Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Kejagung Sita Aset Ariyanto Bakri di Kasus Suap Hakim: 2 Kapal hingga Porsche
22 April 2025 4:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Kejagung RI kembali melakukan penyitaan dari pengacara Ariyanto Bakri dalam penggeledahan terkait kasus dugaan suap vonis lepas atau ontslag perkara persetujuan ekspor crude palm oil (CPO).
ADVERTISEMENT
Adapun Ariyanto merupakan pengacara terdakwa korporasi dalam kasus persetujuan ekspor CPO tersebut.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa dari penggeledahan yang dilakukan Senin (21/4) itu, pihaknya menyita mobil mewah dan 2 unit kapal dari Ariyanto Bakri.
"Untuk barang bukti ini dilakukan penyitaan tadi siang terkait dengan barang bukti perkara suap atau gratifikasi dari tersangka Ariyanto," kata Qohar kepada wartawan, di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (22/4) dini hari.
"Iya, tiga mobil, dan kita juga mengamankan dua kapal yang di Pantai Marina," ungkap dia.
Tampak mobil mewah itu diparkirkan di Kejagung. Berikut daftarnya:
1. Porsche GT3 RS nopol D 1196 QGK
2. Mini GP nopol B 199 IO
ADVERTISEMENT
3. Abarth 695 nopol B 1845 AZG
4. Range Rover nopol B 500 SAY
5. Lexus LM 350h nopol B 50 SAY
Belum ada tanggapan atau komentar dari Ariyanto terkait penyitaan tersebut.
Kasus Suap Hakim di PN Jakpus
Kejaksaan Agung mengungkap adanya praktik suap vonis lepas terkait perkara korupsi persetujuan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) atau minyak mentah kelapa sawit periode Januari 2021–Maret 2022. Kasus ini terkait dengan perkara yang menjerat korporasi sebagai terdakwa.
Tiga korporasi tersebut yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Marcella Santoso dan Ariyanto merupakan pengacara terdakwa korporasi tersebut.
Dalam kasus ini, Muhammad Arif Nuryanta diduga menerima Rp 60 miliar dari Ariyanto dan Marcella ketika masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Uang tersebut disebut berasal dari korporasi Wilmar Group.
ADVERTISEMENT
Penyerahan uang kepada Arif tersebut diberikan melalui seorang panitera, Wahyu Gunawan. Setelah uang tersebut diterima, Wahyu kemudian mendapat jatah sebesar USD 50 ribu sebagai jasa penghubung.
Arif kemudian menunjuk susunan majelis hakim yang akan menangani perkara korupsi CPO tersebut.
Susunannya terdiri dari Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim, serta Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom selaku hakim anggota.
Kemudian, Arif diduga membagi uang suap tersebut kepada majelis hakim dalam dua tahap. Pertama, Arif memberikan total Rp 4,5 miliar kepada ketiganya sebagai uang baca berkas perkara.
Kemudian, Arif kembali menyerahkan uang sebesar Rp 18 miliar kepada Djuyamto dkk agar memberikan vonis lepas kepada para terdakwa.
Dalam kasus ini, Kejagung RI sebelumnya telah menjerat sebanyak 8 orang sebagai tersangka. Mereka adalah Ketua PN Jakarta Selatan Arif Nuryanta, Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara, Wahyu Gunawan selaku panitera muda perdata pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
ADVERTISEMENT
Kemudian, tiga orang anggota Majelis Hakim yang mengadili perkara persetujuan ekspor CPO tersebut juga ditetapkan sebagai tersangka. Lalu, juga ada pihak Legal Wilmar Group Muhammad Syafei.
Adapun dalam putusannya terkait kasus persetujuan ekspor CPO itu, Majelis Hakim menyatakan para terdakwa korporasi itu terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dalam dakwaan. Namun, Hakim menilai bahwa perbuatan tersebut bukan korupsi.
Majelis Hakim kemudian menjatuhkan vonis lepas atau onslag dan terbebas dari tuntutan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 17 triliun.
Terbaru, dalam pengembangan kasusnya, Kejagung kemudian menjerat tiga orang tersangka baru yang diduga melakukan perintangan penyidikan atau obstruction of justice perkara vonis lepas kasus ekspor CPO, kasus korupsi timah, dan importasi gula.
Mereka adalah dua orang advokat yakni Marcella Santoso dan Junaedi Saibih, serta Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar.
ADVERTISEMENT
Ketiganya diduga bersekongkol dengan berupaya membuat citra Kejagung menjadi negatif di mata publik. Caranya, yakni dengan membentuk opini publik dengan pemberitaan negatif.
Pembentukan opini negatif itu kemudian diduga membuat penyidik Jampidsus Kejagung menjadi tersudutkan dan mengganggu upaya penyidikan kasus yang tengah ditangani tersebut.
Untuk melakukan tindakan itu, Marcella dan Junaedi membayar Tian Bahtiar dengan biaya sebesar Rp 478,5 juta.
Selain itu, Marcella dan Junaedi Saibih juga disebut memberikan keterangan tidak benar dalam pemeriksaan terkait kasus dugaan suap vonis lepas perkara CPO.
Belum ada keterangan dari para terdakwa korporasi CPO maupun para tersangka pengaturan vonis perkara persetujuan ekspor CPO mengenai kasus dugaan suap tersebut.