Kemendikbud: Permendikbud 30 Cegah Kekerasan Seksual, Bukan Legalkan Zina

8 November 2021 13:56 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dirjen Dikti Kemendikbud, Nizam. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dirjen Dikti Kemendikbud, Nizam. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
ADVERTISEMENT
Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi menuai kritik luas.
ADVERTISEMENT
Aturan itu dianggap melegalkan seks bebas alias zina karena mendefinisikan beberapa aktivitas seksual sebagai kegiatan tanpa persetujuan korban.
Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Prof Nizam, mengatakan anggapan tersebut timbul karena kesalahan persepsi atau sudut pandang.
"Tidak ada satu pun kata dalam Permen PPKS ini yang menunjukkan bahwa Kemendikbudristek memperbolehkan perzinaan. Tajuk diawal Permendikbudristek ini adalah ‘pencegahan', bukan ‘pelegalan',” ucap Nizam dalam rilisnya di website Kemendikbudritek, Senin (8/11).
Nizam menggarisbawahi fokus Permendikbud ini adalah pencegahan dan penindakan atas kekerasan seksual. Sehingga, definisi dan pengaturan yang diatur dalam permen ini khusus untuk mencegah dan mengatasi kekerasan seksual.
Saat ini, kata Nizam, beberapa organisasi dan perwakilan mahasiswa menyampaikan keresahan dan kajian atas kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi yang tidak ditindak lanjuti oleh pimpinan perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
“Kebanyakan dari mereka takut melapor dan kejadian kekerasan seksual menimbulkan trauma bagi korban. Hal ini menggambarkan betapa mendesak nya peraturan ini dikeluarkan,” ujarnya.
Nizam menyebut kehadiran Permendikbudristek PPKS merupakan jawaban atas kebutuhan perlindungan dari kekerasan seksual di perguruan tinggi yang disampaikan langsung oleh berbagai mahasiswa, tenaga pendidik, dosen, guru besar, dan pemimpin perguruan tinggi yang disampaikan melalui berbagai kegiatan.
Karenanya, kata Nizam, kekerasan seksual di sektor pendidikan tinggi menjadi kewenangan Kemendikbudristek, sebagaimana ruang lingkup dan substansi yang tertuang dalam Permendikbudristek tentang PPKS ini.
Ilustrasi kekerasan seksual. Foto: Shutter Stock
Nizam menekankan Kemendikbudristek wajib memastikan setiap penyelenggara pendidikan maupun peserta didiknya dapat menjalankan fungsi tri dharma perguruan tinggi dan menempuh pendidikan tingginya dengan aman dan optimal tanpa adanya kekerasan seksual.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Nizam menjelaskan bahwa Permendikbudristek PPKS dirancang untuk membantu pimpinan perguruan tinggi dan segenap warga kampusnya dalam meningkatkan keamanan lingkungan mereka dari kekerasan seksual; menguatkan korban kekerasan seksual yang masuk dalam ruang lingkup dan sasaran Permen PPKS ini; dan mempertajam literasi masyarakat umum akan batas-batas etis berperilaku di lingkungan perguruan tinggi Indonesia, serta konsekuensi hukumnya.
“Moral dan akhlak mulia menjadi tujuan utama pendidikan kita sebagaimana tertuang dalam UUD, UU 20/2003, UU 12/2012, dan berbagai peraturan turunannya. Termasuk Permendikbud No 3/2020 tentang standar nasional pendidikan tinggi,” tutup Nizam.
Namun, Nizam belum menjelaskan mengapa definisi beberapa kekerasan seksual dalam Permendikbud 30 dianggap sebagai aktivitas tanpa persetujuan korban. kumparan sudah mengonfirmasi Nizam soal ini namun belum merespons.
ADVERTISEMENT