Kemenhub usai Perjanjian dengan Singapura: FIR Jakarta Tambah Luas

28 Januari 2022 11:27 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pesawat terbang di atas kepulauan. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pesawat terbang di atas kepulauan. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Dengan adanya perjanjian penyesuaian Flight Information Region (FIR) antara Indonesia dan Singapura, maka wilayah udara Kepulauan Riau dan Natuna kini dikelola oleh FIR Jakarta.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, ruang udara di Kepulauan Riau dan Natuna—yang terbagi menjadi sektor a, b, dan c—dikelola oleh Singapura.
Berarti dengan adanya perjanjian yang ditandatangani pada Selasa (25/1) di Bintan, maka luas cakupan pelayanan penerbangan yang diselenggarakan oleh AirNav Indonesia makin luas.
“FIR Jakarta bertambah seluas 249.595 km2,” ungkap Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Novie Riyanto, kepada kumparan pada Jumat (28/1).
Denah FIR sebelum perjanjian penyesuaian antara RI & Singapura Foto: AirNav Indonesia
Dengan ruang udara yang luas, Indonesia memiliki dua wilayah FIR, yaitu FIR Jakarta dan FIR Ujung Pandang (Makassar). Total luas kedua FIR mencakup 5.193.252 km2, menurut situs resmi AirNav Indonesia.
Sementara terkait dengan pemberian kendali kepada Singapura di sebagian area, Novie mengatakan luasnya hanya 1/3 dari wilayah 249.595 km2 yang menjadi bagian FIR Jakarta.
ADVERTISEMENT
“Pendelegasian pelayanan secara terbatas kepada otoritas penerbangan Singapura hanya 1/3 dan jauh lebih kecil daripada cakupan ruang udara di atas Kepulauan Riau dan Natuna yang dulunya dilayani oleh otoritas penerbangan Singapura,” kata dia.
Denah FIR sesudah perjanjian penyesuaian antara RI & Singapura Foto: AirNav Indonesia
Ia juga mengatakan 1/3 wilayah yang diberikan kendalinya kepada Otoritas Singapura itu akan tetap jadi bagian FIR Jakarta, bukan masuk FIR Singapura. Area dengan ketinggian 0-37.000 kaki itu juga berada di jalan masuk atau keluar Bandara Changi.
Perjanjian FIR antara Indonesia dan Singapura penuh polemik dan dikritik keras sejumlah pengamat. Sebab, informasi yang diberikan sebelumnya masih belum menyeluruh dan draf perjanjian ini masih belum bisa diakses oleh publik.
Menurut Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana, tidak adanya akses ke draf perjanjian membuat publik belum bisa mempelajari klaim-klaim Indonesia secara menyeluruh.
ADVERTISEMENT