Kemenag Siapkan Tanazul Urai Kepadatan di Muzdalifah & Mina, Apa Maksudnya?

20 Mei 2024 20:42 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jamaah calon haji melintas di depan tenda jelang pelaksanaan wukuf di Arafah, Arab Saudi, Selasa (27/6/2023). Foto: Wahyu Putro A/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Jamaah calon haji melintas di depan tenda jelang pelaksanaan wukuf di Arafah, Arab Saudi, Selasa (27/6/2023). Foto: Wahyu Putro A/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Kepadatan di Muzdalifah saat puncak haji 2023 jadi perhatian. Komisi VIII DPR meminta Kemenag untuk mencari cara agar kepadatan di Muzdalifah tidak terjadi lagi tahun ini. Begitu juga dengan mabit di Mina.
ADVERTISEMENT
Kementerian Agama dalam RDP dengan Komisi VIII sempat memperkenalkan konsep tanazul atau murur untuk mengatasi kepadatan yang terjadi di Muzdalifah dan Mina. Namun, ini juga masih jadi sorotan DPR.
Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKS, Iskan Qolba Lubis, meminta kepada Kemenag agar tidak membuat kebijakan yang bertentangan dengan ibadah haji. Hal itu buntut dengan adanya kebijakan Tanazul yang dikeluarkan oleh Kemenag, yaitu tidak bermalamnya para jemaah di Muzdalifah.
"Kementerian Agama, tolong jangan membuat kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan ibadah. Jemaah ini kan pasti akan ramai utamanya konsep Tanazul, mereka tidak bermalam di Mina, ini enggak akan ada yang mau, mendingan dia berantem," kata Iskan dalam RDP Komisi VIII dengan Kemenag di Ruang Sidang Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/5).
ADVERTISEMENT
Iskan pun meminta agar Kemenag berkonsultasi terlebih dahulu dengan Majelis Ulama mengenai Tanazul tersebut. Sebab, Iskan menilai hal itu berhubungan dengan hukum ibadah haji.
"Kalau memang Kementerian Agama membuat kebijakan yang berhubungan dengan hukum ini riskan. Harus jelaskan dulu ke Majelis Ulama bagaimana dia meyakinkan orang," ujar dia.
Ketua Komisi VIII DPR RI, Ashabuk Kahfi, pun sepakat dengan pernyataan Iskan. Menurutnya, Kemenag harus mencari fatwa untuk melegitimasi tentang pengertian Mabit di Muzdalifah dan Mina.
"Mungkin perlu ada semacam fatwa ya dari Majelis Ulama gitu ya sehingga untuk menlegitimasi kebijakan mabit ini kan tujuan utamanya untuk memperlancar sirkulasi jemaah di Armuzna [Arafah, Muzdalifah, Mina] sehingga kebijakan itu didorong untuk dijadikan salah satu opsi untuk memperlancar penyelenggaraan jemaah di Mina itu," ujar dia.
Hilman Latief Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Foto: Kemenag RI
Dirjen Penyelenggara Haji dan Umroh (PHU), Hilman Latief, menjelaskan bahwa fatwa mengenai Tanazul atau Murur, yaitu tidak mabit di Mina dan Muzdalifah sudah ada di berbagai negara. Pihaknya juga akan Berkonsultasi dengan Ijtima Ulama di Sumatera.
ADVERTISEMENT
"Dan ini kami konsultasikan juga insyaallah tanggal 27 dengan Ijtima Ulama di Sumatera, pada tanggal 27 bulan Mei ini mengenai konsep Murur atau lewat mabitnya dalam bentuk lewat di tengah malam tidak tidur beneran gitu," ujar Hilman.
Hilman menjelaskan jemaah dari embarkasi mana yang akan terkena imbas Tanazul atau Murur itu.
"Ini mungkin yang terdampak itu ada JKS pak, kemudian JKS itu di DKI kemudian eh Bekasi ya, kemudian KJT di Kertajati, di KNO di Medan, PLM Palembang, SOC Solo dan, SUB Surabaya ini kemungkinan beberapa daerah yang orangnya ada di antara maktab 57 sampai 73," terang dia.

