Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Kemenhub Bantah Tudingan Pendelegasian Area FIR Tak Sesuai UU Penerbangan
3 Februari 2022 19:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Kementerian Perhubungan buka suara soal tudingan pendelegasian kendali ruang udara ke Otoritas Singapura tidak sesuai Undang-undang Penerbangan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Seperti diketahui, dalam perjanjian penyesuaian Flight Information Region (FIR) Indonesia dan Singapura, ruang udara Kepulauan Riau dan Natuna kini dipegang oleh FIR Jakarta.
Sebelumnya, wilayah seluas 249.575 km2 itu berada di bawah kendali FIR Singapura.
Perjanjian itu menyatakan, Indonesia tetap mendelegasikan kendali di ruang udara Kepri di dekat Bandara Changi Singapura kepada mereka.
Pemberian kendali ini, menurut Kemenhub, dilakukan atas dasar keamanan dan keselamatan pesawat yang hendak keluar masuk Singapura.
Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana, mengkritik pendelegasian ini. Ia mengatakan pendelegasian tidak sesuai dengan amanat Pasal 458 UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Novie Riyanto, menepis tudingan ini. Menurut dia, masyarakat tidak bisa hanya melihat Pasal 458.
ADVERTISEMENT
“[Pasal] 458 tidak bisa dilihat sendirian karena ada pasal lain, khususnya di [bagian] Tatanan Navigasi Penerbangan yang ada di Pasal 261, 262, dan 263,” kata Novie dalam Webinar bertajuk “Kupas Tuntas FIR” pada Kamis (3/2).
“Di situ [dijelaskan] bagaimana kita mendapatkan delegasi dari negara lain, dan bagaimana kita mendelegasikan airspace (ruang udara) kita ke negara lain for the sake of safety (demi keselamatan). Ya, jadi, ini semua adalah untuk safety dan orderly flow of traffic pada negara masing-masing,” lanjut dia.
Bunyi Pasal 458 UU No. 1 Tahun 2009 berbunyi sebagai berikut:
“Wilayah udara Republik Indonesia, yang pelayanan navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan perjanjian sudah harus dievaluasi dan dilayani oleh lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan paling lambat 15 (lima belas) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.”
ADVERTISEMENT
UU tersebut ditetapkan pada 12 Januari 2009 lalu. Berarti, setidaknya pada 2024, lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan Indonesia—AirNav—harus sudah melayani seluruh penerbangan di ruang udara Kepulauan Riau dan Natuna.
Sedangkan Pasal 261 sampai 263 yang dimaksud Novie menjelaskan tatanan navigasi penerbangan di Indonesia.
Pendelegasian disinggung dalam Pasal 262 ayat (1) huruf a, yang menjelaskan soal ruang udara yang dilayani oleh navigasi Indonesia dengan pengecualian wilayah yang layanannya didelegasikan ke negara lain:
a. wilayah udara Republik Indonesia, selain wilayah udara yang pelayanan navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan perjanjian.
Kemudian, dalam Pasal 263, dijelaskan soal kondisi-kondisi Indonesia dapat melakukan delegasi pelayanan navigasi penerbangan. Bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut:
Pendelegasian pelayanan navigasi penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 262 ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan paling sedikit:
ADVERTISEMENT
a. struktur jalur penerbangan;
b. arus lalu lintas penerbangan; dan
c. efisiensi pergerakan pesawat udara.
Diketahui, Indonesia dan Singapura melakukan penandatanganan Perjanjian Penyesuaian (realignment) FIR pada 25 Januari lalu.
Penandatanganan dilakukan pada acara Leaders’ Retreat antara Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong di Bintan, Kepulauan Riau.
Dengan adanya penyesuaian FIR Indonesia dan Singapura, wilayah FIR Jakarta bertambah seluas hampir 250 ribu km2. Meski begitu, masih ada sebagian wilayah yang diberikan kendalinya kepada Singapura.
Pemberian layanan navigasi tersebut dilakukan di ruang udara seluas 1/3 dari total ruang udara Kepri dan Natuna, dengan ketinggian 0-37.000 kaki. Pendelegasian inilah yang terus memicu berbagai kontroversi.