Kejagung Jerat 3 Tersangka Kasus Pengadaan Satelit: Purnawirawan TNI-CEO Navayo

8 Mei 2025 2:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers pengumuman tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit pada Kementerian Pertahanan RI, di Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta, Rabu (7/5/2025).  Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers pengumuman tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit pada Kementerian Pertahanan RI, di Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta, Rabu (7/5/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menetapkan tiga orang tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur pada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI tahun 2012–2021.
ADVERTISEMENT
Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung RI, Brigjen TNI Andi Suci Agustiansyah, mengatakan bahwa ketiga tersangka itu yakni Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemenhan Laksamana Muda TNI (Purn) Leonardi, Anthony Thomas Van Der Hayden selaku perantara, dan CEO Navayo International Gabor Kuti.
"Penyidik pada Jampidmil telah menetapkan tersangka berdasarkan Surat Perintah Nomor Sprin 78A/PM/PMpd.1/05/2025 tanggal 5 Mei 2025," kata Andi kepada wartawan, Rabu (7/5).
Andi menyebut kasus tersebut bermula saat Kemenhan RI melalui tersangka Leonardi menandatangani kontrak dengan CEO Navayo International AG, Gabor Kuti, tentang perjanjian untuk penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan yang terkait (Agreement For The Provision Of User Terminal And Related Service And Equipment).
Kontrak itu ditandatangani pada 1 Juli 2016 dengan nilai kontrak mencapai USD 34.194.300 dan berubah menjadi USD 29.900.000.
ADVERTISEMENT
Andi menjelaskan, bahwa Navayo International AG merupakan rekomendasi aktif dari tersangka Anthony Thomas Van Der Hayden. Namun, lanjut dia, penandatangan kontrak dengan Navayo International AG dilakukan tanpa adanya anggaran dan penunjukan Navayo International AG sebagai pihak ketiga justru dilakukan tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa.
Ia menyebut, Navayo International AG juga mengeklaim telah mengirim barang kepada Kementerian Pertahanan RI. Kemudian, terhadap pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG, empat buah surat Certificate of Performance (CoP) atau Sertifikat Kinerja pun ditandatangani.
Ilustrasi satelit. Foto: NASA/JPL-Caltech
"Dimana CoP tersebut yang telah disiapkan oleh Anthony Thomas Van Der Hayden dan Gabor Kuti tanpa dilakukan pengecekan atau pemeriksaan terhadap barang yang dikirim terlebih dahulu," tutur Andi.
ADVERTISEMENT
Andi menyebut, pihak Navayo International AG kemudian melakukan penagihan kepada Kemenhan RI dengan mengirimkan 4 invoice (permintaan pembayaran dan CoP).
"Namun, sampai dengan tahun 2019 Kementerian Pertahanan RI tidak tersedia anggaran pengadaan satelit," imbuhnya.
Kemudian, atas permintaan penyidik Jampidmil Kejagung RI, dilakukan pemeriksaan terkait pekerjaan Navayo International AG oleh ahli satelit Indonesia.
Dari pemeriksaan itu, kata Andi, diperoleh kesimpulan bahwa pekerjaan Navayo International AG tidak dapat membangun sebuah Program User Terminal. Berikut alasannya:
Gedung Kemenhan di Gambir Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Kemenhan RI pun diwajibkan untuk membayar sejumlah USD 20.862.822 berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura karena telah menandatangani Certificate of Performance (CoP).
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Andi menerangkan bahwa menurut perhitungan BPKP, kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG telah menimbulkan kerugian negara sebesar USD 21.384.851,89 atau mencapai lebih dari Rp 300 miliar.
Untuk memenuhi kewajiban pembayaran itu, telah dilakukan penyitaan Wisma Wakil Kepala Perwakilan Republik Indonesia, rumah dinas Atase Pertahanan, dan apartemen Koordinator Fungsi Politik KBRI di Paris oleh Juru Sita Paris.
Adapun penyitaan itu dilakukan terhadap keputusan Pengadilan Paris yang mengesahkan keputusan Tribunal Arbitrase Singapura tanggal 22 April 2021 yang dimohonkan oleh Navayo International AG atas keputusan Arbitrase Internasional Commercial Court atau ICC Singapura.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka tersebut dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 atau Pasal 8 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 KUHP.
ADVERTISEMENT
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, ketiganya belum dilakukan penahanan oleh penyidik.