Kemendikbud soal Isu Pendidikan di RI: Corona di Sekolah hingga Tren Pernikahan

14 Agustus 2020 9:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang murid sekolah dasar mengerjakan soal Ujian Akhir Semester (UAS) Genap di rumahnya di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (8/6/2020). Foto: ANTARA FOTO/Arnas Padda
zoom-in-whitePerbesar
Seorang murid sekolah dasar mengerjakan soal Ujian Akhir Semester (UAS) Genap di rumahnya di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (8/6/2020). Foto: ANTARA FOTO/Arnas Padda
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kemendikbud memastikan kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka di sekolah zona kuning dan hijau penyebaran corona akan tetap dimulai. Namun tetap dengan berbagai pertimbangan.
ADVERTISEMENT
Sekolah tatap muka harus melalui serangkaian proses untuk memastikan keamanan dan kesehatan murid, guru, serta tenaga pendidik lainnya. Terutama di masa pandemi virus corona yang belum diketahui kapan berakhirnya.
Di sisi lain, pembelajaran jarak jauh (PJJ) akan tetap berlaku. Sebab, sekolah tatap muka akan tetap diterapkan maksimal 50 persen kapasitas, sehingga siswa lainnya tetap mengikuti PJJ.

Sekolah yang Siap Buka

Guru memberikan pengarahan kepada murid pada hari pertama masuk sekolah di SDN 11 Marunggi, Pariaman, Sumatera Barat. Foto: Iggoy El Fitra/Antarafoto
Berdasarkan data yang dihimpun Kemendikbud, sudah 1.410 sekolah di zona kuning dan hijau yang menggelar belajar tatap muka.
"Kami juga memotret berapa sekolah yang sudah isi daftar tatap muka. Dari yang lapor ini sudah ada zona kuning dan hijau yang masih belajar dari rumah ada 7.002 sekolah, yang sudah tatap muka 1.410 sekolah," ujar Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud, Jumeri, dalam diskusi virtual pada Kamis (13/8).
ADVERTISEMENT
Sementara itu, orang tua diberikan kebebasan untuk memutuskan apakah anaknya sudah boleh pergi ke sekolah atau belum.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Jumeri di kantornya. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
"Ini yang kita tawarkan dalam memilih pendidikan. Orang tua tetap yang paling berwenang apakah putra-putrinya boleh mengikutinya, termasuk kalau sekolah di zona kuning. Peserta di zona merah, sebaiknya tidak berangkat sekolah dulu tapi belajar dari rumah," ungkap Jumeri.
Kepala daerah juga diminta dapat bertanggung jawab dan memastikan kesiapan tiap sekolah dalam menerapkan protokol kesehatan.
"Kami pastikan betul tak hanya keluarkan surat edaran, tapi ajukan izin dan divalidasi ke lapangan untuk memastikan sekolah itu siap tatap muka, menjaga protokol kesehatan lindungi guru, siswa dan warga sekolah. kami tekankan agar juga pembukaan bertahap, tidak bisa langsung, 36 orang dalam 1 kelas tidak bisa, tapi bergelombang," tegas Jumeri.
ADVERTISEMENT

Akui Ada Disparitas Siswa yang Belajar Online dengan Gawai dan Tidak

Sejumlah siswa SD belajar secara "online" atau daring di Waroeng D'Abing, Desa Bitera, Gianyar, Bali, Kamis (6/8). Foto: Nyoman Hendra Wibowo/ANTARA FOTO
Salah satu alasan mengapa akhirnya sekolah tatap muka di zona aman dibuka karena adanya jarak antara siswa yang belajar dengan gawai dan tidak. Hal ini terlihat dari perbedaan hasil belajar antara kedua kelompok tersebut.
"Pada PJJ ada kesenjangan hasil belajar antara kelompok yang punya perangkat media teknologi IT dengan yang tidak. Yang punya kesempatan itu akan punya kemampuan tinggi. Sebaliknya bagi mereka yang tidak punya ada kesenjangan, disparitas peserta didik akan kesenjangannya makin jauh," tutur Jumeri.
Meski begitu, ia mengingatkan guru juga jangan hanya berfokus pada upaya pemenuhan target belajar online siswa, dengan memberikan tugas yang banyak. Banyaknya tugas justru membuat siswa jenuh dan stres.
ADVERTISEMENT
"Yang terjadi adalah mereka (siswa) mengalami tekanan mental, jenuh, stres juga karena tugas yang banyak dari guru, lalu dia diisolasi di ruangan rumah. Kita tidak tahu semua (kondisi) rumah ideal untuk tempat tinggal anak-anak (untuk belajar)," ungkap dia.

