Kejagung Jerat Tom Lembong Tersangka Kasus Impor Gula, Kerugian Negara Rp 400 M

29 Oktober 2024 20:37 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
63
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala BKPM Thomas Lembong mengikuti Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/7). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BKPM Thomas Lembong mengikuti Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/7). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung (Kejagung) menjerat Mantan Menteri Perdagangan RI Thomas Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi importasi gula. Diduga, perbuatan Thomas Lembong merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.
ADVERTISEMENT
"TTL selaku Menteri Perdagangan periode 2015 sampai 2016," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (29/10).
Dia dijerat bersama satu orang lainnya yakni CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis pada PT PPI 2015-2016.
Adapun kasusnya, pada 2015, berdasarkan rapat koordinasi antar kementerian, telah disimpulkan Indonesia surplus gula sehingga tidak perlu atau tidak butuh impor gula.
Namun, pada tahun yang sama, Thomas Lembong selaku menteri diduga justru mengizinkan persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada perusahaan PT AP. Kemudian gula kristal mentah itu diolah menjadi gula kristal putih.
Padahal, yang boleh mengimpor gula kristal putih adalah BUMN, bukan perusahaan swasta. Izin itu dikeluarkan tanpa rapat koordinasi dengan instansi terkait.
ADVERTISEMENT
Kemudian, pada 28 Desember 2015, dilakukan rapat koordinasi di Kementerian Bidang Perekonomian yang dihadiri kementerian di bawah Kemenko Perekonomian. Salah satu yang dibahas yakni Indonesia pada 2016 kekurangan gula kristal sebanyak 200 ribu ton dalam rangkat stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.
Pada November-Desember 2015, CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, memerintahkan staf senior manager bahan pokok PT PPI atas nama P untuk melakukan pertemuan dengan 8 perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
"Padahal dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga seharusnya diimpor adalah gula kristal putih secara langsung dan yang dapat melakukan itu hanya BUMN," kata Qohar.
Kemudian 8 perusahaan swasta yang mengelola gula kristal mentah jadi gula kristal putih sebenarnya izin industri mereka hanyalah produsen gula kristal rafinasi yang diperuntukkan untuk industri makanan minuman dan farmasi.
ADVERTISEMENT
Lalu, setelah 8 perusahaan itu mengimpor gula mentah dan diolah menjadi gula kristal putih, PT PPI ini seolah-olah membeli gula tersebut tetapi sebenarnya gula itu dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran. Harga jualnya Rp 16 ribu, jauh lebih tinggi dari HET saat itu yakni Rp 13 ribu.
"PT PPI mendapatkan fee dari 8 perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tadi sebesar Rp 105 per kg. Bahwa kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan UU berlaku, negara dirugikan sebesar kurang lebih Rp 400 miliar," pungkasnya.