Kejanggalan Kematian Aktivis HAM dan Lingkungan Golfrid di Medan

10 Oktober 2019 15:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi Pers Walhi terkait kematian aktivis HAM Golfrid Siregar di WALHI, Jakarta Selatan, Kamis (10/10/2019). Foto: Darin Atiandina/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi Pers Walhi terkait kematian aktivis HAM Golfrid Siregar di WALHI, Jakarta Selatan, Kamis (10/10/2019). Foto: Darin Atiandina/kumparan
ADVERTISEMENT
Golfrid Siregar, aktivis lingkungan sekaligus advokat dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara, meninggal dunia di RSU Pusat Haji Adam Malik, Medan, Minggu (6/10).
ADVERTISEMENT
Sebelumnya Golfrid ditemukan oleh tukang becak dalam kondisi tidak sadarkan diri di flyover Simpang Pos, Kelurahan Padang Bulan, Medan, Kamis (3/10) sekitar pukul 01.00.
Beberapa jam sebelum ditemukan tergeletak, tepatnya pada Rabu (2/10) pukul 17.00 Golfrid diketahui pergi ke agen pengiriman barang JNE. Dia lalu berkunjung ke rumah saudaranya di Marindal pada pukul 20.00 WIB hingga 23.00 WIB.
Sejak saat itu Golfrid tidak bisa dikontak istrinya dan akhirnya ditemukan dalam kondisi kritis.
Semasa hidup, pria kelahiran Batam itu dikenal sebagai aktivis yang lantang menyuarakan penolakan terhadap proyek-proyek yang berpotensi merusak lingkungan hidup.
“Beliau adalah salah satu aktivis lingkungan dan pembela HAM di Sumut, begitu diandalkan karena keberaniannya serta kelugasannya dalam menyampaikan pendapat dan pemikiran akan hal-hal yang mengancam kehidupan orang banyak,” kata Eksekutif Nasional WALHI Zenzi Suhadi saat menggelar konferensi pers di WALHI, Jakarta Selatan, Kamis (10/10).
ADVERTISEMENT
“Dia jadi pusat gerakan teman-teman yang mengalami dampak dari kerusakan lingkungan dan mendampingi gugatan-gugatan di Sumut,” sambungnya lagi.
Pria berusia 33 tahun itu pernah mendampingi masyarakat terdampak aktivitas perusahaan PT. Mitra Beton Abadi (MBA), Asphalt Hotmix, dan CV Mitra Abadi Nusantara (Des 2017-Mei 2018).
Golfrid juga mendampingi masyarakat Lingga Muda untuk kasus perambahan hutan dan illegal logging (Maret 2018-Agustus 2018), nelayan Pantai Labu untuk gugatan terhadap perusahaan tambang pasir laut (Januari-Juni 2018).
Selain itu, dia juga mendampingi masyarakat Kwala Serapuh terkait gugatan hutan (Maret 2019), dan terakhir menjadi kuasa hukum WALHI untuk gugatan terhadap Gubernur Sumut dengan tergugat intervensi PT.NSHE.
“Memang yang paling mencolok selama jadi aktivis itu beliau menjadi koordinator kuasa hukum terhadap gugatan izin lingkungan PT. NSHE,” ujar Zenzi.
ADVERTISEMENT
Pada Agustus 2018, WALHI melakukan gugatan di PTUN Medan atas perubahan izin pembangunan PLTA Batangtoru dan perubahan quarry yang diajukan oleh PT North Sumatera Hydro Energy.
WALHI menduga pemberian izin tersebut cacat prosedur dikarenakan penerbitan AMDAL dan Addendum Amdal cacat hukum.
Pada Maret 2019, Majelis Hakim PTUN menolak seluruh gugatan WALHI. Sebulan kemudian, WALHI pun mengajukan banding dengan menyertakan bukti baru, yakni pemalsuan tanda tangan.
“Lalu pada 12 Agustus 2019, Golfrid mendatangi Wasisdik dan Propam Mabes Polri untuk melaporkan para penyidik Polda Sumut atas terbitnya SP3 kasus pemalsuan tanda tangan Addendum Pembangunan PLTA Batang Toru,” ujar Zenzi.
“Harusnya pada minggu ini Golfrid dimintai keterangan atas pelaporan penyidik di Polda Sumut, hanya saja belum sempat pergi ke Jakarta terjadi insiden yang menyebabkan beliau meninggal,” kata Zenzi.
ADVERTISEMENT
Kejanggalan Kematian
WALHI merasa ada yang janggal dari kematian Golfrid. Kejanggalan itu terlihat mulai dari bekas luka yang dialami Golfrid tidak sesuai dengan penyebab kematian yang pertama kali dinyatakan oleh pihak kepolisian, yakni kecelakaan.
“Kepala korban mengalami luka yang serius seperti akibat pukulan keras dengan benda tumpul, sementara bagian tubuh korban yang lain tidak mengalami luka layaknya kecelakaan lalu lintas,” ujar Zenzi.
Zenzi mengemukakan di mata kanan Golfrid juga ditemukan memar seperti luka akibat pukulan. Di pakaian yang ia kenakan, juga ditemukan lumpur basah.
Golfrid ini ditemukan di flyover, itu wilayah yang dasarnya itu aspal, ada kejanggalan di celananya itu ada lumpur cukup banyak dan itu tidak mungkin bercak lumpur orang yang terjatuh di atas jalan raya,” kata Zenzi.
ADVERTISEMENT
Penanganan dari pihak kepolisian pun dianggap janggal oleh Zenzi. Menurutnya, polisi memberi pernyataan yang tidak konsisten. Awalnya polisi menyebut penyebab kematian adalah kecelakaan, lalu berubah jadi perampokan.
“Memang barang ada yang hilang seperti tas, laptop, dompet, dan cincin. Tapi, kalau ini perampokan, logikanya motor korban yang punya nilai paling mahal kenapa tidak diambil juga?” ujar Zenzi.
Olah TKP pun dianggap tidak berjalan dengan semestinya karena dilakukan di lokasi yang berbeda dengan lokasi kecelakaan.
“Fakta-fakta ini menunjukkan Golfrid bukan korban kecelakaan lalu lintas, kami melihat indikasi korban telah menjadi korban percobaan pembunuhan karena aktivitas korban sebagai pembela HAM,” kata Zenzi.
Polisi Olah TKP di Lokasi Tewasnya Aktivis HAM Golfrid Siregar Foto: Istimewa
Kasus Golfrid Perlu Atensi Khusus
Kematian Golfrid jelas perlu diusut sampai tuntas. Apa penyebabnya serta motif dibaliknya.
ADVERTISEMENT
“Kekhawatiran kami kalau tidak diusut tuntas akan menambah daftar panjang korban pejuang HM dan yang kedua menambah daftar panjang ketidakhadiran negara dalam melindungi dan menghormati HAM,” ujar Zenzi.
Untuk itu, WALHI mendesak agar dibentuk tim pencari fakta yang independen untuk mengusut tuntas kasus Golfrid.
“Tim ini dikoordinir oleh Komnas HAM, kami juga mendesak Polda Sumut untuk melakukan penyelidikan ulang secara transparan atas kematian Golfrid dan tidak terburu-buru menyimpulkan sebelum ada hasil investigasi yang valid dan komprehensif,” tutur Zenzi.