Kejaksaan Usut Dugaan Korupsi di Perum Perindo Tahun 2017, Jerat 3 Tersangka

21 Oktober 2021 18:44 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak.  Foto: Humas Kejagung/HO ANTARA
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak. Foto: Humas Kejagung/HO ANTARA
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini tengah melakukan penyidikan terkait dugaan korupsi di Perum Perikanan Indonesia (Perindo) pada 2017. Ada tiga tersangka yang dijerat oleh Kejagung.
ADVERTISEMENT
"Penyidik telah menetapkan tiga orang tersangka di perkara tersebut," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung) Leonard Eben Ezer dalam konferensi pers, Kamis (21/10).
Ketiganya adalah Nabil M. Basyuni selaku Direktur PT Prima Pangan Madani; Lalam Sarlam selaku Direktur PT Kemilau Bintang Timur; dan Wenny Prihatini selaku karyawan BUMN atau mantan Vice President Perdagangan, Penangkapan, dan Pengolahan Ikan Perum Perindo.
Ketiganya langsung ditahan oleh Kejagung untuk 20 hari pertama di Rutan. Penahanan untuk memudahkan proses penyidikan terhadap ketiganya.
Ilustrasi Perum Perindo. Foto: Instagram/@perumperindo

Konstruksi Kasus

Perum Perindo merupakan BUMN yang didirikan pada 2013. Pada 2017, Perum Perindo terbitkan surat utang jangka menengah (MTN) dan mendapatkan dana sebesar Rp 200 miliar yang terdiri dari sertifikat jumbo (MTN) tahun 2017 seri A dan sertifikat jumbo (MTN) Perum Perindo tahun 2017 seri B.
ADVERTISEMENT
Tujuan dari MTN tersebut bertujuan untuk digunakan untuk perikanan tangkap. Namun kemudian, penggunaan dana MTN seri A dan B tidak digunakan sebagaimana mestinya.
"MTN seri A dan seri B sebagaimana maksud digunakan untuk bisnis perdagangan ikan yang dikelola oleh divisi penangkapan perdagangan dan pengelolaan ikan, yang dipimpin oleh WP," kata Leonard.
Pada Desember 2017, Dirut Perindo berganti kepada Risyanto Suanda. Ia sebelumnya merupakan Direktur Operasional Perum Perindo.
Risyanto Suanda pernah mengadakan pertemuan dengan divisi yang dipimpin Wenny Prihatini. Pertemuan diikuti oleh IP sebagai advisor Divisi P3 untuk membicarakan pengembangan bisnis menggunakan dana MTN, kredit BTN Syariah, dan kredit BNI.
"Kemudian ada beberapa perusahaan dan perorangan yang direkomendasikan IP kepada Perindo untuk dijalankan kerja sama perdagangan ikan. Yaitu PT Global Prima Sentosa, PT Gemilau Bintang Timur, S, TK, dan RB," kata Leonard.
Ilustrasi gedung Jam Pidsus, Kejagung. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Selain beberapa yang dibawa IP, ada juga beberapa pihak lain yang bekerja sama dengan Perum Perindo untuk perdagangan ikan antara lain PT Kemiko Makmur Abadi, PT SIG Asia, Dewa Putu Junaidi, CV Ken Jaya Perkara, CV Tuna Keraha Utama, Lau Aguan, Pramuji Candra, PT Prima Pangan Mardani, PT Lestari Sukses Makmur, dan PT Tri Darma Perkasa.
ADVERTISEMENT
Leonard mengatakan, metode yang digunakan dalam kerja sama tersebut adalah jual beli ikan putus. Dalam penunjukan mitra, Perum Perindo melalui divisi P3 tidak melakukan analisa usaha, rencana keuangan dan proyeksi rencana usaha.
Lalu dalam pelaksanaan bisnis beberapa pihak dibuatkan perjanjian kerja sama tidak ada berita acara serah terima barang, tidak ada laporan jual beli ikan, dan tidak ada dari pihak Perindo yang ditempatkan dalam penyerahan ikan dari supplier kepada mitra bisnis.
"Akibat penyimpangan dalam metode mitra bisnis perdagangan ikan oleh Perum perindo sehingga menimbulkan verifikasi pencairan dana bisnis yang tidak benar yang menimbulkan transaksi-transaksi fiktif yang dilakukan oleh Perum Perindo," sambung Leonard.
"Transaksi fiktif tersebut menjadi tunggakan pembayaran mitra bisnis perdagangan ikan kepada Perum Perindo sebesar Rp 149 miliar," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Leonard belum merinci berapa dugaan kerugian negara dalam kasus korupsi ini. Sementara itu, dia mengatakan bahwa proses penyidikan saat ini masih difokuskan kepada perdagangan ikan, sementara SBU penangkapan dan SBU akuakultur, dilakukan seiring dengan penyidikan yang tengah dilakukan.
Adapun dalam kasus ini, Wenny Prihatini selaku pimpinan pengelola divisi Perdagangan, Penangkapan, dan Pengolahan Ikan btidak melakukan analisa usaha, rencana keuangan dan proyeksi pengembangan usaha. Sehingga penggunaan dana MTN seri A dan B tidak sesuai dengan peruntukannya.
Sementara, Nabil dan Lalam selaku pembeli dari pihak swasta dari Perum Perindo mendapatkan pendanaan tidak sesuai peruntukan dari MTN seri A dan Seri B.
Atas dasar tersebut, para tersangka dijerat Pasal 2 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo 55 ayat (1) KUHP.
ADVERTISEMENT