Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Kemenag Ingatkan Lagi 200 Mubalig untuk Tangkal Penceramah Radikal
19 November 2018 7:29 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Polemik mengenai masjid yang terpapar paham radikalisme kembali mencuat usai BIN menyatakan ada sebanyak 41 masjid di lingkungan pemerintahan yang terpapar hal itu. Melalui juru bicara BIN Wawan Hari Purwanto, istilah radikal itu sebenarnya ditujukan pada penceramahnya, bukan masjidnya.
ADVERTISEMENT
Kementerian Agama mengungkapkan pemerintah sudah berupaya mencegah disusupinya masjid oleh penceramah radikal dengan mengeluarkan daftar 200 mubalig pada bulan Mei lalu. Hanya saja oleh sekelompok masyarakat daftar itu ditanggapi dengan negatif.
"Ya itu sebenarnya niat kita merilis 200 mubalig itu dan kita menambah yang lainnya dalam rangka itu (pencegahan). Tetapi kan langsung dipotong oleh masyarakat oleh, ya ada tanggapan negatiflah," kata Dirjen Binmas Kemenag Muhammadiyah Amin saat dihubungi, Senin (19/11).
Setelah mendapatkan banyak tanggapan negatif, Kemenag kemudian berkoordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Diputuskan bahwa pengawasan terhadap para penceramah radikal ditangani oleh MUI.
"Nah persoalan itu kita serahkan ke MUI. Jadi MUI yang lanjutkan program itu," ucap Amin.
Amin mengungkapkan, Kemenag tidak mempunyai daftar mengenai para penceramah ilegal atau berpaham radikal. Amin mengatakan adanya daftar 200 mubalig itu dapat dijadikan rujukan masyarakat untuk memilih atau mengikuti para penceramah yang ada di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Tidak, kita tidak cari itu (penceramah ilegal) kita hanya menyampaikan para mubalig yang baik, bukan yang itu (buruk). Kita tidak sampai mencari gitu karena sulit kalau kita mencari itu. Jadi kita mencari yang baiklah, bukan yang jelek," tegas Amin.
Meski demikian, Amin mengatakan, Kemenag tidak bisa melarang jika ada penceramah yang menyampaikan paham radikal kepada jemaahnya. Lantaran hal itu sudah masuk dalam ranah hukum.
"Tentu kita tidak ada kewenangan (untuk menghentikan), kan kebebasan berbicara ini. Artinya masyarakat yang menilai untuk memakai mereka atau tidak. Kalau pun sudah terdeteksi sebagai radikal, ya tentu bukan jadi urusan Kemenag tapi urusan aparat karena berkaitan dengan radikal," pungkas Amin.