Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Kemenkes Sebut Aulia Dipalak Puluhan Juta, Gubes FK Undip: Itu Iuran Angkatan
2 September 2024 17:45 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Guru Besar Bedah Saraf FK Undip Semarang, Prof. Dr. dr. Zainal Muttaqin SpBS (K), ikut buka suara terkait dugaan pemalakan yang dialami almarhumah dokter Aulia Risma oleh senior.
ADVERTISEMENT
Pemalakan Rp 20-40 juta/bulan itu diungkapkan jubir Kemenkes pada Minggu (1/9). Hal itu berdasarkan hasil penyelidikan sementara.
Zainal mengatakan, Aulia saat itu merupakan penanggung jawab angkatan. Ia memang ditugasi mengumpulkan iuran dari teman-teman seangkatannya. Uang itu digunakan untuk uang makan mahasiswa PPDS Anestesi.
“Si Risma (Aulia) kebetulan dia pengelola, penanggung jawab angkatan, dia mengumpulkan uang sebesar Rp 30 juta per bulan dari teman-temannya, bukan untuk seniornya, tapi untuk makan mereka sendiri,” ujar Zainal usai aksi solidaritas FK Undip, Senin, (2/8).
Aksi solidaritas ini ditujukan untuk Dekan FK Undip Dr.dr.Yan Wisnu yang ditangguhkan praktiknya di RSUP Dr. Kariadi oleh Kemenkes guna penyelidikan kasus Aulia.
Zainal menjelaskan, uang puluhan juta rupiah itu merupakan iuran mahasiswa semester awal. Mahasiswa semester pertama itu setiap bulan iuran Rp 3 juta per bulan selama 1 semester.
ADVERTISEMENT
"Penerimaan PPDS itu setiap semester, bukan setiap tahun. Jadi mereka yang semester 1 iuran ada 10 sampai 12 orang. Tiap bulan Rp 3 juta untuk biaya makan 84 orang, itu hanya dilakukan selama 1 semester atau 6 bulan. Satu angkatan, bukan per orang," jelas Zainal.
Zainal bukan orang asing di dunia kedokteran. Dia dikenal vokal, utamanya dalam mengkritik RUU Kesehatan. Dia diberhentikan sebagai dokter bedah di RSUP Kariadi pada 2023 diduga karena kritikannya.
Di bio akun X-nya, Zainal menulis profilnya dengan "konsisten bersuara demi perbaikan bangsa & negara di bidang pendidikan dan kesehatan".
Lebih lanjut Zainal mengatakan, uang iuran angkatan itu kemudian digunakan untuk membeli makanan. Dijelaskannya, dokter residen memiliki jadwal yang padat, sehingga, tidak semuanya bisa beristirahat di waktu yang sama.
ADVERTISEMENT
"Uang itu mereka kelola sendiri kok, bukan dikelola seniornya, atau departemennya, dan itu kesepakatan tiap bagian akan berbeda karena siklus kerja tiap departemen tidak sama. Nanti kalau mereka tahun kedua itu tidak lagi, giliran yang tahun pertama, mereka mendapatkan uang yang mereka tabung itu," jelas Zainal.
Sayangkan Pernyataan Kemenkes
Zainal juga menyayangkan pernyataan Kemenkes yang tiba-tiba mengungkap Aulia dipalak puluhan juta rupiah oleh seniornya. Namun, ia menegaskan, bullying memang ada, namun itu merupakan perilaku individu, bukan institusi.
Zainal juga mengkritisi kebijakan Kemenkes yang dipimpin Menkes Budi Gunadi, yang menghentikan sementara Prodi Anestesi PPDS FK Undip di RSUP Dr Kariadi.
"Jadi menteri ini ngerusak tata kelola yang sudah ada. Bullying itu bukan nggak ada, bullying itu ada, tapi bullying itu perilaku salah, sampai mungkin jadi pidana seseorang individu, bukan perilaku institusi. Kalau individu, ya, yang dihukum individu, bukan institusi. Masa ada polisi korupsi seluruh institusi dihentikan, Ketua KPK korupsi, KPK jalan, Ketua MK melanggar etik, tetap jalan. Ada Akpol mati itu yang dihukum oknum, bukan Akpolnya yang ditutup," ujar Zainal.
Untuk itu, Zainal menegaskan, penutupan Prodi Anestesi PPDS Undip imbas kematian Aulia justru menimbulkan masalah baru di tengah banyaknya kebutuhan dokter spesialis di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Penutupan PPDS ini tidak menyelesaikan masalah, tapi menimbulkan masalah baru. Pendidikan terhambat padahal kita butuh banyak dokter spesialis," kata Zainal
Pernyataan Menkes: Sulit Hilangkan Bullying PPDS
Terpisah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengaku sulit menghilangkan perilaku bullying atau perundungan calon dokter spesialis di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
Salah satu di antaranya adalah kurangnya komitmen stakeholder atau kelompok dan individu yang memiliki kepentingan di sektor pendidikan dokter spesialis.
Selama menjabat sebagai Menteri Kesehatan, Budi Gunadi yang merupakan sarjana fisika nulir ITB ini mencatat sudah ada tiga kasus perundungan di PPDS.
"Perundungan ini sudah puluhan tahun tidak pernah bisa diselesaikan secara tuntas karena memang kurang komitmen dari pada stakeholder," katanya usai peresmian RS Ibu dan Anak Prof IGNG Ngoerah di Denpasar, Senin (2/9).
ADVERTISEMENT
Penyebab lainnya adalah perundungan dianggap hal yang biasa. Bentuk perundungan mulai dari fisik, mental, finansial bahkan pelecehan seksual.
Budi Gunadi berharap seluruh stakeholder berkomitmen menghilangkan perilaku bullying. Menurutnya, melakukan perundungan bukan solusi menciptakan tenaga kesehatan yang tangguh.
"Karena memang biasa dilakukan seperti itu (perundungan). Ini yang saya inginkan tekankan, ini harus ditindak tegas. Pilot juga fisik harus tangguh dan mereka bisa dilatih tanpa perundungan."
Live Update