Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kemenhub Tanggapi Putusan MK: Ojol Sulit Jadi Transportasi Umum
29 Juni 2018 15:04 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) yang diajukan oleh Tim Pembela Rakyat Pengguna Transportasi Online atau Komite Aksi Transportasi Online (KATO). Dengan demikian, berdasarkan putusan tersebut, ojek online (ojol) bukan termasuk dalam kategori transportasi umum.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal tersebut, Dirjen Perhubungan Darat Budi Setyadi mengatakan bahwa memang saat ini, dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 masih belum mengatur ojol sebagai angkutan umum.
"Jadi memang agak susah juga MK itu memasukkan (ojol sebagai transportasi umum), terkecuali memang ada perubahan atas regulasi Undang-Undang Lalu Lintas," kata Budi saat dihubungi kumparan, Jumat (29/6).
Budi melihat beberapa alasan lain yang menyebabkan ojol sulit dikategorikan sebagai angkutan umum.
"Sepeda motor kan tidak ramah terhadap penumpang, apalagi kalau hujan ya kehujanan, kalau panas juga kepanasan karena tidak ada rumah-rumah kan. Kemudian sepeda motor rawan terhadap keselamatan lalu lintas," kata Budi.
"Kalau misalnya nyenggol dikit kan jatuh, gampang ketidakseimbangannya tidak terjamin, sedangkan kita tahu, di Indonesia dari 100 persen kecelakaan itu sekitar 75 persen melibatkan sepeda motor," kata Budi.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, lanjut Budi, dengan faktor keamanan yang rawan dan tingkat kecelakaan yang tinggi, apabila ojol dilegalkan maka akan kontraproduktif dengan semangat perubahan transportasi dunia.
"Beberapa negara-negara di dunia saat ini sedang mengutamakan aspek keselamatan," kata Budi.
Dalam permohonan uji materi, KATO menyatakan bahwa Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Namun, dalam putusan MK, pasal tersebut justru memberikan perlindungan kepada setiap warga negara ketika menggunakan angkutan jalan.
Sedangkan untuk dalil pemohon selanjutnya yang mengatakan bahwa tidak dimasukkannya sepeda motor dalam Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menjadi batu uji, MK mengatakan tidak terdapat korelasi antara hak pemohon atas pengajuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta pengakuan yang sama di hadapan hukum. Karena Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 adalah berkait dengan hak setiap warga negara ketika berhadapan dengan hukum.
ADVERTISEMENT
Untuk poin dalil pemohon yang menjelaskan adanya perlakuan berbeda antara sepeda motor dengan kendaraan lainnya dalam UU LLAJ, MK menilai hal itu tidak tepat. Sepeda motor diatur dalam Pasal 47 ayat (2) huruf a UU LLAJ.
"Namun ketika berbicara angkutan jalan yang mengangkut barang dan/atau orang dengan mendapat bayaran, maka diperlukan kriteria yang dapat memberikan keselamatan dan keamanan. Kriteria kendaraan kendaraan bermotor yang diperuntukkan mengangkut barang dan/atau orang pun telah ditentukan dalam Pasal 47 ayat (2) huruf b, huruf c dan huruf d juncto Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ sebagaimana telah diuraikan dalam pertimbangan Mahkamah,” ungkap hakim MK dalam putusannya pada Kamis (28/6).