Kemendikbud Sudah Prediksi Penolakan PPDB Zonasi: Paling Sebentar 5 Tahun

28 Juli 2020 11:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Staf Ahli Kemendikbud Chatarina Muliana Foto: Mirsan Simamora/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Staf Ahli Kemendikbud Chatarina Muliana Foto: Mirsan Simamora/kumparan
ADVERTISEMENT
Kemendikbud telah menerapkan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sejak 2017. Namun hingga kini penolakan terhadap penerapan sistem tersebut masih terjadi.
ADVERTISEMENT
Irjen Kemendikbud, Chatarina Girsang, menyatakan pihaknya telah memprediksi penolakan sistem zonasi akan terjadi paling sekitar 5 tahun setelah penerapannya. Sebab menurut Chatarina, kebijakan yang diambil Kemendikbud mengubah kebiasaan yang terjadi selama ini mengenai sekolah favorit.
"Kami yakin untuk menerapkan kebijakan (zonasi) paling sedikit 5 tahun kita masih mengalami hal dan tantangan-tantangan penolakan. Karena yang kita ubah mindset yang sudah berjalan selama puluhan tahun," ujar Chatarina dalam webinar 'Menjaga Integritas Dalam Implementasi Kebijakan PPDB' yang digelar KPK pada Selasa (28/7).
Chatarina menegaskan, kebijakan sistem zonasi memiliki sejumlah manfaat bagi pendidikan. Manfaatnya yakni mendekatkan siswa dengan lingkungan sekolah, pemerataan akses pendidikan, kondisi kelas heterogen yang mendorong siswa bekerja sama.
Selain itu, PPDB juga dinilai akan meningkatkan kapasitas guru. Sebab guru akan dipindah dari sekolah yang dianggap favorit ke sekolah yang tidak dianggap favorit.
Petugas memeriksa kelengkapan dokumen calon siswa saat pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi secara daring di SMPN 1 Denpasar, Bali. Foto: Nyoman Hendra Wibowo/ANTARA FOTO
Selanjutnya menghilangkan praktik jual beli dan pungli, serta alat ukur intervensi pemerintah pusat dan pemda.
ADVERTISEMENT
"Kebijakan zonasi merupakan keberpihakan kepada anak tidak mampu. Kenapa selalu gonjang ganjing? karena anak tidak mampu yang diuntungkan dengan kebijakan ini tidak bisa bersuara mengucapkan terima kasih, tidak punya akses," ucapnya.
Chatarina menegaskan, kebijakan zonasi bukan berarti membuat anak yang pintar tidak memiliki akses belajar di sekolah yang dianggap favorit. Ia menyebut Kemendikbud membuka kesempatan jalur prestasi di tiap PPDB maksimal 30 persen.
"Kebijakan zonasi bukan berarti anak pintar tidak mendapat akses. Kami masih beri akses. Misalkan kalau di Jakarta punya 20 zonasi, anak tersebut (masuk) pada zonasi 1, hanya zonasi 1 dia diseleksi dengan jarak, tapi dari zonasi 2 hingga 20 dia boleh memilih sekolah yang dianggap baik atau favorit," ucap Staf Ahli Mendikbud Bidang Regulasi tersebut.
ADVERTISEMENT
"Bukan hanya anak dengan nilai UN tertentu, tapi anak dengan bakat bidang apa pun kami buka aksesnya. Saya sedih jika ada yang katakan dengan zonasi anak pintar kalah dengan anak miskin, anak pintar kalah dengan jarak," lanjut eks Kabiro Hukum KPK itu.
Sejumlah orang tua calon peserta didik mencari informasi terkait penerimaan peserta didik baru (PPDB) di SMKN 8, Bandung, Jawa Barat, Kamis (4/6). Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Meski demikian, Chatarina mengakui sistem zonasi PPDB bukan tanpa kekurangan. Ia menyebut masih ditemui praktik pemalsuan KK hingga potensi pungli agar siswa diterima di sekolah yang dianggap favorit.
"Saat ini masih ada yang menghalalkan segala cara, pemalsuan KK. (Semisal) seolah tinggal di daerah Tebet padahal masih PP ke Bekasi dan Depok. Kemudian sekolah dengan daya tampung 200 tapi siswa yang diterima 250. Inilah potensi untuk melakukan jual beli atau pungli agar bisa masuk ke sekolah negeri," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Adanya berbagai persoalan tersebut, kata dia, akan terus diperbaiki Kemendikbud setiap tahunnya.
***