Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Keluarga Curiga Mawartih Dibunuh: Ada Cekikan di Leher, Pipi Lebam
15 Maret 2023 17:22 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Dokter spesialis paru-paru, Mawartih Susanty (47), ditemukan tewas di rumah dinasnya di Nabire, Papua Tengah, pada Kamis (9/3) lalu. Ada kejanggalan, Mawartih ditemukan meninggal dalam kondisi mulut berbusa, badan penuh lebam, bahkan tulang rusuk patah.
ADVERTISEMENT
Melihat adanya sejumlah luka lebam di tubuh Mawartih, pihak keluarga curiga dia dibunuh.
"Ada bekas cekikan di leher. Itu kita lihat saat di RS Bhayangkara karena saat itu mau dirias wajahnya, sesudah autopsi," kata Martawara, Ibu Mawartih, saat ditemui kumparan di Makassar, Sulsel, Rabu (15/3).
"Kedua pipi lebam, rahang seperti bergeser, ada bekas tangan atau jari di bahu kanannya," sambungnya.
Selain itu, Martawara juga curiga anaknya itu melawan saat hendak akan dibunuh.
"Rambut anakku juga acak-acakan seperti sudah ditarik. Banyak rambut berserakan dan kebetulan rambut anakku lebat kan," kata dia lagi.
Sampai saat ini, hasil autopsi kematian Mawartih belum keluar. Pihak keluarga harus menunggu 28 hari.
Mawartih Dikenal Tertutup
Martawara mengaku anak perempuannya itu tertutup, apalagi soal urusan asmara.
ADVERTISEMENT
Martawara bercerita pernah meminta anak gadisnya menikah. Tapi, Mawartih tak pernah menggubrisnya.
"Dia juga tidak pernah bilang, kalau ada teman dekat atau pacarnya," tuturnya.
"Saya pernah minta untuk menikah karena saya kan sudah tua mau lihat cucu, tapi dia cuma bilang berdoa saja. Jadi Mawar tidak pernah bilang dekat dengan si A atau si B," sambungnya.
Selain tertutup persoalan asmara, Mawartih juga dinilai tak pernah mengeluh soal pekerjaannya. Dia selalu mengaku baik-baik saja saat menjalani aktivitasnya.
"Mungkin dia itu tidak mau sampai orang tua berpikiran macam-macam. Tidak mau mama bapaknya khawatir," ungkapnya.
Pernah Bertugas saat Tsunami Aceh
Mawartih dikenal sebagai sosok petarung. Dia kerap bertugas di beberapa lokasi atau tempat yang dikategorikan tak aman, seperti Papua hingga Aceh.
ADVERTISEMENT
Martawara mengatakan, anaknya itu pernah dikirim oleh pemerintah sebagai tenaga medis saat bencana tsunami di Aceh.
"ke Aceh saat Tsunami. Memang tugasnya di tempat selalu terancam jiwanya. Saat itu Tsunami susulan di Aceh dia dikirim," ujarnya.
Profil Mawartih
Mawartih lahir di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Dia merupakan lulusan Fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
Setelah memiliki STR, Mawartih mulai mengabdi sebagai dokter PTT atau tim Nusantara Sehat di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Kemudian, ia diberi tugas dari Kementerian Kesehatan untuk mendalami kasus TBC. Ia pun kembali ke Kota Makassar dan dinas di RSUP Wahidin Sudirohusodo.
Pada Desember 2014, Mawartih ditugaskan ke Aceh. Sepulang dari sana, Mawartih mengabdi di tanah Papua. Kala itu, dia ditempatkan di Todikara, Papua pedalaman.
ADVERTISEMENT
"Saat tugas di Todikara, dr. Mawartih dapat beasiswa melanjutkan dokter spesialis," ungkap Martawara
Dengan beasiswa, Mawartih melanjutkan pendidikan dokter spesialis paru-paru di Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya.
"Saat praktik atau PKL, dia di Nabire Papua dan kebetulan Direktur RS Nabire suka itu cara kerjanya sehingga meminta dr. Mawar kalau selesai kembali lagi tugas ke Nabire" bebernya.
Setelah menyelesaikan pendidikan profesinya, dia melanjutkan tugas di Nabire. Ia sudah bekerja selama 6 tahun. Namun, saat hendak pindah ke Jakarta, Mawartih ditemukan tewas.