Kejagung Geledah Rumah Pengusaha Minyak Riza Chalid dan Anaknya

25 Februari 2025 15:34 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
Riza Chalid Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Riza Chalid Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah sejumlah lokasi terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang pada PT. Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), pada 2018-2023. Salah satu rumah yang digeledah kediaman dari pengusaha minyak Riza Chalid.
ADVERTISEMENT
"Penyidik sekarang sedang melakukan penggeledahan," kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (25/2).
Penggeledahan ini, kata dia, dilakukan di Plaza Asia lantai 20 yang berada di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Kemudian ada juga penggeledahan di Kebayoran Baru.
"Itu informasi yang bisa kami sampaikan, itu rumah siapa sudah disampaikan oleh Pak Dir Penyidikan, kita harapkan dengan upaya tindakan penggeledahan ini akan semakin membuat terang membuka tabir tindak pidana ini," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dirdik Jampidsus Abdul Qohar, membocorkan salah satu lokasi yang digeledah itu adalah kediaman dari Riza Chalid.
"Penggeledahan nanti terakhir akan disampaikan Pak Kapuspen ya, yang pasti satu aja bocoran kita geledah di rumahnya Mohammad riza, Riza Chalid," kata dia.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Harli Siregar, saat diwawancarai wartawan di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Kamis (30/1/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Diduga penggeledahan kediaman Riza Chalid ini terkait dengan status tersangka anaknya, Muhammad Kerry Andrianto Riza, di kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
Kemudian, kemarin, Kejagung juga menggeledah sejumlah lokasi terkait kasus ini. Ada tujuh tersangka dalam kasus ini, Harli menyebut kediaman tujuh orang itulah yang digeledah.
"Tadi malam di tujuh tempat berbeda, yaitu rumah masing-masing dari para tersangka," kata Harli.
"Jadi, ada yang di Taman Bintaro, ada yang di Ruangan Kantor di Kecamatan Gambir, ada yang di Rumah di Kecamatan Pondok Aren, ada yang di Daerah Cimanggis, ada yang di rumah Dinas di Cilandak, ada rumah di Kebayoran Lama, ada rumah di Kelurahan Cipete Selatan," ucapnya.
Dari penggeledahan semalam, Kejagung mengamankan sejumlah barang bukti elektronik seperti handphone hingga laptop. Selain itu ada dokumen dan juga uang dari berbagai mata uang senilai Rp 400 juta.
ADVERTISEMENT

Kasus Korupsi Minyak

Ada tujuh orang tersangka yang dijerat Kejagung dalam perkara ini. Empat di antaranya merupakan petinggi di subholding Pertamina, berinisial RS, SDS dan YF dan AP.
Sementara tiga lainnya dari pihak swasta. Mereka adalah MKAR (Muhammad Kerry Andrianto Riza) selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim; GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak.
Perkara ini terjadi pada 2018-2023. Pemerintah mencanangkan agar pemenuhan minyak mentah wajib berasal dari dalam negeri. Pertamina, diwajibkan mencari pasokan minyak bumi dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor. Hal itu telah diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Permen ESDM Nomor 42 Tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Namun ternyata, diduga ada pengkondisian untuk menurunkan produksi kilang sehingga hasil produksi minyak bumi dalam negeri tidak sepenuhnya terserap.
"Pada akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor," ungkap Dirdik Kejagung Abdul Qohar, Senin (24/2).
Pada saat yang sama, produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS juga dengan sengaja ditolak.
Alasannya, produksi minyak mentah oleh KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harganya masih sesuai harga perkiraan sendiri (HPS).
Tak hanya itu, produksi minyak mentah dari KKKS juga dinilai tidak sesuai spesifikasi. Namun faktanya, minyak yang diproduksi masih dapat diolah sesuai dengan spesifikasi.
"Pada saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan dua alasan tersebut, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan ekspor," jelas Qohar.
ADVERTISEMENT
Dua anak perusahaan Pertamina kemudian melakukan impor minyak mentah dan produk kilang. Di mana, perbedaan harga pembelian minyak bumi impor sangat signifikan dibandingkan dari dalam negeri.
Dalam kegiatan ekspor minyak juga diduga telah terjadi kongkalikong pengaturan harga dan menyebabkan kerugian negara.
"Seolah-olah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan demut atau broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi melalui spot yang tidak memenuhi persyaratan," ucap Qohar.
Salah satu contoh pembelian tersebut, yakni seakan-akan membeli minyak RON 92 tetapi sebenarnya yang dibeli adalah RON 90 yang kemudian diolah kembali.
Selain itu, ada juga dugaan mark up kontrak dalam pengiriman minyak impor. Sehingga, negara perlu membayar biaya fee tersebut sebesar 13-15 persen.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatan para tersangka ini, menyebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak yang akan dijual ke masyarakat. Sehingga, pemerintah perlu memberikan kompensasi subsidi yang lebih tinggi bersumber dari APBN.
"Mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp 193,7 triliun," kata Qohar.