Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Kemenkes Berangkatkan 27 Dokter Jalani Pendidikan Spesialis ke China dan Jepang
6 Januari 2025 14:09 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) resmi melepas 27 dokter peserta program fellowship 2025 untuk mengikuti pendidikan spesialis di China dan Jepang.
ADVERTISEMENT
Program ini bertujuan mempercepat penyediaan dokter spesialis untuk menangani penyakit kardiovaskular (jantung) dan stroke di Indonesia--yang menjadi penyebab utama kematian setiap tahunnya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan pengiriman dokter ke luar negeri menjadi langkah penting mengatasi kekurangan tenaga spesialis di dalam negeri.
“Nah yang ketiga adalah orangnya. Ini yang paling susah. Karena orangnya tuh kekurangannya itu 350-400-an untuk mengisi 514 kabupaten/kota. Itu baru satu tuh. Kan enggak mungkin satu kota satu,” kata Budi di Auditorium Herman Susilo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (6/1).
“Ini butuh satu kota satu aja, kurangnya 350-400. Kalau kita mau ngomong yang bener, kerjaan harusnya 3 shift. Itu kurangnya kan 1.500, kurangnya,” tambahnya
Saat ini, peserta fellowship akan menjalani pelatihan di China dan Jepang. Tapi, Kemenkes juga tengah menjajaki peluang pelatihan di negara lain seperti Korea Selatan dan India.
ADVERTISEMENT
“Jadi kita juga menjajaki ke beberapa negara lain. Sudah menjajaki ya, Korea kita jajaki, India kita jajaki. Jadi teman-teman di kolegium mencari tempat sebanyak-banyaknya,” jelasnya.
Kemenkes juga berencana menempatkan alat-alat medis di seluruh kabupaten/kota di Indonesia hingga 2027. Salah satu alat utama yang disiapkan adalah catheterization laboratory (CATLET), yang akan mendukung prosedur intervensi jantung dan stroke seperti PCI (percutaneous coronary intervention) untuk jantung dan thrombectomy untuk stroke.
“Karena ada golden period-nya. Penyakit ini harus ditangani, idealnya di bawah 2 jam untuk jantung atau di bawah 1 jam untuk stroke. Maksimal jantung untuk 6 jam, maksimal stroke untuk 4,5 jam. Kan nggak mungkin ditaruh di provinsi. Jadi harus ditaruh di kabupaten kota,” ujar Budi.
Pembiayaan untuk prosedur PCI sudah ditanggung BPJS, sementara thrombectomy masih dalam proses pembahasan dengan BPJS dan kolegium neurologi.
ADVERTISEMENT
“Nah sekarang saya sedang bicara sama teman-teman di kolegium nero dan juga BPJS gimana caranya supaya bisa masuk.” tambahnya.
Kekurangan dokter spesialis menjadi tantangan terbesar. Saat ini, pendidikan spesialis di dalam negeri hanya mampu meluluskan 30-50 tenaga per tahun. Oleh karena itu, pengiriman tenaga kesehatan ke luar negeri menjadi solusi jangka pendek.
“Kursi yang tersedia pendidikan itu cuma 30-50 per tahun. Yang tersedia di Indonesia, pendidikannya,” tegas Budi.
Budi berharap program ini dapat mempercepat pemerataan layanan kesehatan di seluruh Indonesia.
“Teman-teman pasti ada punya orang tua, punya tante, punya saudara yang meninggal karena kardiovaskular. Kalau kita terlambat ngerjain ini, lebih dari 500 ribu orang meninggal. Itu sebabnya kenapa Kemenkes ingin mempercepat penyediaan tenaga kesehatan spesialis untuk melakukan intervensi jantung dan stroke. “pungkasnya.
ADVERTISEMENT