Kata Jaksa Agung ST Burhanuddin soal Pengurus Parpol Tak Bisa Jadi Jaksa Agung

5 Maret 2024 17:26 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jaksa Agung, ST Burhanuddin melantik Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan Bali di Kejagung, Jakarta, Selasa (6/2/2024). Foto: Kejagung
zoom-in-whitePerbesar
Jaksa Agung, ST Burhanuddin melantik Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan Bali di Kejagung, Jakarta, Selasa (6/2/2024). Foto: Kejagung
ADVERTISEMENT
Jaksa Agung ST Burhanuddin enggan mengomentari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menambahkan syarat untuk menjadi Jaksa Agung. Dalam putusannya, MK menyatakan pengurus partai politik tidak bisa menjadi Jaksa Agung.
ADVERTISEMENT
“Wah, aku enggak komentar dulu,” ucap ST Burhanuddin saat ditemui di Gedung Kejaksaan Agung RI, Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa (5/3).
Gugatan Nomor 6/PUU-XXII/2024 itu diajukan oleh seorang jaksa bernama Jovi Andrea Bachtiar. Namun, Burhanuddin menyebut bahwa gugatan itu bukan diajukan Kejaksaan secara institusi.
"Bukan aku yang ngajuin, loh. Bukan Kejaksaan yang ngajuin," ucap Burhanuddin.
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan bahwa Kejaksaan Agung menyambut baik putusan MK tersebut.
Menurut Sumedana, selama kepemimpinan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, penegakan hukum murni untuk kepentingan hukum. Ia menekankan bahwa penegakan hukum oleh kejaksaan selama kepemimpinan Burhanuddin selaku Jaksa Agung tanpa campur tangan politik.
"Sebagaimana yang telah berjalan selama ini di bawah kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanudin, penegakan hukum yang dilakukan adalah murni kepentingan hukum tanpa adanya campur tangan politik," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Adapun Burhanuddin merupakan Jaksa Agung yang ke-24. Sejak berdiri 12 Agustus 1945 sampai sekarang, jabatan Jaksa Agung dari kalangan parpol pernah dijabat oleh Baharuddin Lopa periode 6 Juni-3 Juli 2001 dari Partai Golkar dan Marzuki Darusman periode 29 Oktober 1999-1 Juni 2001 yang merupakan jaksa karier dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
MK sepakat posisi Jaksa Agung memerlukan independensi dan netralitas dalam menjalankan tugasnya, sehingga idealnya Jaksa Agung harus bebas dari afiliasi dengan partai politik. Keterkaitan Jaksa Agung dengan partai politik terlebih sebagai pengurus suatu partai politik akan menimbulkan konflik kepentingan.
Terafiliasinya Jaksa Agung dengan partai politik akan memengaruhi persepsi netralitas dalam penuntutan serta profesionalisme dalam menjaga integritas dan independensinya.
Menurut MK, seorang pengurus partai politik lebih memiliki keterikatan yang kuat terhadap partainya. Sebab, seorang pengurus memilih untuk terlibat lebih dalam dengan partainya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pertimbangan itu, MK pun sepakat perlu ada syarat bahwa pengurus parpol harus sudah keluar 5 tahun dari partai politik sebelum diangkat menjadi Jaksa Agung.
Waktu 5 tahun dipandang cukup untuk memutuskan berbagai kepentingan politik dan intervensi partai politik terhadap Jaksa Agung tersebut.
Sementara bagi calon yang merupakan anggota partai politik cukup melakukan pengunduran diri sejak dirinya diangkat menjadi Jaksa Agung.