Kemenag Jelaskan Konsep Tanazul atau Murur

Jemaah diberangkatkan ke Muzdalifah dari Arafah. Foto: Muhammad Iqbal/kumparan
Hilman menjelaskan konsep Tanazul atau Murur dalam pelaksanaan Mabit di Muzdalifah dan Mina. Ia mengatakan, pada praktiknya, biasanya ada jemaah yang tidak mampu melaksanakan wukuf di Arafah sehingga diberikan fasilitas safari wukuf.
ADVERTISEMENT
Setelah melakukan wukuf, jemaah haji akan melanjutkan proses mabit di Muzdalifah. Biasanya jemaah haji akan beristirahat atau melakukan salat di sana.
"Karena tempatnya yang terbatas jumlahnya yang banyak dimungkinkan orang itu tidak turun dari bus kemudian masuk ke lapangan apalagi banyak lansia, kenapa? Karena kalau itu over capacity, evakuasinya berat seperti tahun lalu ya," jelas dia.
"Menghindari kejadian seperti itu. Nah kita dan Saudi sudah mendiskusikan mungkin cukup lewat saja, lewat lapangan itu enggak harus turun. Kalau turun, waktunya juga banyak dan kalau terlalu padat itu bahaya kita ingin dorong itu maksudnya," terangnya.
Dia pun menuturkan, tidak semua jemaah akan tanazul atau murur, melainkan hanya sebagaian saja.
"[Jemaah] Sebagian. Tidak semuanya, ya 40 ribu orang lah. Kan jumlah jemaah kita 200 ribu lebih. Nah 40.000-nya hanya lewat ini yang sedang kita rumuskan dan kita juga minta penguat lah dari Majelis Ulama Indonesia," tandas dia.
ADVERTISEMENT

Mabit di Muzdalifah dan Mina

Jemaah haji berjalan untuk melempar jumrah hari ketiga menuju Jamarat di Mina, Arab Saudi, Jumat (30/6/2023). Foto: Wahyu Putro A/ANTARA FOTO
Para rangkaian puncak haji, jemaah haji akan melakukan wukuf di Arafah pada 9 Zulhijah. Wukuf artinya berdiam diri mulai dari waktu zuhur.
Pada sore harinya, jemaah haji akan bergerak menuju ke Muzdalifah menggunakan bus untuk melakukan mabit atau menginap. Jemaah haji akan menempati maktab atau tempat sesuai nomor yang telah ditentukan.
Di sana, jemaah juga akan mengambil batu untuk melaksanakan lontar jumrah di Jamarat. Proses perpindahan jemaah akan dilakukan bertahap.
Setelah berdiam diri sejenak di Muzdalifah, jemaah akan naik bus lagi menuju ke Mina. Karena jumlah jemaah yang banyak proses pemindahan jemaah haji dari Muzdalifah ke Mina bisa memakan waktu dari waktu Isya sampai Subuh.
Bahkan, tahun lalu, jemaah di Muzdalifah baru benar-benar bisa dipindahkan pada siang harinya. Ini terjadi karena jalur bus penuh oleh jemaah. Arus lalu lintas juga terhalang.
ADVERTISEMENT
Untuk menghindari hal itu, konsep tanazul disiapkan. Artinya, jemaah yang berangkat dari Arafah lebih dari pukul 23.00 WAS, akan menuju ke Muzdalifah, lalu bus berhenti sejenak, tapi jemaah tidak turun dari bus.
Batu yang dipakai untuk melontar jumrah sudah disiapkan sejak dari Arafah. Setelah itu, bus akan langsung mengantar jemaah ke tenda yang ada di Mina.
Jamaah haji berjalan usai melempar jamrah hari kedua di Jamarat, Mina, Arab Saudi, Kamis (29/6/2023). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Begitu juga dengan konsep tanazul atau murur di Mina. Jemaah haji biasanya melakukan mabit atau menginap di Mina selama kurang lebih 3 malam.
Ada dua waktu yang bisa diambil jemaah. Pertama nafar awal atau jemaah melontar jumrah pada 10 dan 11 Zulhijah kemudian keluar Mina pada 12 Zulhijah.
Yang kedua, nafar tsani dengan melontar jumrah pada 10, 11, dan 12 Zulhijah, lalu keluar Mina pada 13 Zulhijah.
ADVERTISEMENT
Selama waktu ini, jemaah akan berjalan kaki dari Mina menuju jamarat atau tempat lontar jumrah sejauh paling dekat 4 km dan paling jauh sekitar 6 km. Artinya, jemaah harus berjalan kaki 14 km dan 16 km sekali melaksanakan lontar jumrah.
Mina memang jadi medan perjuangan tersendiri bagi jemaah karena tenda biasanya penuh sesak.
Nah, tanazul atau murur ini memungkinkan jemaah yang hotelnya di kawasan Syisyah--daerah paling dekat dengan Mina--untuk tidur di hotel selama prosesi mabit berlangsung. Dengan begitu, ada ruang yang lebih untuk jemaah lain menginap di tenda Mina.