Tak Akan Bebani Jam Kerja Guru

Sejumlah murid mencuci tangan sebelum masuk hari pertama sekolah di SDN 11 Marunggi Pariaman, Sumatera Barat. Foto: Iggoy el Fitra/ANTARA FOTO
Sistem sekolah tatap muka dan PJJ dipastikan tak akan membebankan jam kerja guru. Selain jam belajar siswa yang dipangkas menjadi 4 jam saja, sekolah juga diminta untuk membagi guru tatap muka dan PJJ.
"Sekolah akan melakukan pembagian atas peran guru itu. Ada yang menghadapi peserta di kelas untuk tatap muka. Ada yang bisa melayani anak-anak yang masih belum memungkinkan ke sekolah karena sakit, masih tinggal di zona merah dan sebagainya," ujar dia.
Seorang anak sedang belajar dengan memanfaatkan fasilitas internet murah untuk dukung belajar online dari Paguyuban Bintaran Bersatu, Bintaran Kidul, Mergangsang, Kota Yogyakarta. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Jumeri menuturkan, sekolah tatap muka masih menerapkan sif 50 persen dari kapasitas kelas, sehingga PJJ tetap berlaku untuk sisa 50 persen siswa lainnya.
ADVERTISEMENT
"Guru tidak akan kena beban yang berat, guru itu jam 12 siswa sudah dipulangkan, otomatis hanya sedikit jumlah guru yang tatap muka, yang lain bisa ditugaskan untuk pembelajaran jarak jauh," tutur Jumeri.

Tegaskan Siswa dan Guru Tertular Corona Bukan saat Sekolah Tatap Muka

ADVERTISEMENT
Klaster sekolah kini menjadi salah satu yang diwaspadai, saat pemerintah memutuskan mengadakan kembali belajar tatap muka di zona hijau dan kuning. Namun, dari kasus yang sudah terjadi, dipastikan penularan tidak terjadi saat sekolah tatap muka.
Jumeri juga mengklarifikasi data siswa dan guru yang tertular virus corona di berbagai daerah, yang dapat dibaca di berita di bawah ini.

Wilayah Sekolahnya Masih Zona Merah? Jangan Belajar Tatap Muka Dulu

Jumeri meminta peserta didik yang berasal dari zona merah untuk menahan diri tidak pergi ke sekolah. Pasalnya, risiko penularan corona masih cukup tinggi, apalagi bisa membawa virus ke wilayah yang penularannya lebih rendah.
ADVERTISEMENT
"Kalau sekolahnya ada di zona kuning, tapi peserta di zona merah, sebaiknya tidak berangkat sekolah dulu tapi belajar dari rumah," ungkap Jumeri.
Mengingat PJJ tidak akan dihilangkan, maka daerah yang masih berisiko tinggi diminta tetap menyelenggarakan pembelajaran virtual, sampai daerahnya benar-benar aman dari penularan COVID-19.

Bagaimana Jika Ada Sekolah yang Melanggar?

Kemendikbud akan menghukum sekolah-sekolah yang melanggar aturan di surat keputusan bersama (SKB) empat menteri terkait penyelenggaraan pendidikan. Namun, penindakan akan diserahkan kepada tiap-tiap pemda.
"Kalau ada sekolah langgar SKB, sanksinya kami tegur kepala dinasnya, yang beri sanksi adalah kepala daerah, urusan pendidikan adalah sesuai UU 23/14 ada pembagian kewenangan untuk pendidikan, ada yang tepat untuk pusat, ada yang ditangani provinsi, seperti SMA, SMK, SLB ada yang ditangani pemkab untuk SD, SMP," jelasnya.
Siswa kelas VII SMPN 1 Kota Jambi mengenakan masker dan pelindung wajah sebelum memasuki kelas pada hari pertama sekolah Tahun Pelajaran 2020/2021 di Jambi. Foto: Wahdi Septiawan/ANTARA FOTO
"Yang mengangkat dan memberhentikan kepala sekolah adalah pemda, pasti kepala sekolah SD, SMP, SMA akan taat ke bupati, SMA, ke gubernur, mereka akan berikan teguran lebih keras ke satuannya, kami tidak bisa, yang bisa adalah pemda," sambung Jumeri.
ADVERTISEMENT
Koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah juga terus digalakkan. Kemendikbud juga terus melakukan pengawasan penggunaan dana BOS untuk membantu persiapan sekolah membuka tatap muka.

Peningkatan Tren Pernikahan Dini dan Kehamilan saat PJJ

Pelaksanaan PJJ yang sudah berlangsung hampir 5 bulan ini rupanya menimbulkan persoalan lain. Jumeri mengakui pihaknya menerima sejumlah laporan tren pernikahan dini hingga eksploitasi perempuan.
"Kita tahu tidak semua rumah ideal untuk tempat tinggal anak-anak. Ada laporan tren pernikahan dini, eksploitasi perempuan, dan kehamilan. Ini yang kita alami," ungkap Jumeri.
Tak hanya itu, PJJ juga sudah membuat sejumlah terpaksa putus sekolah karena beberapa faktor.
"Karena membantu orang tua, ekonomi keluarga menurun, ada persepsi orang tua yang berubah, ketika tidak masuk orang tua menganggap tidak ada proses pendidikan, dan sebagainya," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
=====
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona