Kemendagri soal Tarif Rp 1.000 Akses NIK: Bagi Lembaga Swasta Profit Oriented

16 April 2022 19:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi e-KTP. Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi e-KTP. Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono
ADVERTISEMENT
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan menerapkan tarif sebesar Rp 1.000 untuk setiap akses nomor induk kependudukan. Hal ini kemudian mengundang polemik di tengah masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, menjelaskan mengenai tarif tersebut. Ia menyebut pertimbangan dasar penerapan tarif NIK atau jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan adalah, untuk menjaga sistem Dukcapil tetap hidup.
"Selain itu juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan akurasi data. Sebab, beban pelayanan makin bertambah. Jumlah penduduk dan jumlah lembaga pengguna yang dulu hanya 30 sekarang 5.010 lembaga yang sudah kerja sama, namun anggaran APBN terus turun," kata Zudan Arif Fakrulloh di Jakarta, Sabtu (16/4).
Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh. Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Meski demikian, ia menegaskan pemasangan tarif itu hanya untuk lembaga sektor swasta yang bersifat profit oriented. Tidak semua lembaga dikenakan tarif tersebut.
"Contoh lembaga perbankan, asuransi, pasar modal, sekuritas. Untuk kementerian/lembaga pemerintah, pemda, dan lembaga pelayanan publik seperti BPJS Kesehatan, RSUD semuanya tetap gratis. Dan tidak ada hak akses yang berikan kepada perorangan. Hak Akses ini hanya untuk lembaga berbadan hukum." kata Zudan.
ADVERTISEMENT
Terkait perkiraan PNBP yang bakal diterima dari kebijakan itu, dan dimanfaatkan untuk apa uangnya, Dukcapil tidak memasang target.
"Karena hakikatnya tidak untuk mencari pendapatan, tetapi hanya tambahan bagi APBN agar sistem Dukcapil tetap terjaga untuk memberi pelayanan," tegas Zudan seraya menambahkan, "PNBP akan dimanfaatkan untuk perawatan dan peremajaan infrastruktur server dan storage Ditjen Dukcapil dalam melayani masyarakat dan lembaga pengguna."
Sempat muncul pertanyaan bahwa apakah menjual data pribadi itu termasuk melanggar prinsip kerahasiaan data pribadi. Terkait ini Zudan menjelaskan, dalam hal PNBP, jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan itu sendiri tidak menjual data penduduk dan tidak memberikan data.
Lembaga Pengguna sudah punya data dan diverifikasi oleh Dukcapil. Dukcapil hanya memberikan verifikasi data seseorang dengan notifikasi true or false (sesuai/tidak sesuai).
ADVERTISEMENT
Semua lembaga pengguna data Dukcapil sudah punya data nasabah atau calon nasabah. Data itulah yang diverifikasi ke Dukcapil.
"Sehingga lembaga pengguna bisa memverifikasi data seseorang dengan akurat, secure dan valid. Misalnya, pemilik data tersebut masih cocok tidak datanya dengan Dukcapil, masih hidup, masih sesuai alamatnya, dan lainnya," ungkap Zudan.
Lantas, bagaimana pemerintah menjamin keamanan NIK yang diberikan ke sektor usaha itu? Zudan menyebut bahwa sektor swasta yang memanfaatkan akses data kependudukan harus melalui berbagai tahapan/persyaratan.
Di antaranya telah bekerja sama dengan Ditjen Dukcapil (MoU dan PKS), PoC sistem (Proof of Concept), menandatangani NDA (Non Disclosure Agreement) dan SPTJM (Surat Pertanggungjawaban Mutlak) untuk mematuhi kewajiban menjaga dan melindungi data.
"Serta tidak boleh memindahtangankan data walaupun sudah tidak bekerja sama atau dikenal dengan istilah zero data sharing policy. Para lembaga pengguna juga harus siap mengikuti ketentuan regulasi yang berlaku," pungkas Zudan.
ADVERTISEMENT