Kejagung Sebut Kasus LPEI Banyak, Minta KPK Koordinasi Agar Tak Tumpang Tindih

20 Maret 2024 13:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, memberi keterangan kepada wartawan di Kejaksaan Agung pada Senin (24/7/2023).  Foto: Fitra Andrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, memberi keterangan kepada wartawan di Kejaksaan Agung pada Senin (24/7/2023). Foto: Fitra Andrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
KPK turut mengumumkan tengah mengusut kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Selasa (19/3) kemarin.
ADVERTISEMENT
Sehari sebelumnya, Senin (18/3), Kejagung juga mengumumkan penanganan kasus di LPEI. Hal tersebut usai Kejagung menerima laporan dari Menkeu Sri Mulyani.
Kedua institusi itu mengusut kasus yang sama. Apa bisa?
Menurut Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, jika lembaga antirasuah sudah melakukan penyidikan terhadap suatu kasus, maka penegak hukum lain harus menghentikan kasus yang diusutnya jika itu merupakan perkara yang sama.
Menanggapi itu, Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI, Ketut Sumedana, mengatakan bahwa kasus di LPEI banyak dan pihaknya masih mempelajari laporan tersebut.
"Kasus Terkait LPEI itu banyak (bahkan ada batch 1, 2, dan 3), kita baru menerima dan tahap mempelajari. Yang dimaksud dengan menghentikan yang mana dan yang ditangani KPK juga yang mana," ujar dia saat dihubungi, Rabu (20/3).
ADVERTISEMENT
Sumedana menyebut, kasus yang melibatkan LPEI tidak hanya ditangani oleh KPK dan Kejagung. Kasus tersebut juga bahkan terdaftar di Mabes Polri.
"Bahkan ada juga kasus LPEI terkait dengan tindak Pidana Umum yang ditangani Mabes Polri. Jadi kami perlu koordinasi dalam penanganan perkara ini, mekanismenya sudah ada," tutur Sumedana.
"Bahkan ada kasus LPEI yang ditangani Jampidsus tiga perkara sudah inkrah, satu perkara sudah ada perhitungan kerugian negara dari BPK, sedangkan yang kemarin sekali lagi masih dipelajari dan ditelaah," lanjut dia.
Sumedana pun menegaskan siap berkoordinasi dengan KPK dalam mengusut kasus korupsi LPEI tersebut agar tidak tumpang tindih.
"Silakan teman-teman KPK kalau mau koordinasi, kasus yang dimaksud yang mana," katanya.
"Kami terbuka dan tidak mau ada tumpang tindih penanganan perkara di antara aparat penegak hukum sesuai dengan MoU yang sudah kita sepakati," pungkas Sumedana.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Nurul Ghufron berbicara kepada wartawan terkait penyelenggaraan Hakordia 2023 dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/12/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Adapun Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menyebut bahwa pengumuman penyidikan yang disampaikan pihaknya terkait kasus LPEI menyikapi laporan Sri Mulyani ke Kejagung. KPK berharap kasus yang ditangani oleh Kejagung tidak bentrok.
ADVERTISEMENT
"Perlu kami tegaskan menyikapi memang secara tegas kami bahwa kemarin Menteri Keuangan telah melaporkan dugaan TPK ini ke Kejagung sehingga ini kami KPK perlu tegaskan bahwa KPK telah meningkatkan status penanganan perkara dugaan penyimpangan ataupun korupsi pada penyaluran kredit dari LPEI ini telah naik pada status penyidikan," ucap Ghufron dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (19/3) kemarin.
Ghufron menegaskan, jika KPK sudah menangani kasus terlebih dahulu, maka penegak hukum lain harus menyetop proses hukum yang mereka lakukan. Hal tersebut mengacu pada UU KPK.
"Dalam hal KPK sudah mulai melakukan penyidikan sebagai termasuk pada Pasal Satu, Kepolisan dan Kejaksaan tidak berulang lagi melakukan penyidikan," pungkasnya.
Kasus yang ditangani KPK terkait tiga perusahaan dengan total kerugian negara bisa mencapai Rp 3 triliun.
ADVERTISEMENT
"Kerugiannya satu PT itu yang pertama Rp 800 miliar, yang PT RII 1,6 triliun, yang PT SMYL Rp 1,051 triliun. Sehingga yang sudah terhitung dalam 3 korporasi sebesar Rp 3,451 triliun," kata Ghufron.
Sementara yang saat ini ditangani Kejagung dan diumumkan pada 18 Maret lalu, yakni empat perusahaan dengan dugaan kerugian negara Rp 2,504 triliun. Perusahaan itu yakni PT RII, PT SMS, PT SPV, dan PT PRS.