Kejagung: Miss Indonesia Asyifa Diduga Terima Dana Rp 185 Juta di Kasus Minyak

5 Mei 2025 16:28 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung Jam Pidsus, Kejagung. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Jam Pidsus, Kejagung. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga Miss Indonesia 2010 Asyifa Syafningdyah Putrambami Latief menerima aliran uang dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah. Nilai penerimaannya diduga mencapai ratusan juta rupiah.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut diungkapkan oleh Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan Senin (5/5). Asyifa diperiksa sebagai saksi oleh jaksa pada Jumat (2/5).
"Diduga bahwa yang bersangkutan menerima sejumlah uang dalam kurun waktu tertentu, kalau tidak salah 2022-2024, yang ini terus sedang jumlahnya didalami oleh penyidik, karena diduga bahwa yang bersangkutan menerima aliran itu dari seseorang tersangka itu, ya," kata Harli.
"Ya, dari informasi itu ratusan (juta). Tapi apakah itu juga dibenarkan oleh yang bersangkutaan? Nah, ini yang terus silang didalami," sambungnya.
Asyifa Syafningdyah Putrambami Latief. Foto: Youtube/Asyifa Latief
Harli menyebut, angka pasti dugaan uang yang diterima mencapai Rp 185 juta. Namun sejauh ini, dari keterangan penyidik, uang yang diterima adalah Rp 60 juta.
"Yang bersangkutan diperiksa, ditanya soal penerimaan uang sebanyak itu (Rp 185 juta) tapi yang bersangkutan menjawab hanya menerima sekitar Rp 60 juta," ucap Harli.
ADVERTISEMENT
Adapun Asyifa diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Senior Officer External Comm Media PT Pertamina International Shipping.
Belum ada keterangan dari Asyifa terkait pemeriksaannya tersebut maupun dugaan penerimaan uang Rp 185 juta tersebut.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar saat diwawancarai wartawan di Gedung Kejagung RI, Minggu (13/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan

Kasus Korupsi Minyak

Dalam korupsi tata kelola minyak mentah yang tengah ditangani Kejagung ini, enam orang petinggi subholding Pertamina berinisial RS, SDS, YF, AP, MK, dan EC dijerat sebagai tersangka.
Selain mereka, tiga tersangka lainnya yakni; Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim; GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak.
Kasus ini bermula pada 2018-2023. Untuk pemenuhan minyak mentah dalam negeri harus wajib mengutamakan pasokan dalam negeri. Pertamina harus mencari dari kontraktor dalam negeri sebelum impor.
ADVERTISEMENT
Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri.
Namun, Kejagung menemukan adanya pengkondisian untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi kilang dalam negeri tidak terserap sepenuhnya. Sehingga pada akhirnya harus impor.
Kemudian, pada saat produksi kilang sengaja diturunkan, produksi minyak mentah dalam negeri juga oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sengaja ditolak dengan alasan tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harga yang ditawarkan masuk HPS.
Selain itu, penolakan juga dinilai karena produksi KKKS tidak sesuai kualitas, padahal faktanya dapat diolah.
Dengan penolakan itu, maka minyak mentah dari KKKS tak terserap. Kemudian malah diekspor ke luar negeri.
ADVERTISEMENT
Kemudian untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah, impor pun dilakukan.
Dalam proses impor ini diduga terjadi pemufakatan jahat, yakni terdapat kesepakatan harga yang sudah diatur dengan tujuan dapat keuntungan dengan melawan hukum. Hal ini disamarkan seolah-olah sesuai ketentuan. Pemenang broker pun telah diatur.
Ditambah lagi, dalam proses pengadaan produk kilang, PT PPN melakukan pembelian RON 92, padahal sebenarnya yang dibeli yakni RON 90. Kemudian itu di-blending untuk jadi RON 92.
Pada saat dilakukan impor minyak mentah, ada proses mark up kontrak pengiriman. Sehingga pihak BUMN mengeluarkan fee 13-15 persen dan menguntungkan Muhammad Kerry Andrianto Riza.
Atas perbuatan para tersangka ini, menyebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak yang akan dijual ke masyarakat. Sehingga, pemerintah perlu memberikan kompensasi subsidi yang lebih tinggi bersumber dari APBN.
ADVERTISEMENT
Dari hasil penghitungan sementara, kerugian negara yang ditimbulkan perkara korupsi ini mencapai Rp 193,7 triliun. Jumlahnya diprediksi lebih tinggi, karena angka kerugian sementara itu hanya pada 2023 saja.