Kemenkes Diminta Jangan Asal Setop PPDS dan Layanan Klinis, Bisa Rugikan Warga

4 September 2024 15:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi dokter. Foto: PopTika/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dokter. Foto: PopTika/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kemenkes menyetop sementara Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) bidang anestesi Universitas Diponegoro (Undip) di RS Kariadi Semarang. Hal ini menyusul munculnya dugaan kasus dokter Aulia Risma Lestari.
ADVERTISEMENT
Dokter Aulia merupakan peserta PPDS Undip yang ditemukan tewas di kosannya. Dia diduga bunuh diri karena tak kuat menjadi korban bullying dokter senior PPDS.
Ketua Perhimpunan Profesi Hukum dan Kedokteran Muhammad Joni mengatakan Kemenkes harus objektif dan jangan bias. Dia juga meminta agar Polri tidak terpengaruh dengan pemberitaan yang beredar. Penyelidikan kasus bullying PPDS harus presisi dan saintifik.
"Kasus dugaan perundungan dokter PPDS Undip mestinya diselidik dan disidik dengan objektif dan presisi. Dengan saintifik, yang mencari kebenaran fakta dengan jujur dan adil. Tidak bias, over acting dan jauhkan dari anasir drama, karena menyangkut nyawa dan nasib dokter," kata Joni dalam rilisnya, Rabu (4/9).
Pengusutan bullying PPDS, katanya, harus mencari fakta yang sebenar-benar fakta hukum (really legal facts). Jangan mengumumkan data yang belum jelas faktanya atau tidak teruji sebagai fakta hukum.
ADVERTISEMENT
"Fakta bukan opini apalagi misinterpretasi bahkan ilusi. Fakta menjadi fakta hukum jika valid dan lulus diuji dengan presisi, saintifik, dan patuhi hukum acara," katanya.
Menurutnya publik mengawasi betul kasus ini, sehingga perlu kepastian hukum yang adil dan tidak bias. Sebab, penyelidikan wajib mematuhi hukum acara, harus case base, menilai fakta objektif bukan subjektif.
"Percayakan penyelidikan anggapan klaim perundungan kepada sosok dokter ARL peserta PPDS itu kepada penyelidik Polri, yang bekerja profesional, saintifik, presisi, tanpa intervensi," ucapnya.
Menurutnya, semua pihak harus menahan diri untuk mengungkapkan hal-hal yang tidak teruji sebagai fakta hukum, karena bisa merugikan pihak lain hingga mempengaruhi jalannya pemeriksaan. Fakta dalam kasus apa pun, katanya, wajib diperiksa dengan presisi, diperoleh dengan saintifik, diuji dengan kausalitas, diperoleh dengan mematuhi hukum acara.
ADVERTISEMENT
"Jauhkan penyelidikan dari aksi opini apalagi sampai trial by the press," ucapnya.
"Jika merujuk keterangan dari Kapolrestabes Semarang kepada media, tidak ada bukti adanya perundungan dalam kasus meninggalnya dokter ARL peserta PPDS Undip. Karena itu hormati wewenang penyelidik Polri bekerja dengan profesional, saintifik dan presisi. Tidak berdasar opini yang merugikan orang lain," imbuhnya.

Tergopoh menyetop PPDS Anestesi Undip

Joni mengatakan Kemenkes tergopoh menyetop program PPDS Anestesi Undip. Hal ini karena beberapa alasan, yakni:
ADVERTISEMENT