Kejaksaan Sudah Hentikan 1.334 Perkara Berdasarkan Restorative Justice

16 Juli 2022 19:24 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jaksa Agung RI, Burhanuddin saat di di Kejaksaan Agung RI, Jakarta pada Senin (27/6/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Jaksa Agung RI, Burhanuddin saat di di Kejaksaan Agung RI, Jakarta pada Senin (27/6/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan salah satu fokus pembangunan hukum di Indonesia saat ini berkaitan dengan restorative justice. Kejaksaan telah menghentikan penuntutan terhadap ribuan kasus atas dasar restorative justice tersebut.
ADVERTISEMENT
"Sampai saat ini, Kejaksaan telah melaksanakan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap 1.334 perkara tindak pidana umum dari total 1.454," kata Burhanuddin dalam keterangannya, Sabtu (16/7).
Burhanuddin mengatakan, jaksa memiliki kewenangan untuk menentukan apakah sebuah kasus bisa lanjut ke pengadilan untuk dilakukan penuntutan atau tidak. Restorative justice dijadikan landasan untuk menentukan itu.
"Kejaksaan sebagai pengendali perkara mempunyai kedudukan sentral dalam penegakan hukum karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak," ujar dia.
Dia mengatakan, Kejaksaan harus mampu menyeimbangkan antara aturan yang berlaku dengan interpretasi hukum yang bertumpu pada tujuan kemanfaatan.
Artinya suatu perkara jika diajukan ke Pengadilan tidak hanya semata-mata berdasarkan pelanggaran hukum, namun juga difokuskan pada kemanfaatannya bagi masyarakat.
Kasus Maman curi HP Dandim Lebak dihentikan jaksa dengan restorative justice. Foto: Dok. Istimewa
Di sisi lain, penerapan restorative justice ini sangatlah selektif. Dia mengungkapkan sejumlah syaratnya:
ADVERTISEMENT
Syarat tersebut tertuang dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Burhanuddin mengatakan, dalam penerapan restorative justice ini pun, Kejaksaan melibatkan unsur masyarakat dalam upaya perdamaian antara korban dengan pelaku. Dalam prosesnya, selain ada korban dan pelaku, juga ada tokoh perwakilan masyarakat. Mereka akan berada di satu wadah yakni Rumah Restorative Justice (RJ).
“Rumah RJ akan berfungsi sebagai wadah untuk menyerap nilai-nilai kearifan lokal serta menghidupkan kembali peran serta tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat untuk bersama-sama dengan Jaksa dalam proses penyelesaian perkara yang berorientasikan pada perwujudan keadilan subtantif,” ujar Burhanuddin.
ADVERTISEMENT