KawalCOVID19: Vaksinasi Berbayar Dibatalkan Jokowi, tapi Aturannya Belum Dicabut

22 Juli 2021 12:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sentra vaksinasi COVID-19 di Gedung Serbaguna GOR Cendrawasih, Cengkareng, Jakarta Barat.  Foto: Jakpro
zoom-in-whitePerbesar
Sentra vaksinasi COVID-19 di Gedung Serbaguna GOR Cendrawasih, Cengkareng, Jakarta Barat. Foto: Jakpro
ADVERTISEMENT
Kawal COVID-19 mengkritisi adanya vaksinasi berbayar yang sempat diwacanakan diterapkan di Indonesia melalui Kimia Farma. Saat ini, program tersebut sudah dibatalkan oleh Presiden Jokowi, tetapi aturan yang memuatnya yakni Permenkes Nomor 19 Tahun 2021 belum dicabut.
ADVERTISEMENT
Belum dicabut atau direvisinya aturan ini membuat Kawal COVID-19 mendesak adanya pencabutan tersebut. Jangan sampai, kata mereka, Jokowi benar-benar menjadi sosok King of Lip Service yang pernah dikatakan oleh BEM UI.
"Kami akan terus mendorong untuk aturan vaksinasi berbayar ini dicabut, karena Presiden Jokowi katakan bahwa dibatalkan tapi kami belum melihat aturannya dicabut. Jangan sampai mahasiswa katakan ini beneran king of lip service karena katakan dibatalkan tetapi aturannya belum dicabut, maka kita dorong pemerintah untuk mencabut PMK 19 tahun 2021 yang dikeluarkan Menkes," kata Inisiator koalisi Lapor Covid-19 Irma Hidayana, dalam diskusi yang digelar oleh ICW, Kamis (22/7).
Irma sangat menyayangkan sempat adanya rencana vaksinasi berbayar ini. Ia menilai, ada sekelompok pihak yang memiliki kepentingan ekonomi dan politik memanfaatkan kondisi pandemi dengan membuat program tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kami salah satu yang paling getol mengkritisi vaksin berbayar ini ya. Jadi menurut kami, ini kesimpulannya sudah mengambil untung di tengah pandemi, tidak ada negara lain yang saat ini melakukan pendekatan vaksinasi berbayar di saat cakupan vaksinasi itu belum banyak," kata dia.
Irma mengatakan, negara lain memang sudah ada yang menerapkan vaksinasi berbayar. Seperti Singapura yang menawarkan vaksin Sinovac berbayar. Tetapi dengan catatan negara tersebut sudah luar biasa banyak cakupan vaksinasinya.
"Di Taiwan juga sama menawarkan vaksinasi berbayar dengan catatan terjadi surplus vaksin, dengan catatan juga target populasi untuk divaksin sebagian besar sudah terpenuhi," kata dia.
Program vaksinasi corona massal Nakes di Graha Sabha Kampus UGM Yogyakarta, Kamis (28/1). Foto: Kemkes RI
"Jadi vaksinasi ini kan pada saat krisis ini seharusnya pemerintah mengutamakan yang paling rentan dulu divaksin, itu harus divaksin dan dipastikan terlindungi. Nakes, pasien dengan komorbid dari yang tua menurun ke yang muda, dan itu yang direkomendasikan oleh WHO," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Namun berbeda, di Indonesia cakupan vaksinasinya masih rendah. Selain itu kelompok prioritas penerima vaksin pun beragam. Mulai dari pekerja media kreatif, pekerja seni, bahkan pekerja sektor publik pun menjadi prioritas. Atas dasar itu, vaksinasi berbayar perlu ditolak, karena selain motif ekonomi, cakupan vaksinasi corona di Indonesia juga masih rendah.
Sebelumnya, Presiden Jokowi sudah membatalkan vaksinasi corona berbayar bagi individu yang rencananya diselenggarakan oleh Kimia Farma. Hal ini disampaikan oleh Seskab Pramono Anung. Menurut keterangannya, pembatalan tersebut dilakukan setelah Presiden mendapat beberapa masukan dan juga respons dari masyarakat.
Adanya keputusan tersebut, Pramono mengatakan bahwa vaksinasi corona bagi seluruh rakyat Indonesia gratis. Tak ada pengecualian. Sedangkan untuk pemberian Vaksinasi Gotong Royong (VGR), Pramono menyebut distribusinya akan tetap melalui perusahaan. Dengan kata lain, perusahaan yang akan membayar, bukan karyawan.
ADVERTISEMENT