Kejagung Jerat Tersangka Baru Kasus Suap Atur Vonis CPO, Langsung Ditahan

15 April 2025 23:42 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers penetapan tersangka baru kasus dugaan suap dalam pengaturan vonis lepas perkara persetujuan ekspor CPO, di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (15/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers penetapan tersangka baru kasus dugaan suap dalam pengaturan vonis lepas perkara persetujuan ekspor CPO, di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (15/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menjerat satu orang tersangka baru dalam kasus dugaan suap terkait pengaturan vonis lepas perkara persetujuan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) minyak mentah kelapa sawit periode Januari 2021–Maret 2022.
ADVERTISEMENT
Total sudah ada delapan tersangka yang dijerat Kejagung dalam kasus dugaan suap pengaturan vonis tersebut.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa tersangka baru itu yakni MSY atau Muhammad Syafei selaku Head of Social Security & License Wilmar Group.
"Berdasarkan keterangan saksi dan dokumen baik yang diperoleh hari ini maupun dua hari yang lalu, penyidik menyimpulkan telah ditemukan dua alat bukti yang cukup," kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (15/4).
"Pada malam ini menetapkan satu orang sebagai tersangka atas nama MSY, di mana yang bersangkutan sebagai Social Security Legal Wilmar Group," ungkap dia.
Qohar menyebut, setelah ditetapkan sebagai tersangka, MSY langsung ditahan di Rumah Tahanan Cabang Kejaksaan Agung untuk 20 hari ke depan.
ADVERTISEMENT

Peran MSY

Head of Social Security & License Wilmar Group Muhammad Syafei memakai rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (15/4/2025). Foto: Kejagung
Dugaan suap tersebut bermula saat adanya pertemuan antara Ariyanto selaku pengacara dari terdakwa korporasi kasus CPO dengan panitera bernama Wahyu Gunawan. Keduanya juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Dalam pertemuan itu, Wahyu menyampaikan bahwa perkara persetujuan ekspor CPO harus diurus. Jika tidak diurus, Wahyu menyampaikan kepada Ariyanto bahwa putusan yang dijatuhkan bisa maksimal bahkan melebihi tuntutan jaksa.
Tak hanya itu, Qohar mengungkapkan bahwa dalam pertemuan tersebut, Wahyu juga menyampaikan agar Ariyanto menyiapkan biaya pengurusannya. Permintaan itu kemudian diteruskan kepada Marcella Santoso—pengacara terdakwa korporasi yang juga telah dijerat sebagai tersangka kasus suap.
Marcella kemudian bertemu dengan Syafei untuk menyampaikan informasi biaya pengurusan perkara tersebut. Singkat cerita, Syafei menyanggupinya. Namun, saat itu ia menyampaikan bahwa biaya yang disediakan adalah Rp 20 miliar.
ADVERTISEMENT
Untuk menindaklanjutinya, Wahyu bersama Ariyanto mengadakan pertemuan dengan Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN). Saat pengurusan perkara ini, Arif masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Dalam pertemuan itu, kata Qohar, Arif mengatakan bahwa perkara tersebut tidak bisa diputus bebas. Akan tetapi bisa diputus lepas atau onslag.
"Dalam hal ini, MAN meminta agar uang Rp 20 miliar dikalikan tiga, sehingga jumlahnya Rp 60 miliar," ucap Qohar.
Setelah pertemuan tersebut, Wahyu menyampaikan kepada Ariyanto agar segera menyiapkan uang sebesar Rp 60 miliar tersebut. Permintaan itu diteruskan kepada Marcella dan ditindaklanjuti dengan menghubungi Syafei.
Qohar mengungkapkan, bahwa Syafei menyanggupi permintaan tersebut dan langsung menyiapkan uang sekitar Rp 60 miliar dalam bentuk pecahan mata uang dolar Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Syafei kemudian menghubungi Marcella dan menyampaikan bahwa uang senilai Rp 60 miliar telah disiapkan. Saat itu, lanjut Qohar, Syafei juga bertanya ihwal lokasi pengantaran uang tersebut.
Kolase 4 hakim tersangka suap: Ali Muhtarom, Agam Syarif Baharudin, Djuyamto, Muhammad Arif Nuryanta. Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Untuk menindaklanjuti itu, Marcella kemudian menghubungkan Syafei kepada Ariyanto. Keduanya pun bertemu sekaligus penyerahan uang dilakukan.
Qohar menyebut, uang senilai Rp 60 miliar itu kemudian diantarkan Ariyanto ke rumah Wahyu Gunawan. Uang tersebut lalu langsung diteruskan kepada Arif.
"Dan saat penyerahan uang tersebut, Arif memberikan uang kepada Wahyu Gunawan sebanyak USD 50 ribu [setara Rp 841,4 juta]," pungkasnya.
Kemudian dari uang Rp 60 miliar itu Rp 22,5 miliar di antaranya diberikan kepada tiga hakim yang memutus kasus tiga korporasi. Atas adanya dugaan suap itu, tiga korporasi yakni PT Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group, divonis lepas.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, Syafei disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a jo Pasal 5 ayat (1) jo Pasal 13 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.