KemenHAM Dorong Polisi dan Komnas HAM Selidiki Kasus Oriental Circus

7 Mei 2025 16:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komisioner Komnas HAM, Munafrizal Manan, di acara diskusi dan peluncuran buku indeks negara hukum Indonesia 2017 di Hotel Akmani, Menteng, Jakarta Pusat. Foto: Lutfan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Komisioner Komnas HAM, Munafrizal Manan, di acara diskusi dan peluncuran buku indeks negara hukum Indonesia 2017 di Hotel Akmani, Menteng, Jakarta Pusat. Foto: Lutfan/kumparan
ADVERTISEMENT
Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) resmi merilis rekomendasi terkait dugaan pelanggaran HAM dalam kasus sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI). Ada 4 kementerian dan lembaga yang masuk dalam rekomendasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM Munafrizal Manan, mengatakan keempat kementerian dan lembaga itu adalah Polri, Komnas HAM, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), serta kemungkinan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) jika disetujui DPR RI.
“Rekomendasi tersebut itu rekomendasi ke pemerintah, pemerintah artinya di Polri, ya ini mengikat. Teman-teman Polri terikat dengan rekomendasi kami,” kata Mugiyanto dalam konferensi pers di Gedung KemenHAM, Jakarta Selatan, Rabu (7/5).
Para korban sirkus OCI saat mendatangi Bareskrim Polri pada Selasa (6/5/2025). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
KemenHAM meminta Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan berdasarkan UU No. 26 Tahun 2000 atau UU No. 39 Tahun 1999, atau setidaknya penelitian awal mengenai kemungkinan pelanggaran HAM berat masa lalu yang dialami mantan pemain sirkus OCI.
Sementara kepada Bareskrim Polri, KemenHAM merekomendasikan agar dilakukan:
ADVERTISEMENT
• Pemeriksaan dugaan tindak pidana berdasarkan kesaksian pemain sirkus generasi akhir,
• Penelusuran kapan OCI berhenti beroperasi secara de facto,
• Permintaan dokumen penyerahan atau pengambilalihan anak-anak oleh OCI,
• Ekspose perkara dan penyampaian hasil kepada publik.
Selanjutnya untuk KemenPPPA, mereka diminta memfasilitasi trauma healing sebagai bentuk perlindungan terhadap korban. Sedangkan TGPF disarankan hanya dibentuk jika ada permintaan resmi dari DPR RI.
Rekomendasi Mengikat untuk Pemerintah, Termasuk Polri
Wakil Menteri HAM Mugiyanto menegaskan bahwa rekomendasi yang ditujukan kepada lembaga pemerintah bersifat mengikat, berbeda dengan Komnas HAM yang merupakan lembaga independen.
“Rekomendasi tersebut itu rekomendasi ke pemerintah, pemerintah artinya di Polri, ya ini mengikat. Teman-teman Polri terikat dengan rekomendasi kami,” ujar Mugiyanto.
ADVERTISEMENT
Ia menegaskan bahwa KemenHAM kini memiliki kewenangan koordinatif berdasarkan Perpres No. 156 dan 139 Tahun 2024. Sebagai “governmental human rights focal point”, KemenHAM bertugas memastikan kepatuhan HAM di kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan sektor swasta.
“Kami ini menjadi governmental human rights focal point. Kami ini penanggung jawab HAM di pemerintah itu kami,” jelasnya.
Mugiyanto menambahkan bahwa penyelesaian kasus ini tak semata pidana, melainkan bisa melalui berbagai jalur seperti mediasi, perdata, hingga restoratif justice.
“Kami ingin penyelesaian yang komprehensif. Untuk itu juga, maka penyelesaiannya memang tidak bisa cepat,” tambahnya.
Ia juga menekankan bahwa pemenuhan hak korban adalah prioritas, termasuk keadilan, kebenaran atas identitas, dan kompensasi atas kerugian sejak tahun 1970-an.
Soal SP3: Masih Ada Jalan untuk Polisi
ADVERTISEMENT
Menanggapi pertanyaan apakah rekomendasi ini berarti mendorong polisi membuka kembali kasus OCI yang sudah pernah di-SP3-kan, Dirjen Munafrizal menjelaskan bahwa ada kemungkinan kasus ini diperiksa kembali dengan menelusuri titik waktu yang lebih dekat.
“Kalau tahun 70-an dihitung memang sangat potensial berlaku ketentuan kedaluwarsa. Tapi melihatnya dari titik yang lebih dekat, yaitu mantan pemain sirkus OCI yang generasi-generasi akhir,” jelas Munafrizal.
Wamen Mugiyanto menambahkan bahwa pengadu menyatakan masih bekerja di OCI hingga tahun 2010.
“Itu bisa menjadi salah satu pintu masuk untuk memeriksa kembali. Bahkan ada juga yang menyebutkan tahun 2019 masih beroperasi,” ujarnya.
Mereka menyimpulkan bahwa masih ada celah hukum untuk mengusut dugaan pelanggaran terhadap para korban, termasuk rekrutmen anak-anak yang disebut masih terjadi hingga akhir operasi OCI.
ADVERTISEMENT
“Dan sepengetahuan saya, ketika Pak Dirjen bertemu dengan teman-teman dari Polri, juga mereka open terhadap inisiatif ini,” tutup Mugiyanto.

OCI Bantah

Pendiri Tony Sumampau mengeklaim tudingan yang disampaikan para pemain sirkus soal kekerasan berupa pemukulan tidak benar. Tony menjelaskan, hal ini dilakukan hanya semata sebagai tindakan disiplin.
"Enggak, enggak benar (ada penyiksaan). Kalau pemukulan biasa itu ada aja. Tapi kalau dengan alat, dengan besi, enggak mungkin lah. Kalau pakai itu kelihatan orangnya pasti udah cedera," ujar Tony kepada wartawan di Jakarta Selatan, Kamis (17/4).
Pendiri Oriental Circus Indonesia (OCI), Tony Sumampau (tengah) Foto: Jonathan Devin/kumparan
Tony mengungkapkan, tindakan pemukulan yang dilakukan hanya menggunakan rotan. Itu, menurutnya, masih dalam batas wajar. Sebab, pendisiplinan pemain sirkus penting menurut dia.
"Itu biasa, kalau dulu saya enggak aneh. Tapi kalau anak-anak itu latihannya malas, tidak mau keluar tenaga, kalau pakai rotan itu mah biasa," ungkap dia.
ADVERTISEMENT
"Saya pikir sama dengan kita melatih senam, melatih olahraga, melatih bela diri, apa sama itu? Kalau kita salah, pasti gurunya akan koreksi dengan keras ya. Karena itu akibatnya mencelakakan diri sendiri, dalam salto atau apa, kalau salah kan bahaya. Jadi memang harus tertib," tambahnya.