia untuk mencari kehidupan atau karier yang lebih baik.
Ia mengatakan, nasionalisme seharusnya muncul secara natural, bukan sebatas romantisme seperti tetap makan makanan Indonesia atau terharu mendengar lagu kebangsaan Indonesia Raya.
"Nasionalisme harusnya muncul secara natural karena kita bangga dengan Indonesia karena Indonesia patut dibanggakan. Jadi jangan harap nasionalisme yang solid dan kuat kalau negara dan penyelenggara negara ngawur," pungkasnya.
ADVERTISEMENT