Kejagung Sebut Kasus Tom Lembong Rugikan Negara Rp 400 M, dari Mana Hitungannya?

30 Oktober 2024 13:26 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Perdagangan periode 2015-2016 Thomas Lembong berjalan dengan mengenakan rompi tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula oleh Kejaksaan Agung di Jakarta, Selasa (29/10/2024). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Perdagangan periode 2015-2016 Thomas Lembong berjalan dengan mengenakan rompi tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula oleh Kejaksaan Agung di Jakarta, Selasa (29/10/2024). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung menyebut kasus dugaan korupsi importasi gula menyebabkan kerugian negara hingga Rp 400 miliar. Kasus tersebut menjerat Thomas Lembong selaku Menteri Perdagangan 2015-2016 dan Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
Seperti apa perkara yang bikin kerugian negara Rp 400 miliar itu?

Tom Lembong

Kejaksaan Agung menyebut bahwa berdasarkan Rapat Koordinasi (Rakor) antar-Kementerian tanggal 12 Mei 2015, telah disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula. Sehingga tidak membutuhkan impor gula.
Namun, pada tahun 2015 itu juga, Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan disebut memberikan izin Persetujuan Impor (Pl) gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP. Untuk mengolah Gula Kristal Mentah menjadi Gula Kristal Putih.
Kejagung pun merujuk Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 tahun 2004 bahwa yang diperbolehkan impor Gula Kristal Mentah adalah BUMN. Namun Persetujuan Impor yang dikeluarkan oleh Thomas Lembong dilakukan oleh PT AP.
"Impor Gula Kristal Mentah tersebut tidak melalui Rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan gula dalam negeri," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Rabu (30/10).
ADVERTISEMENT

Charles Sitorus

Direktur Pengembangan Bisnis pada PT PPI 2015-2016 tersangka kasus dugaan korupsi impor gula di tahan di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024). Foto: Thomas Bosco/kumparan
Pada 28 Desember 2015, dilakukan Rakor Bidang Perekonomian yang dihadiri oleh kementerian di bawah Kemenko Perekonomian. Salah satu pembahasannya adalah bahwa Indonesia pada tahun 2016 kekurangan Gula Kristal Putih sebanyak 200.000 ton dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.
Dalam kurun November-Desember 2015, Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI memerintahkan Staf Senior Manager Bahan Pokok PT PPI untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan gula swasta, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI di Gedung Equity Tower SCBD sebanyak empat kali.
Pertemuan guna membahas rencana kerja sama impor Gula Kristal Murni menjadi Gula Kristal Putih antara PT PPI dan delapan perusahaan gula swasta. Kejagung menyebut bahwa pembahasan tersebut juga atas sepengetahuan dan Direktur Utama PT PPI saat itu.
ADVERTISEMENT
Pada Januari 2016, Tom Lembong menandatangani Surat Penugasan kepada PT PPI untuk melakukan pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula. Melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk memasok atau mengolah Gula Kristal Murni impor menjadi Gula Kristal Putih sebanyak 300.000 ton.
Selanjutnya, PT PPI membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan swasta ditambah satu perusahaan swasta lainnya yaitu PT KTM.
Jadi, bukan PT PPI yang langsung melakukan impor, melainkan perusahaan-perusahaan swasta tersebut. Selain itu, seharusnya yang diimpor adalah Gula Kristal Putih, bukan Gula Kristal Mentah yang perlu diolah kembali.
Kedelapan perusahaan swasta yang digandeng oleh PT PPI itu disebut memiliki izin industri sebagai produsen Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang diperuntukkan bagi industri makanan, minuman, dan farmasi.
ADVERTISEMENT
"Meskipun seharusnya dalam rangka pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung, dan yang dapat melakukan impor tersebut hanya BUMN [PT PPI]," ungkap Harli.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar (kiri) menyampaikan keterangan pers terkait operasi tangkap tangan (OTT) tiga hakim PN Surabaya di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (23/10/2024). Foto: Asprilla Dwi Adha/ANTARA FOTO
Menurut Kejagung, perbuatan yang dilakukan PT PPI itu atas persetujuan Tom Lembong. Disebutkan Kejagung, hal itu pun tanpa ada rekomendasi maupun berdasarkan rapat koordinasi.
"Atas sepengetahuan dan persetujuan Tersangka TTL (Thomas Trikasih Lembong), Persetujuan Impor GKM ditandatangani untuk sembilan perusahaan swasta. Seharusnya, untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung. Selain itu, Persetujuan Impor dari Kementerian Perdagangan diterbitkan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan tanpa rapat koordinasi dengan instansi terkait," papar Harli.
Setelah kedelapan perusahaan swasta tersebut mengimpor dan mengolah Gula Kristal Mentah menjadi Gula Kristal Putih, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut.
ADVERTISEMENT
"Padahal gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke masyarakat melalui distributor dengan harga Rp 16.000/kg, lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi yang sebesar Rp 13.000/kg, dan tidak dilakukan melalui operasi pasar," sebut Harli.
Atas dugaan kongkalikong tersebut, PT PPI disebut mendapatkan fee yang dihitung per kilogram gula hasil impor dan olahan.
"Dari pengadaan dan penjualan GKM (Gula Kristal Mentah) yang diolah menjadi GKP (Gula Kristal Putih), PT PPI mendapatkan fee dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengolah GKM (Gula Kristal Mentah) sebesar Rp 105/kg," ujar Harli.
Lantas, darimana perhitungan kerugian negara Rp 400 miliar dalam kasus ini?
Menurut Kejagung, dihitung dari keuntungan yang didapat 8 perusahaan swasta yang melakukan impor dan pengolahan gula. Kejagung menyebut keuntungan tersebut didapat PT PPI selaku BUMN.
ADVERTISEMENT
"Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan tersebut senilai Rp 400 miliar, yaitu nilai keuntungan yang diperoleh delapan perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik negara/BUMN (PT PPI)," kata Harli.
Tidak dijelaskan soal nilai kuota dan keuntungan yang didapat 8 perusahaan swasta tersebut. Pun tidak disebut soal keuntungan yang diterima oleh Tom Lembong.
Saat ditanyakan mengenai keuntungan Tom Lembong, Kejagung menyebut aliran uang sedang didalami.
"Terkait dengan kerugian keuangan negara yang sudah disampaikan bahwa ini akan terus dihitung untuk pastinya seperti apa. Dan mengenai aliran dana itu akan didalami juga. Apakah, karena kalau kita lihatkan tersangka sebagai regulator bersama dengan dari PPI dan perusahaan-perusahaan itu. Nah apakah ada misalnya di situ unsur aliran dana tentu nanti akan terus didalami," ujar Harli.
ADVERTISEMENT