Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kemenag Gelar Mudzakarah Perhajian: Bahas Murur hingga Nilai Manfaat Dana Haji
8 November 2024 4:36 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Kementerian Agama menggelar forum Mudzakarah Perhajian 2024 di Kampus Institut Agama Islam (IAI) Persis Bandung, mulai 7 hingga 9 November. Forum digelar guna membahas sejumlah isu krusial dalam pelaksanaan haji untuk tahun 1446 Hijriyah atau 2025 Masehi.
ADVERTISEMENT
Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam sambutannya berharap forum yang dihadiri para ahli fikih serta praktisi perhajian ini dapat melahirkan kebijakan yang dapat memberikan kemudahan bagi umat.
"Saya berharap melalui mudzakarah ini kita dapat menghasilkan sesuatu kebijakan yang memberikan kemudahan dan meringankan bagi umat," kata Menag Nasaruddin dalam sambutannya, Kamis (7/11) malam.
Hadir di acara ini, Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang, Wakil Badan Penyelenggara Haji (BPH) Dahnil Anhar Simanjuntak, Ketua BPKH Fadhlul Imansyah, dan Dirjen PHU Hilman Latief.
Menurut Menag, ada tiga isu krusial yang menjadi pokok bahasan yakni skema murur, tanazul, dan respon hasil Ijtima MUI soal nilai manfaat dana haji.
Menurutnya kebijakan yang dibuat, seperti pelaksaan haji ini harus memudahkan rakyat dan didasari untuk kemaslahatan. Jangan malah sebaiknya.
ADVERTISEMENT
“Kita di sini akan membahas tentang kesumberan [dari] para ulama, tentang hal yang krusial untuk pelaksanaan ibadah haji kita yang akan mendatang,” katanya.
Nasaruddin menyampaikan, salah satu isu yang bakal dibahas ialah terkait hasil Ijtima Komisi Fatwa MUI Se-Indonesia VIII Nomor 09/Ijtima Ulama/VIII/2024 di Bangka Belitung Mei lalu. Ijtima tersebut mengharamkan penggunaan hasil investasi setoran awal biaya haji (Bipih) untuk membiayai penyelenggaraan haji jemaah lain. Menag berharap Mudzakarah hasilkan titik temu.
"Perhitungkan dan pertimbangkan apa dampaknya, apa maslahatnya. Apa akibatnya kalau kita tidak komprehensif mempertimbangkan banyak hal. Tiba-tiba mengharamkan sesuatu atau menghalalkan sesuatu," kata Menag.
Menurut Nasaruddin, isu ini penting dibahas, sebab ia memiliki sisi gharar alias rancu. Sedangkan hadirnya aspek gharar dalam penentuan hukum, kata Nasaruddin, tidak boleh.
ADVERTISEMENT
“Gharar itu ada kerancuan, ada keraguan, yang tidak bisa menghasilkan fatwa majelis ulama sebagai haram. Karena gharar itu enggak boleh,” ucapnya.
Sehubungan dengan ini, Nasaruddin mengatakan tugas BPKH cukup berat. Di satu sisi, mereka memikirkan untuk mengolah investasi dana haji tertampung sebagai sesuatu yang produktif, sehingga keuntungannya dapat didistribusikan sebagai subsidi, tapi di sisi lain tidak boleh mengandung gharar.
Menurutnya langkah BPKH selama ini sudah sesuai jalur yakni memberikan subsidi agar jemaah tidak merasa berat saat melakukan pelunasan.
Dia mencontohkan, pada 2024 Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) mencapai Rp93 juta.Kala itu, untuk dapat berangkat haji, jemaah hanya perlu membayar rata-rata Rp56 juta per orang. Selisih dari angka tersebut diambil dari Nilai Manfaat yang dikelola BPKH sebesar Rp 37 juta per jemaah.
ADVERTISEMENT
Jumlah itulah, kata Menag, yang diijtimakan haram oleh majelis ulama, dengan anggapan uang tersebut hasil keuntungan yang diperoleh dari harta milik orang lain.
Nasaruddin tak menampik urusan kepemilikan itu. Akan tetapi, dia menyampaikan, ada sebab yang berhubungan dengan kepentingan agama, mengikuti pengolahan produktif harta milik orang lain tersebut, sehingga membuat pendistribusian hasilnya menjadi boleh.
"Apa jadinya kalau ternyata nilai manfaat dianggap haram. Jemaah harus membayar utuh, tentu ini dapat memberatkan. Jadi, mari kita melihat ini semua dengan lebih komprehensif," ajak Menag.
“Maka malam ini dan seterusnya kita akan membuka asbabun syar’i apa yang bisa membuka keran haram tadi. Nah inilah perdebatan ushul fiqih, nanti kita uji,” imbuhnya.
Lalu, lanjut Nasaruddin, jika kelak dua belah pihak punya pertimbangan hukum yang sama, nanti akan dipilih mana yang punya akibat lebih ringan di tengah masyarakat.
ADVERTISEMENT
Murur dan Tanazul
Selain perkara pemanfaatan dana haji di BPKH untuk subsidi, Nasaruddin menyampaikan di forum Mudzakarah Perhajian ini, akan dibahas perkara murur dan tanazul.
Murur merupakan sebuah skema mabit dalam haji yang memungkinkan jemaah dari Arafah melintasi Muzdalifah tanpa bermalam di sana, untuk menghindari penumpukan.
“Dalam kitab-kitab fiqih, kita bermalam [mabit] di Muzdalifah. Berarti kita tiduran, bermalam, melewati malam hari di Muzdalifah,” kata Nasaruddin.
Namun, dalam kondisi tertentu, papar dia, seperti misalnya ketika tempat sangat padat dan terbatas, dengan kendaraan sangat banyak, dan terjadi kemacetan berjam-jam, jemaah dapat tetap terhitung melakukan mabit di Muzdalifah tanpa turun dari kendaraan.
“Itu namanya murur. Jadi tidak turun dari mobil, hanya istirahat di mobil, mungkin maju-maju sedikit mobilnya kalau lagi macet, itu nanti ada pembahasannya,” kata Nasaruddin.
ADVERTISEMENT
Adapun Tanazul, menurut Menag, ialah alternatif untuk tidak tinggal (mabit) dalam tenda di Mina. Karena adanya sejumlah persoalan.
“Nanti kita akan lihat modelnya seperti apa. Saya tidak ingin mendefinisikan di sini, tapi yang jelas ada alternatif, tanazul,” ucapnya.
“Maka nanti kita akan bicarakan di bawah pengalaman petugas-petugas haji di Makkah. Dan akan memberi informasi mengenai para ulama ini, ya berdiskusi,” imbuhnya.