Kejagung Periksa Hakim Perdata yang Putusannya Jadi Dasar Vonis Lepas Kasus CPO

29 April 2025 16:02 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar saat diwawancarai wartawan di Gedung Kejagung RI, Minggu (13/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar saat diwawancarai wartawan di Gedung Kejagung RI, Minggu (13/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa hakim perdata yang bertugas di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi Jakarta. Hakim yang diperiksa adalah yang memenangkan gugatan perdata sejumlah perusahaan Crude Palm Oil (CPO) terhadap Kementerian Perdagangan.
ADVERTISEMENT
Adapun putusan perdata ini menjadi dasar bagi Majelis Hakim PN Jakarta Pusat dalam kasus korupsi CPO memvonis lepas sejumlah perusahaan.
"Kemarin ada, kemarin ada hakim yang diperiksa," kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, di Kantor Kejagung pada Selasa (29/4).
Harli menyebut ada dua hakim yang diperiksa, yakni berinisial HM dari Pengadilan Tinggi Jakarta serta HS dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dia menyebut dua hakim tersebut diperiksa terkait dengan gugatan perdata yang dijadikan sebagai dasar dalam putusan ontslag alias lepas terhadap terdakwa korporasi di kasus ini, sejumlah perusahaan dalam naungan Musim Mas Group, Wilmar Group, dan Permata Hijau Group.
Para perusahaan itu terlepas dari tuntutan membayar uang pengganti senilai Rp 17 triliun terkait kasus ekspor CPO.
ADVERTISEMENT
"Terkait dengan kalau tidak salah gugatan perdata yang di pengadilan yang dijadikan sebagai dasar dalam putusan ontslag," ucap Harli.
Selain memeriksa dua saksi tersebut, Kejagung juga memeriksa dua saksi lainnya yakni:
Dilihat dari putusan perdata di PN Jakarta Pusat, sejumlah korporasi menggugat Kementerian Perdagangan untuk mengganti kerugian karena kebijakan terkait CPO sebesar Rp 576.028.732.195. Gugatan ini dimenangkan oleh penggugat.
Putusan inilah yang menjadi dasar pengadilan Tipikor memvonis lepas para perusahaan yang menjadi terdakwa korporasi di kasus CPO.

Kasus CPO

Kolase 3 hakim tersangka suap: Ali Muhtarom, Agam Syarif Baharudin, Djuyamto. Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Sejauh ini sudah ada delapan tersangka yang dijerat penyidik Kejagung. Dari pihak pemberi suap, yakni dua pengacara Ariyanto Bakri dan Marcella Santoso serta pihak legal Wilmar Group, Muhammad Syafei.
ADVERTISEMENT
Dalam perkara CPO, ada tiga terdakwa korporasi, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Sementara untuk pihak penerima suap ada empat tersangka yakni Muhammad Arif Nuryanta (mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) dan Wahyu Gunawan (mantan Panitera Muda PN Jakpus) serta majelis hakim yang menyidangkan korporasi terdakwa CPO: Djuyamto, Agam Syarif, dan Ali Muhtarom.
Dalam kasus ini, Muhammad Arif Nuryanta diduga menerima Rp 60 miliar dari Ariyanto dan Marcella ketika masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Uang tersebut disebut berasal dari korporasi Wilmar Group.
Penyerahan uang kepada Arif tersebut diberikan melalui seorang panitera, Wahyu Gunawan. Setelah uang tersebut diterima, Wahyu kemudian mendapat jatah sebesar USD 50 ribu sebagai jasa penghubung.
ADVERTISEMENT
Arif kemudian menunjuk susunan majelis hakim yang akan menangani perkara korupsi CPO tersebut.
Kemudian, Arif diduga membagi uang suap tersebut kepada majelis hakim dalam dua tahap. Pertama, Arif memberikan total Rp 4,5 miliar kepada ketiganya sebagai uang baca berkas perkara.
Kemudian, Arif kembali menyerahkan uang sebesar Rp 18 miliar kepada Djuyamto dkk agar memberikan vonis lepas kepada para terdakwa. Ali diduga menerima bagian Rp 5 miliar.