Kemenkes Akui Update Angka Kematian Akibat COVID-19 Terlambat

11 Agustus 2021 18:07 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga menghadiri pemakaman keluarganya di lahan baru tempat pemakaman umum (TPU) khusus COVID-19, Jombang, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (23/7/2021). Foto: Muhammad Iqbal/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Warga menghadiri pemakaman keluarganya di lahan baru tempat pemakaman umum (TPU) khusus COVID-19, Jombang, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (23/7/2021). Foto: Muhammad Iqbal/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Dalam kurun tiga minggu terakhir, Kemenkes merilis angka kematian akibat COVID-19 yang cenderung tinggi dengan Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur sebagai kontributor paling besar.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang menjadi sorotan terkait angka kematian ini adalah data yang tidak akurat. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes, drg. Widyawati, mengakui ada keterlambatan dalam pembaharuan laporan dari daerah akibat keterbatasan tenaga kesehatan dalam menginput data akibat tingginya kasus di daerah mereka beberapa minggu lalu.
“Tingginya kasus di beberapa minggu sebelumnya membuat daerah belum sempat memasukkan atau memperbarui data ke sistem NAR Kemenkes.” ungkap Widyawati dalam keterangan tertulis, Rabu (11/8).
“Lonjakan-lonjakan anomali angka kematian seperti ini akan tetap kita lihat setidaknya selama dua minggu ke depan,” lanjutnya.
Sementara itu, Tenaga Ahli Kemenkes, dr. Panji Fortuna Hadisoemarto, MPH, mengungkapkan berdasarkan analisis dari data National All Record (NAR) Kemenkes, didapati pelaporan kasus kematian yang dilakukan daerah tak bersifat real time dan merupakan akumulasi dari bulan-bulan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Sebagai informasi, NAR adalah sistem big data untuk pencatatan laboratorium dalam penanganan COVID-19 yang dikelola oleh Kemenkes.
Berdasarkan laporan kasus COVID-19 pada 10 Agustus 2021, misalnya, dari 2.048 kematian yang dilaporkan, sebagian besar bukan angka kematian pada tanggal tersebut atau pada seminggu sebelumnya.
Bahkan 10,7% di antaranya berasal dari kasus pasien positif yang sudah tercatat di NAR lebih dari 21 hari, namun baru terkonfirmasi dan dilaporkan bahwa pasien telah meninggal.
“Kota Bekasi, contohnya, laporan kemarin (10/8) dari 397 angka kematian yang dilaporkan, 94% di antaranya bukan merupakan angka kematian pada hari tersebut, melainkan rapelan angka kematian dari bulan Juli sebanyak 57% dan bulan Juni dan sebelumnya sebanyak 37%. Lalu 6% sisanya merupakan rekapitulasi kematian di minggu pertama bulan Agustus,” jelasnya.
Pemakaman COVID-19 di Surabaya. Foto: Instagram/@dishubsurabaya
Sementara di Kalimantan Tengah, 61% dari 70 angka kematian yang dilaporkan kemarin adalah kasus aktif yang sudah lebih dari 21 hari, namun baru diperbaharui statusnya.
ADVERTISEMENT
dr. Panji menuturkan lebih dari 50 ribu kasus aktif saat ini adalah kasus yang sudah lebih dari 21 hari tercatat, namun belum dilakukan pembaharuannya.
"Kita saat ini sedang mengkonfirmasi status lebih dari 50 ribu kasus aktif. Jadi beberapa hari ke depan akan ada lonjakan di angka kematian dan kesembuhan yang bersifat anomali dalam pelaporan perkembangan kasus COVID-19. Tapi ini justru akan menjadikan pelaporan kita lebih akurat lagi," jelasnya lagi.
Widyawati melanjutkan pihaknya mengapresiasi pemda yang telah melakukan pembaharuan data sesegera mungkin.
“Tentunya ini tidak mengurangi semangat kita untuk terus berpacu menyampaikan data yang transparan dan realtime kepada publik,” pungkasnya.
***
Saksikan video menarik di bawah ini: