news-card-video
15 Ramadhan 1446 HSabtu, 15 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Kejari Jakpus Usut Korupsi PDNS 2020-2024, Diduga Rugikan Negara Ratusan Miliar

14 Maret 2025 1:00 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi peretas kuasai PDNS. Foto: Adi Prabowo/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi peretas kuasai PDNS. Foto: Adi Prabowo/kumparan
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) mengendus adanya dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2020 sampai 2024.
ADVERTISEMENT
Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakpus, Bani Immanuel Ginting, menyatakan pihaknya telah menerbitkan surat perintah penyidikan per 13 Maret 2025.
"Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Dr. Safrianto Zuriat Putra, S.H., M.H. menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 tanggal 13 Maret 2025 dan memerintahkan sejumlah Jaksa Penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap perkara tersebut," kata Bani dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (14/3) dini hari.
Kasus ini bermula pada 2020. Saat itu, Kominfo --yang saat ini sudah berubah nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi)--, melakukan pengadaan barang dan jasa PDNS senilai Rp 958 miliar.
Dalam pelaksanaannya, diduga ada pengkondisian pemenangan kontrak PDNS antara pejabat Kominfo dengan pihak swasta dalam hal ini adalah PT. AL. Pengkondisian itu berjalan hingga lima tahun.
ADVERTISEMENT
Berikut rinciannya:
Terdapat pejabat dari Kominfo bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT. AL dengan nilai kontrak Rp 60.378.450.000.
Perusahaan swasta yang sama memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp 102.671.346.360.
Terdapat adanya pengkondisian lagi antara pejabat di Kominfo dengan perusahaan swasta PT. AL untuk memenangkan perusahaan yang sama dengan cara menghilangkan persyaratan tertentu sehingga perusahaan tersebut dapat terpilih sebagai pelaksana kegiatan dengan nilai kontrak Rp 188.900.000.000.
Kembali perusahaan yang sama memenangkan pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak tahun 2023 senilai Rp 350.959.942.158 dan tahun 2024 senilai Rp 256.575.442.952.
Padahal, kata Bani, perusahaan tersebut bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301.
ADVERTISEMENT
"Akibat dari tidak dimasukkannya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposenya data diri penduduk Indonesia," kata Bani.
Bani menyebut, meskipun anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN ini telah menghabiskan total sebesar lebih dari Rp 959.485.181.470, tetapi pelaksanaan kegiatan tersebut tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
"Yang hanya mewajibkan pemerintah untuk membangun Pusat Data Nasional (PDN) dan bukan PDNS serta tidak dilindunginya keseluruhan data sesuai dengan BSSN," ucapnya.
"Atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut diperkirakan menimbulkan kerugian keuangan negara dalam jumlah ratusan miliar," pungkasnya.
ADVERTISEMENT