Keinginan Trump Ambil Alih Gaza Dianggap Sama dengan Pembersihan Etnis

5 Februari 2025 13:23 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Prodi Pascasarjana Kajian Timur Tengah dan Islam SKSG Universitas Indonesia, Yon Machmudi. Foto: Amrizal Papua/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Prodi Pascasarjana Kajian Timur Tengah dan Islam SKSG Universitas Indonesia, Yon Machmudi. Foto: Amrizal Papua/kumparan
ADVERTISEMENT
Usulan Donald Trump untuk mengambil alih Gaza menuai kritik keras.
ADVERTISEMENT
Guru Besar FIB UI dan Pakar Timur Tengah, Yon Machmudi, menilai langkah tersebut berbahaya jika tidak mempertimbangkan sejarah dan status hukum Gaza sebagai wilayah pendudukan.
“Gaza dan Tepi Barat adalah tanah yang diduduki Israel secara ilegal. Jika rencana Trump tidak mengakui hal ini dan justru meminta rakyat Palestina direlokasi, itu bertentangan dengan keadilan dan perdamaian,” kata Yon kepada kumparan.
Menurutnya, solusi untuk Gaza adalah mengembalikan hak rakyat Palestina untuk hidup damai di wilayah mereka sendiri, bukan mengosongkan daerah tersebut demi kepentingan pihak lain.
ADVERTISEMENT
Dari perspektif hukum, Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana, juga menilai rencana ini bisa dikategorikan sebagai pembersihan etnis karena melibatkan pemindahan paksa penduduk.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Foto: Jim Watson/AFP
Di Amerika Serikat, rencana Trump memindahkan warga Gaza juga ditentang banyak pihak.
Senada dengan pengamat dalam negeri, Anggota Kongres AS Rashida Tlaib menyebut proposal ini sebagai pembersihan etnis dan menuding Trump mendukung kejahatan perang Israel.
“Presiden ini secara terbuka menyerukan pembersihan etnis sambil duduk di samping penjahat perang,” tulis Tlaib di X, seperti diberitakan Guardian.
Mantan anggota Kongres Republik, Justin Amash, yang keluarganya diusir dari Palestina pada 1948, juga mengecam keras usulan ini.
“Jika AS mengerahkan pasukan untuk memaksa Muslim dan Kristen—seperti sepupu-sepupu saya—keluar dari Gaza, maka AS akan bersalah atas kejahatan pembersihan etnis,” ujar Amash.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump berbincang dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat melaksanakan pertemuan di Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat, Selasa (4/2/2025). Foto: Andrew Caballero-Reynolds/AFP
Menariknya, Trump mengeklaim telah mendapat persetujuan dari pemimpin Timur Tengah terkait rencananya untuk mengambil alih Jalur Gaza.
ADVERTISEMENT
Ia juga menambah tekanan pada Mesir dan Yordania untuk menerima warga Gaza. Meski, Mesir dan Yordania sudah beberapa kali menyatakan penolakan, dan warga Palestina juga dengan tegas menolak gagasan Trump itu.
Menurut Trump, rencananya ini akan membuat Gaza menjadi Riviera-nya Timur Tengah. Riviera terletak di pesisir Mediterania antara Cannes di Prancis dan La Spezia di Italia.
“Ini akan menjadi sesuatu yang luar biasa,” kata Trump.
Menyambut baik, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut rencana Trump dapat mengubah sejarah dan layak untuk diperhatikan.
Utusan Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York pada Selasa (12/11/2024). Foto: YouTube/ United Nations
Utusan Palestina untuk PBB Riyad Mansour pun menolak keras usulan Trump.
“Tanah air kami adalah tanah air kami. Dan saya rasa pemimpin dan masyarakat harus menghormati keinginan warga Palestina,” kata Mansour.
ADVERTISEMENT
Warga Gaza juga mengecam rencana mengambil alih Gaza yang diungkapkan Trump.
“Dia pikir Gaza adalah tumpukan sampah. Sama sekali tidak!” kata penduduk kota Rafah, Hatem Azzam.