Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.98.2
Kejagung Dalami Peran Riza Chalid di Kasus Dugaan Korupsi Minyak
26 Februari 2025 13:38 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung (Kejagung) akan mendalami peran pengusaha minyak, Riza Chalid, dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang yang merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun.
ADVERTISEMENT
"Itu yang akan didalami oleh penyidik (peranan Riza Chalid)," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, kepada wartawan, Rabu (26/2).
Dalam prosesnya, Kejagung telah menggeledah rumah Riza di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dari sana ditemukan sejumlah barang bukti yang diduga berkaitan dengan perkara tersebut.
"Kenapa ada di rumah yang bersangkutan? Apakah bagaimana perannya dan seterusnya, tentu ya itu yang akan dicari benang merahnya oleh penyidik," ujarnya.
Sejumlah barang bukti yang disita Kejagung dari rumah Riza, yakni uang tunai sejumlah Rp 857.528.000, dokumen, dan barang bukti elektronik.
Nama Riza ikut terseret dalam pusaran kasus korupsi itu usai anaknya, Muhammad Kerry Andrianto Riza, ditetapkan sebagai tersangka. Dia merupakan salah satu dari tujuh tersangka yang dijerat Kejagung.
ADVERTISEMENT
Empat tersangka lainnya di antaranya merupakan petinggi di subholding Pertamina. Sementara dua lainnya dari pihak swasta.
Perkara ini terjadi pada 2018-2023. Pemerintah mencanangkan agar pemenuhan minyak mentah wajib berasal dari dalam negeri. Pertamina, diwajibkan mencari pasokan minyak bumi dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor. Hal itu telah diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Permen ESDM Nomor 42 Tahun 2018.
Namun ternyata, diduga ada pengkondisian untuk menurunkan produksi kilang sehingga hasil produksi minyak bumi dalam negeri tidak sepenuhnya terserap.
"Pada akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor," ungkap Dirdik Kejagung, Abdul Qohar, Senin (24/2).
Pada saat yang sama, produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS juga dengan sengaja ditolak.
ADVERTISEMENT
Alasannya, produksi minyak mentah oleh KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harganya masih sesuai Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
Tak hanya itu, produksi minyak mentah dari KKKS juga dinilai tidak sesuai spesifikasi. Namun faktanya, minyak yang diproduksi masih dapat diolah sesuai dengan spesifikasi.
"Pada saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan dua alasan tersebut, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan ekspor," jelas Qohar.
Dua anak perusahaan Pertamina kemudian melakukan impor minyak mentah dan produk kilang. Di mana, perbedaan harga pembelian minyak bumi impor sangat signifikan dibandingkan dari dalam negeri.
Dalam kegiatan ekspor minyak juga diduga telah terjadi kongkalikong pengaturan harga dan menyebabkan kerugian negara.
"Seolah-olah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan demut atau broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi melalui spot yang tidak memenuhi persyaratan," ucap Qohar.
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh pembelian tersebut, yakni seakan-akan membeli minyak RON 92 tetapi sebenarnya yang dibeli adalah RON 90 yang kemudian diolah kembali.
Selain itu, ada juga dugaan mark up kontrak dalam pengiriman minyak impor. Sehingga, negara perlu membayar biaya fee tersebut sebesar 13-15 persen.
Atas perbuatan para tersangka ini, menyebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak yang akan dijual ke masyarakat. Sehingga, pemerintah perlu memberikan kompensasi subsidi yang lebih tinggi bersumber dari APBN.