Kejagung Tetapkan 2 Advokat-Direktur JakTV Tersangka Pemberitaan Negatif

22 April 2025 4:10 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar, usai dijerat sebagai tersangka perintangan penyidikan kasus yang ditangani Kejagung RI, di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (22/4/2025) dini hari. Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar, usai dijerat sebagai tersangka perintangan penyidikan kasus yang ditangani Kejagung RI, di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (22/4/2025) dini hari. Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan maupun penuntutan atau obstruction of justice lewat pemberitaan negatif terkait kasus korupsi timah dan kasus ekspor CPO.
ADVERTISEMENT
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar, mengatakan ketiga orang tersebut yakni Marcella Santoso dan Junaedi Saibih selaku advokat serta Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar.
Ketiga tersangka ini diduga melakukan penggiringan opini negatif lewat pemberitaan terhadap kasus yang ditangani Kejagung.
“Pertama Tersangka MS selaku advokat. Kedua Tersangka JS sebagai dosen dan advokat. Ketiga Tersangka TB selaku Direktur Pemberitaan Jak TV,” ujar Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (22/4) dini hari.
Qohar mengungkapkan bahwa Marcella dan Junaedi membayar Tian Bahtiar dengan biaya sebesar Rp 478,5 juta untuk membuat berita negatif yang menyudutkan Kejagung dalam penanganan perkara tersebut.
"Tersangka MS dan JS meng-order tersangka TB untuk membuat berita-berita negatif dan konten-konten negatif yang menyudutkan Kejaksaan terkait dengan penanganan perkara a quo baik di penyidikan, penuntutan, maupun di persidangan. Dan tersangka TB mempublikasikannya di media sosial, media online, dan JakTVnews, sehingga Kejaksaan dinilai negatif, dan telah merugikan hak-hak tersangka atau terdakwa yang ditangani Tersangka MS dan Tersangka JS selaku penasihat hukum tersangka atau Terdakwa," bebernya.
Advokat Marcella Santoso, usai dijerat sebagai tersangka perintangan penyidikan kasus yang ditangani Kejagung RI, di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (22/4/2025) dini hari. Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
"Kemudian, tersangka JS membuat narasi-narasi dan opini-opini positif bagi timnya yaitu MS dan JS, kemudian membuat metodologi perhitungan kerugian negara dalam penanganan perkara a quo yang dilakukan Kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut Qohar menambahkan, tersangka Marcella dan Junaedi juga membiayai aksi demonstrasi dengan tujuan untuk menggagalkan penyidikan.
"Tersangka MS dan JS membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara a quo di persidangan, sementara berlangsung dan bersama TB kemudian mempublikasikan narasi-narasi demonstrasi tersebut secara negatif dalam berita tentang kejaksaan," jelasnya.
Barang Bukti Dihapus
Selama penyelidikan, Kejagung menemukan ketiganya menghapus sejumlah berita dan tulisan yang ada di barang bukti elektronik (BBE) mereka. Adapun barang bukti tersebut juga telah disita penyidik. Selain itu keduanya juga disebut memberikan keterangan yang tidak benar selama pemeriksaan.
Qohar menambahkan, kedua tersangka itu juga mengubah fakta-fakta persidangan. Mereka mengubah salah satu keterangan Wahyu Gunawan selaku panitera yang memberikan draft putusan tersebut kepada Marcella dan Junaedi—yang juga merupakan pengacara tiga terdakwa korporasi kasus CPO—agar dikoreksi apakah putusan itu sudah sesuai dengan yang diminta.
ADVERTISEMENT
"Tapi, di dalam fakta penyidikan, kedua tersangka itu tidak mengakui dan mengingkari fakta yang sesungguhnya," tutur Qohar.
Atas serangkaian tindakan itu, Qohar menyebut bahwa para tersangka diduga melakukan perintangan penyidikan terhadap kasus yang ditangani oleh Kejagung.
"Sehingga, dapat disampaikan bahwa terhadap beberapa hal yang dilakukan tadi, maka termasuk unsur sengaja merusak bukti dalam perkara korupsi. Kedua juga masuk orang yang memberikan informasi palsu atau informasi yang tidak benar selama proses penyidikan," pungkasnya.
Akibat perbuatannya, ketiganya dijerat Pasal 21 UU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Advokat Junaedi Saibih, usai dijerat sebagai tersangka perintangan penyidikan kasus yang ditangani Kejagung RI, di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (22/4/2025) dini hari. Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Untuk Junaedi dan Tian Bahtiar kemudian dilakukan penahanan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung untuk 20 hari ke depan
ADVERTISEMENT
Sedangkan, untuk Marcella tidak dilakukan penahanan lantaran sudah ditahan penyidik dalam kasus dugaan suap vonis lepas perkara persetujuan ekspor CPO.
Kasus Suap Hakim di PN Jakpus
Kejaksaan Agung mengungkap adanya praktik suap vonis lepas terkait perkara korupsi persetujuan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) atau minyak mentah kelapa sawit periode Januari 2021–Maret 2022. Kasus ini terkait dengan perkara yang menjerat korporasi sebagai terdakwa.
Tiga korporasi tersebut yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Marcella Santoso dan Ariyanto merupakan pengacara terdakwa korporasi tersebut.
Dalam kasus ini, Muhammad Arif Nuryanta diduga menerima Rp 60 miliar dari Ariyanto dan Marcella ketika masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Uang tersebut disebut berasal dari korporasi Wilmar Group.
ADVERTISEMENT
Penyerahan uang kepada Arif tersebut diberikan melalui seorang panitera, Wahyu Gunawan. Setelah uang tersebut diterima, Wahyu kemudian mendapat jatah sebesar USD 50 ribu sebagai jasa penghubung.
Arif kemudian menunjuk susunan majelis hakim yang akan menangani perkara korupsi CPO tersebut.
Susunannya terdiri dari Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim, serta Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom selaku hakim anggota.
Kemudian, Arif diduga membagi uang suap tersebut kepada majelis hakim dalam dua tahap. Pertama, Arif memberikan total Rp 4,5 miliar kepada ketiganya sebagai uang baca berkas perkara.
Kemudian, Arif kembali menyerahkan uang sebesar Rp 18 miliar kepada Djuyamto dkk agar memberikan vonis lepas kepada para terdakwa.
Dalam kasus ini, Kejagung RI sebelumnya telah menjerat sebanyak 8 orang sebagai tersangka. Mereka adalah Ketua PN Jakarta Selatan Arif Nuryanta, Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara, Wahyu Gunawan selaku panitera muda perdata pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
ADVERTISEMENT
Kemudian, tiga orang anggota Majelis Hakim yang mengadili perkara persetujuan ekspor CPO tersebut juga ditetapkan sebagai tersangka. Lalu, juga ada pihak Legal Wilmar Group Muhammad Syafei.
Adapun dalam putusannya terkait kasus persetujuan ekspor CPO itu, Majelis Hakim menyatakan para terdakwa korporasi itu terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dalam dakwaan. Namun, Hakim menilai bahwa perbuatan tersebut bukan korupsi.
Majelis Hakim kemudian menjatuhkan vonis lepas atau onslag dan terbebas dari tuntutan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 17 triliun.
Belum ada keterangan dari para terdakwa korporasi CPO maupun para tersangka pengaturan vonis perkara persetujuan ekspor CPO mengenai kasus dugaan suap tersebut.