Kata Kemendikbudristek soal Ungkapan Kuliah Hanya untuk Orang Kaya

15 Mei 2024 16:44 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Plt. Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Tjitjik Sri Tjahjandarie dalam acara Taklimat Media tentang Penetapan Tarif UKT di Lingkungan Perguruan Tinggi Negeri di kantor Kemendikbudristek, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024). Foto: Fadlan Nuril Fahmi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Plt. Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Tjitjik Sri Tjahjandarie dalam acara Taklimat Media tentang Penetapan Tarif UKT di Lingkungan Perguruan Tinggi Negeri di kantor Kemendikbudristek, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024). Foto: Fadlan Nuril Fahmi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Plt. Sekretaris Ditjen Dikti Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie, menyatakan bahwa perguruan tinggi harus bersifat inklusif. Artinya, perguruan tinggi harus dapat diakses untuk semua kalangan masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Seperti yang saya sampaikan tadi, perguruan tinggi bersifat inklusif, harus dapat diakses oleh yang kurang mampu dan yang mampu secara ekonomi," kata Tjitjik saat dikonfirmasi kumparan, Rabu (15/5).
Tjitjik menyebut, ada 26,63 persen jumlah mahasiswa yang kini dikenakan kategori UKT 1, UKT 2 dan UKT nol rupiah. UKT nol rupiah diisi oleh mahasiswa peserta KIP-Kuliah, sementara kategori UKT 1 sebesar 0 sampai Rp 500.000 dan UKT 2 Rp 1.000.000.
"Data menunjukkan bahwa proporsi jumlah mahasiswa dengan UKT 1, 2 dan yang UKT nol (mendapat beasiswa) lebih dari 20%. Rerata data seluruh PTN yang dikenakan kelompok UKT 1, 2 dan UKT nol rupiah sebesar 26,63%," ucap Tjitjik.
"Artinya perguruan tinggi bukan hanya untuk orang kaya saja," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi memprioritaskan pendanaan pendidikan terpusat pada program wajib belajar 12 tahun, program ini mencakup pendidikan SD, SMP dan SMA.
"Sebenarnya ini tanggungan biaya yang harus dipenuhi agar penyelenggaraan pendidikan itu memenuhi standar mutu, tetapi dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education (pendidikan tinggi). Jadi bukan wajib belajar," ujar Tjitjik dalam paparannya, Rabu (15/5).
Kemudian, dengan tidak masuknya pendidikan tinggi ke dalam program wajib belajar, maka pendanaan dari Kemendikbudristek terpusat pada instansi yang masuk ke dalam wajib belajar 12 tahun.
Namun Kemendikbudristek juga tetap mengucurkan bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) sebagai bantuan biaya dari pemerintah untuk PTN yang kekurangan biaya operasional pendidikan.
ADVERTISEMENT
"Apa konsekuensinya karena ini adalah tertiary education? Pendanaan pemerintah untuk pendidikan itu difokuskan, diprioritaskan untuk pembiayaan wajib belajar. Karena itu amanat undang-undang. Sehingga bagaimana untuk pendidikan tinggi? Tentunya pemerintah memberikan tetap bertanggung jawab, tapi dalam bentuk bantuan operasional perguruan tinggi negeri yang kita sebut dengan BOPTN," tuturnya.