Semangat Bersekolah Anak Bengkayang yang Minta Tas ke Jokowi

5 April 2017 20:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Anak-anak Bengkayang minta tas ke Pak Jokowi (Foto: instagram/@anggitpurwoto)
“Pak Jokowi Minta Tas”
Kata-kata tersebut keluar dari mulut kecil empat siswa SD berdiri diri di depan kelas SDN 04. Sungkung, Bengkayang, Kalimantan Barat. Siswa bernama Revan, Heri Aprianto, Jhembo, dan Eligen Thomas sehari-harinya berangkat sekolah dengan bermodalkan sebuah kantong kresek.
ADVERTISEMENT
Dalam video yang diunggah oleh instagram @anggitpurwoto 1 pekan yang lalu, penampilan keempat siswa jauh dari kata layak. Pakaiannya lusuh, resleting mereka jebol, dan yang parahnya, mereka tidak memiliki tas. Di dalam kresek, hanya ada satu buku tulis dan satu pensil.
"Tidakkah kalian merasa kasihan, masih adakah hati nurani kalian? Mereka hanya minta tas untuk membawa buku yang mungkin bertuliskan mimpi-mimpi kecil mereka," tulis Anggit Purwoto dalam akun Instagramnya seperti dikutip kumparan (kumparan.com), Rabu (5/4).
Pemiliknya, Anggit Purwoto, adalah guru yang mengikuti program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk mengabdikan dirinya untuk kemajuan pendidikan di daerah terpencil. Anggit saat ini mengajar di SMA Negeri 1 Siting. Sambil lalu, ia menjadi pengajar sukarela di SD Negeri 4 Sungkung.
ADVERTISEMENT
Pemandangan itulah yang terjadi di Desa Sungkung, Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat. Jaraknya tidak jauh dari Kabupaten Entikong, daerah terdepan Indonesia yang berbatasan dengan Serawak.
Ketika dihubungi kumparan, Anggit bercerita bahwa pemandangan siswa sekolah yang lusuh banyak ditemui di Desa Sungkung.
“Bukan hanya empat anak, ada banyak anak yang tidak punya tas. Kebetulan ada 4 SD yang kondisinya sama. Yang terekspos hanya seperti itu,” ujarnya ketika dihubungi kumparan melalui sambungan telepon, Rabu (5/4).
“Seragamnya lusuh, tidak punya alas kaki, dan tidak punya tas," sambung dia.
Akses menuju Desa Sungkung, Bengkayang, Kalbar (Foto: Instagram: @anggitpurwoto)
Anggit mengakui bahwa keterbatasan fasilitas menjadi pangkal persoalan. “Karena akses menuju ke sana sangat ekstrem. Harga eceran tertinggi tidak berlaku. Semuanya mahal," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Dibutuhkan dua hari untuk mencapai Sungkung dari ibukota Kabupaten Bengkayang. Perjalanan harus singgah di kecamatan Entikong yang merupakan wilayah Kabupaten Sanggau.
Untuk mencapai Desa Sungkung, ada dua pilihan, jalur darat atau jalur sungai. Jalur darat ditempuh menggunakan ojek seharga Rp 500 ribu selama 5 jam.
Ojek digunakan karena akses masuk menuju ke Desa Sungkung hanya ada satu jalan sempit dan tidak beraspal. “Hanya ada satu jalan hasil cangkulan masyarakat,” ujar Anggit.
Jika membawa barang bawaan, masyarakat mengharuskan melalui jalur sungai dengan perahu. “Waktu tempuh jalur laut 10 jam. Jalur laut harus melewati air terjun yang mana harus berhenti dan perahunya diangkut. Kalau bawa barang banyak harus naik perahu, dan sekali carteran 4,5 juta," bebernya.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini menyebabkan harga menjadi di luar nalar. Anggit mengilustrasikan, harga semen di Entikong berkisar Rp 80 ribu. Jika dibawa ke Sungkung, harganya bisa sampai Rp 450 ribu. Gas LPG bisa mencapai Rp 80 ribu.
Alat tulis juga minim. Harganya juga melangit membuat kehidupan warga Sungkung yang sebagian besar berprofesi petani benar-benar sulit.
“Harga pulpen dan pensil Rp 5 ribu, harga buku tulis satunya Rp 8 ribu. Jarang ada yang menjual tas,” ucapnya. Anggit bercerita bahwa masing-masing anak hanya punya satu buku tulis dan satu pensil. Buku tulis mereka sudah kusut, pensil mereka sudah pendek, habis digunakan untuk menimba ilmu tanpa bisa mendapat gantinya.
Tidak hanya peranti para siswa, tempat mereka belajar pun tidak kalah menyedihkan. “Fasilitas pendidikan juga kurang memadai. Tidak ada listrik sama sekali. Kondisi WC rusak.”
ADVERTISEMENT
Salah satu yang terparah menurutnya adalah SMP Negeri 2 Siding. Murid-murid SMP bersekolah tanpa pelindung. Kegiatan belajar mengajar terlihat jelas ketika orang melintas di pinggir.
Para pelajar di Desa Sungkung, Bengkayang, Kalbar. (Foto: Instagram: @anggitpurwoto)
Anggit mengaku belajar banyak hal tentang bagaimana mereka bersahaja di tengah keterbatasan. “Walaupun dengan seragam merah putih yang sudah lusuh, dia masih memilih memakai seragam tersebut. Bukan kaus yang kondisinya lebih bagus” ungkap Anggit menceritakan semangat anak-anak tersebut.
Keriangan mereka yang bersekolah dengan seragam lusuh dan tas kresek menjadi pilu bagi mereka yang punya fasilitas untuk sekolah dengan perlengkapan ‘wajar’.
Andai anak-anak Sungkung itu tahu istilah ‘pemerataan ekonomi’, ‘pendidikan yang layak’, dan ‘pembangunan infrastruktur’, mungkin mereka akan meminta hak mereka lebih dari sekadar sebuah tas sekolah.
ADVERTISEMENT